SETIAP mahasiswa yang interaksi dunia kampus pada akhirnya akan wisuda setelah melewati proses edukatif cukup lama sambil menggeluti profesi tertentu.

Lebih kurang hampir empat atau lima tahun lalui proses perjuangan dalam cengkeraman delapan semester edukasi atau bahkan lebih terhitung sejak interaksi kampus.

Lulus kuliah nyaris terhanyut empat hingga lima tahun memang waktu cukup lama hanya pemenuhan ijazah sebagai syarat sarjana dengan kematangan profesi yang sedang digelutinya.

Tidak jauh berbeda bahwa wisuda juga kadang menimbulkan sejumlah narasi provokatif terhadap masyarakat, indikasi kesombongan pun semakin meringkus habis pada mahasiswa saat suasana wisuda mereka.

Memang benar bahwa wisuda adalah moment paling terpenting, teristimewa, dan barangkali menjadi sejarah kehidupan mereka dimana para aktivis mahasiswa pelepasan almamater kampus.

Ketika berhasil melepaskan almamater berarti sudah tidak layak dan tidak pantas lagi menyebut sebagai aktivis mahasiswa artinya lulus kuliah meraih gelar sarjana pada lembaga kampus tertentu.

Sarjana merupakan program pendidikan strata satu yang lulusan berkualifikasi sebagai sarjana yang ditempuh minimal dalam delapan (8) semester.

Begitu pun tahun 2022 bulan September, Universitas Yapis Papua, Kota Jayapura berhasil diwisudakan ratusan mahasiswa dari berbagai suku, bangsa di seluruh Nusantara.

Peserta wisuda suku Mee?

Tidak banyak hanya delapan belas (18) orang telah terdaftar peserta wisuda tahun 2022. Kami delapan belas (18) orang ini pun berbeda program studi dari enam fakultas yang tersebar pada Universitas Yapis Papua (Uniyap) Kota Jayapura.

Dua orang peserta wisuda adalah bakal lulus strata dua meraih gelar magister manajemen, selain delapan belas orang pendidikan menimal sarjana strata satu.

Pak Nason Utii dan Bu Christin Yogi merupakan alumni Uniyap Jayapura setelah beberapa tahun silam lulus menyelesaikan strata satu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.

Dari universitas yang sama pula, kedua serangkai ini akan diwisudakan strata dua meraih gelar Magister Manajemen tahun 2022.

Selain itu, Silvester Kayame, Jimmy Utii, Yosep Pigai, Semuel Dogomo, dan Jecson Keiya, yang kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis memperoleh gelar (S.Ak & SM).

Sementara yang kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik seperti Yermias Kudiai, Sepi Seven Boma, Jemi Pigai, Sonya Yumai, dan Ferdinans Muyapa memperoleh gelar (S.IP & S.Adm).

Heru Tekege, Alpons Utii, Salmon Pigome, dari Fakultas Hukum pun lantas memperoleh gelar (SH). Sementara itu, Pelipus Dogomo lulus dari Fakultas Perikanan memperoleh gelar (SP).

Dan selanjutnya, Jitro Degei, Yulius Degei, Benny Kudiai, ketiga serangkai ini dari Fakultas Teknik akan memperoleh gelar (ST).

Diskusi menjelang wisuda?

Kami peserta wisuda suku Mee tentu berasal dari satu wilayah adat Meepago. Terdiri dari Kabupaten Dogiyai, Deiyai dan Paniai berkumpul berdiskusi bareng mengenai acara syukuran.

Bicara soal acara syukuran berarti pestapora (makan-makan). Dan tentu makan kolektif itu sudah menjadi tradisi dan kelaziman kami suku Mee.

Ketika mahasiswa suku Mee wisuda pada sebuah universitas otomatis acara syukuran wisuda pun akan dilakukan secara kolektif keluarga besar suku Mee satu kota Jayapura.

Bukan hanya di kota Jayapura bahkan hampir semua kota studi dimana mahasiswa suku Mee beredukasi dan bereksistensi pasti dilakukan hal serupa.

Hampir satu minggu kami berturut-turut diskusi bareng di kampus. Saking banyaknya kursi terpampang rapi ruang tengah lantai tiga. Sampah yang kami buang pun semakin menumpuk.

Sebagian peserta wisuda mampir sebentar lalu pergi. Mungkin mereka lagi mumpuni sesuatu hal paling urgensi yang mesti diselesaikan sebagai syarat pelepasan almamater berwarna biru pada kampus tercinta ini.

