"Pagi ke pagi ku terjebak di dalam ambisi, seperti orang-orang berdasi yang gila materi"

Sepenggal lirik dari Fourtwnty yang berjudul zona nyaman. Lagu yang easy listening dan sarat akan makna.

Setelah didengar dan diresapi, ada benarnya juga. Sebenarnya apa tujuan hidup kita? lahir di dunia, sekolah, bekerja, menikah, berkeluarga, tua, dan kemudian mati? hidup tak sesederhana itu, dan tak sesulit yang kalian pikirkan.

Apakah saudara yakin semua anda yang anda kerjakan benar-benar sudah keluar zona nyaman anda? apakah saudara yakin, disetiap senin pagi diri anda tak dihantui dengan yang namanya apel pagi dan tuntutan laporan disetiap akhir bulan? apakah hidup anda semembosankan itu? yang nantinya menjadi seorang pegawai, dan menikmati masa tua dengan gaji pensiunan yang tidak seberapa?

Saya tidak mendikte kehidupan saudara yang itu-itu saja. Saya juga sama seperti anda, yang terjebak dalam repetisi yang sama setiap harinya.

Masih terlintas tulisan Seno Gumira Ajidarma tentang mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.

Saya tidak meminta saudara, untuk resign dari pekerjaan anda yang itu-itu saja, saya hanya meminta anda untuk berfikir atas apa yang anda kerjakan selama ini. untuk apa? untuk sekedar makan dan bekerja?

Pernah dengar kata Buya Hamka? "Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja."

Lantas sudah berapa tahun anda hidup di dunia ini? apakah masih bersembunyi dalam lingkup zona nyamanmu tanpa mencoba peduli dengan sekitar? sebenarnya apa yang anda cari?

Untuk kalian yang telah keluar dari zona nyamanmu, berbangalah bisa berdiri diatas kaki sendiri, setidaknya kau telah menjadi tuan atas dirimu sendiri.

Untuk kalian yang merasa tersinggung? aku tak suka dengan yang namanya debat kusir, kemarilah duduk denganku, kita bercengkrama sembari menyeruput kopi, mari berpikir, tak selamanya sesuatu itu harus diperdebatkan.