Kami menyepakati untuk merayakan acara syukuran wisuda kolektif keluarga besar suku Mee yang berdomisili di kota Jayapura maupun sekitar yang bakal datang menyaksikan berlangsungnya acara syukuran wisuda tersebut.

Apakah penting membentuk panitia? Kami merasa dan berpikir harus dan wajib dibentuk. Sehingga kami bahas untuk menyatukan beragam masukan, pendapat, ide dan gagasan cemerlang.

Lantas Alpons bersedia mumpuni ketua panitia syukuran wisuda dan Pelipun bekap sebagai sekertaris panitia disesuaikan dengan kebutuhan kami.

Dalam durasi paling mendadak juga mendesak Jecson otomatis berhasil membuka kunci pintu kantor berita atau informasi seputar wisuda.

Berapa tenaga pekerja kantor berita?

Sebanyak delapan belas orang ditetapkan sebagai pekerja kantor berita. Mereka juga tidak jauh berbeda adalah peserta wisuda tadi.

Mereka kolaborasi pandangan dan pikiran dalam penentuan hasil pada sesuatu yang telah digagas, dirancang dan direncanakan agar segera tercapai atau terwujud.

Kantor berita terbaru itu memasang logo terlaris Uniyap dan diberi nama "Diskusi Kudis". Adalah tempat dimana kami menghimpun, berbincang dan bahkan mengupdate informasi aktual berkaitan erat dengan acara syukuran wisuda.

Mulailah kami berekspresi mengupdate informasi akurat, faktual, urgensi nan barangkali terpenting seputar persiapan bekal wisuda.

Pandangan ataupun narasi-narasi yang kami bangun dalam ruang kantor berita tak kalah penting untuk membayangkan. 

Retorika sangat bagus dan menarik, kontroversi dan bahkan kualitas bahasa cukup intelek.

Sebetulnya kami dua puluh orang pekerja kantor berita, namun dua orang belum berlibat dalam ruang "Diskusi Kudis" kantor berita seputar informasi wisuda.

Siapa yang enggan terlibat?

Pak Nason dan Bu Christin yang juga adalah peserta wisuda suku Mee. Selain delapan belas orang sudah menjadi penghuni "Diskusi Kudis" meringkus berita atau informasi seputar wisuda.

Kedua serangkai Pak Nason dan Bu Christin bakal diwisudakan sarjana strata dua magister manajemen (S2 MM) pada kampus hijau yang dikagumi mahasiswa Papua bersama.

Strata satu (S1) telah lama selesai dan sama-sama memperoleh gelar sarjana ekonomi (SE) dari kampus tercinta Uniyap Kota Jayapura.

Lebih menarik lagi, Pak Nason Utii dan Bu Christin Yogi merupakan sepasang kekasih atau suami istri yang sudah lama menikah mempunyai lima anak kandung mereka.

Tiga orang laki-laki dan dua lainnya adalah perempuan secantik bidadari, cerdik dan pandai bergaul entah siapa, kapan dan dimana pun mereka bersenda gurau.

Lelaki gimbal Nason ini merupakan wakil rakyat atau lebih dikenal dengan sebutan seorang legislator DPR Provinsi Papua selama tiga periode hingga kini.

Sosok Pak NU begitu sapaan akrab ini usia berkisar (49) masih muda. Siapa yang enggan mengenal lelaki mancung suku Mee asal Paniai yang satu ini?

Segelintir bahkan hampir semua orang Papua pelosok pun orang Indonesia telah dan sudah pasti mengenal nama lewat kabar angin ataupun melihat secara langsung akan ketampangan wajah beliau.

Christin istri tercinta Pak NU pun karim, murah senyum, baik hati, bahkan tangan kasih dan berbagi. Tidak selalu sombong. Soal hargai tamu sangat serasi dan selaras persis suaminya.

Kediaman mereka pun terbuka 1/24 jam untuk dan oleh siapa, darimana, kapan entah siapapun yang membutuhkan bantuan mereka berdua spontan merespon tanpa ditanya dalih ataupun alasan.

Kira-kira begitu soal penjelasan singkat Pak Nason sama Bu Christin menjelang akhir pendidikan strata dua.

Sekarang saya ingin mengurai lebih singkat kala persiapan bekal acara syukuran wisuda dalam rentang waktu selama satu minggu.

Tanggal 2 September 2022

Saking dekatnya wisuda, kami mulai koordinasi dengan Pak Nason lewat istrinya Bu Christin terkait acara syukuran bakal dirayakan dimana? Makan-makanan apa yang perlu kami siapkan? Berapa dana per orang?

"Kami akan menyiapkan tiga versi makanan: (1) tradisional; (2) nasional; dan (3) bakso; ditangani langsung oleh saya sendiri dibantu tenaga kerja dari pemuda Zaitun Apo. Soal tempat saya konsultasi sama bapa baru akan saya kasih info kepada panitia. Jadi, ade-ade cukup siapkan satu juta per orang dan diserahkan kepada panitia untuk digunakan saat persiapan urgen lain," ujar Bu Christin.

Lebih lanjut Bu Christin bagi tugas kepada kami hanya untuk: cari kayu, ambil daun pinang, drop batu, angkut ubi dan sayur-sayuran serta bakar batu.

"Selain itu, saya sama bapa akan menanggung semua fasilitas menjelang acara syukuran wisuda," kata Bu Christin ini acara kita bersama.

Tak menyangka kami dengan senang hati, riang gembira, penuh semangat tampak bersiap siaga memainkan adegan lelucon, unik dan super menarik dalam "Diskusi Kudis".

Tanggal 3

Jam 9.13 pagi, panitia mengajak kami angkat batu dari depan pintu gerbang kediaman Pak NU sampai halaman rumah beralamat Dok 5 Atas, Kelurahan Trikora, Kecamatan Jayapura Utara, Papua.

Tiga tumpuk batu kami meringkus habis kolaborasi beberapa tenaga adik-adik (yang tinggal satu asrama dengan saya) membantu kami angkat batu dan belah kayu bakar.

Selesai angkat batu dan belah kayu, Bu Christin menyuruh kami peserta wisuda terkhusus untuk berkumpul depan teras rumah berselang malam pukul 10.50 waktu Papua.

"Diskusi kali ini hanya Bu Christin mengecek keterlibatan kami para peserta wisuda sekaligus evaluasi kinerja keesokan hari dan selanjutnya patuh berdasarkan schedule yang dibuat oleh panitia".

Tanggal 4

Tibalah hari dimana kita photo bersama tepat di Studio Varian Photo berlokasi di Aryoko, Kota Jayapura depan jalan naik Pangdam Cenderawasih.

"Jika ade-ade merasa kualitas photonya terlihat bagus itu bisa menyelipkan dalam spanduk acara syukuran kita nanti," kata Bu Christin dalam diskusi malam tanggal 3 kepada kami.

Diminta pakaian rapi. Celana hitam kain dan baju berwarna putih, memakai sepatu hitam sekaligus dibawa atribut wisuda.*

Aduh saya tampak bingung ketika Bu Christin meminta besok memakai atribut wisuda lagi, soalnya atribut wisuda saya belum ambil masih di kampus.

Selain saya, teman-teman lain mengaku sudah lunas dan atributnya telah lama diambil, besok tinggal mereka pakai saat photo bersama di studio.

Benny juga mengaku belum mengambil atribut wisuda tersebut. Semua kawan-kawan menyimpang amarah dan benci sama kami berdua.

Mereka kasih kesempatan sampai keesokan hari sebelum jam 9.00 pagi mumpung kami putuskan photo pada pagi hari.

Sekira pukul 10.00 malam waktu Papua dengan berpikir panjang saya chat Benny lantaran teguran dan desakan keras mereka (teman-teman) secara sadis kepada kami berdua tadi.

Besok ketemu di kampus. Oke baik. Sama-sama kita berdua sepakati untuk cenderung menutupi kekurangan besok pagi hendak melenyapkan penyimpanan amarah dan kedengkian oleh mereka.

Tanggal 4

Matahari telah memancarkan sinar pagi pukul 7.30 di atas taman Udeude Park Dok 9 milik arsitektur Yan Ukago (yang tak kalah ramai oleh para pengunjung masyarakat Indonesia bahkan penjuru dunia) mengejutkan saya bangun dan tampak bersiap-siap ke kampus.

Saya parkir motor Vixi-on milikku depan pintu gerbang kampus Uniyap Kota Jayapura. Benny belum lagi muncul.

Tunggu beberapa menit lantas sama sekali Benny belum muncul juga. Saya menelepon pun (nona cantik menjawab diluar jangkauan dibalik layar).

Karena Benny belum mampir, kaki saya  bergegas melangkah kearah lantai dua ruang Pascasarjana Gedung Lama Uniyap Jayapura mengambil atribut wisuda tersebut.

Berapa langkah ke depan lurus pintu masuk bertemu seorang petugas situ. Selamat pagi Bang. Permisi mau tanya!

"Iya, gimana ade?!," seru seorang petugas dengan nada lembut sembari balik muka menatap saya.

"Saya mau ambil atribut wisuda tapi dimana ya?," tanyaku sesaat.

Petugas itu mengarahkan langkah saya masuk ke dalam ruang dimana tempat pengambilan atribut wisuda tersebut.

Dalam ruang itu ada seorang bapa memainkan jemari menatap layar komputer. Saya menyetuk pintu lantas masuk dan dipersilakan duduk di kursi depan lurus pintu masuk.

Ternyata bapa itu adalah Dosen Pembimbing 2 saya saat menyusun proposal penelitian dan skripsi, Pak Santrio. Lantas saya bersama Pak Santrio bercakap sedikit mengenai keadaan atau perkembangan kampus.

Seusai diskusi Pak Santrio menanyakan kepada saya: "Sepi ada bawa bukti pembayaran?," ada Pak jawabku.

Lalu kemudian saya keluarkan bukti pembayaran yang sudah cap basah dan ditandatangani Biro Keuangan Uniyap dan menyodorkan ke hadapan Pak Santrio.

Beliau memeriksa setiap kolom pembayaran dan ternyata beban wisuda masih cicilan (tidak sepenuh dibayar hanya sebagian).

Setelah itu Pak Santrio meminta Surat Perjanjian (SP) sebagai bukti kelayakan wisuda meskipun belum dibayar lunas.

Belum ada Pak jawabku tegang dan beliau menyarankan agar segera bertemu Bu Yanna Wakil Rektor Uniyap Jayapura.

Sehari penuh urus SP tersebut lalu saya konsultasi sama Pak Santrio di ruang kerja sekaligus menyerahkan surat perjanjian yang diminta Pak Santrio.

"Sepi pake ukuran baju apa?" tanya Pak Santrio ke saya. Tanpa basa-basi saya menjawab cukup ukuran XL saja, Pak.

Atribut wisuda (berukuran XL) cengkeram tangan lantas berpamitan keluar dari dalam ruangan itu.

"Sepi, sukses ya," kata terakhir Pak Santrio.

Selangkah sudah depan pintu sembari keluar Benny telepon. Saya angkat dan menyapa "Hallo sobat" ternyata dia miskol. Saya tidak menyampang menelpon balik pulsaku habis.

Pikiran mulai lega seolah-olah menimpa masalah besar pada diriku. Mulai merasa sangat bangga nan senang sekali.

Setiba asrama, karena saya penasaran lalu buka kanton hijau yang baru diambil bertulisan "Uniyap Jayapura" itu.

Isinya ternyata adalah segulung baju hitam panjang semacam baju ilmu hitam, topi berwarna hitam, baju berwarna kuning merah versi kalung leher terbungkus rapi dalam kanton yang baru dicengkeram.

Sungguh terasa saya dibodohi. Paling konyol. Biadab sekali pikirku. Mulai saya berbaring. Sungguh capek.

Tibalah sore. Bunyi tembakan messenger kembali bergetar panjang lagi-lagi ribut ramai dalam ruang kantor berita desak kami berapa orang.

Paling keras kepala dalam grup adalah Jemi, Yermias, Semuel, Alpons, Jecson, Yosep, Heru, Silvester, Ferdinans, Jitro, Yulius, Pelipus termasuk Benny yang belum ambil toga sama sekali ini. Hehe.

Sonya putri tunggal antara kami laki-laki pun turut berontak menunjukkan kenakalan dalam grup "Diskusi Kudis" sembari mendesak agar bergegas melangkah ke titik.

Namun pantas memberlakukan hal serupa bahwa sedikit lagi sudah mau lepas almamater atau wisuda dari kampus tercinta berwarna hijau ini.

Sandiwara lelucon yang dimainkan mereka hanya mendesak dan menegur saya sama Benny. Mereka belum tahu kalau toga saya sudah diambil tadi dan telah digenggam tangan.

Saya tidak memastikan apakah Benny sudah diambil atribut atau belum!

Ada yang share foto bertulisan toko Studio Varian Photo sudah dibuka. Saya tampak siap-siap hendak menuju ke sana. Jemi, Yermias, Alpons, Semuel lagi asyik bicara-bicara depan pintu masuk studio.

Mereka duduk menatap jalan raya malas tau dengan keadaan. Kendaraan (motor dan mobil) pun lalu-lalang dari arah Terminal Taman Mesran menuju Aryoko.

Tepi jalan tersedia warung makan milik Mbak Jawa. Tiba-tiba perut saya minta makan. Saya minta uang sama mereka,  tidak sadarkan diri punya uang 20 ribu ada dalam saku.

Saya pesan satu porsi nasi. Yermias, Semuel menyusul makan sama tempat. Jemi dan Alpons tidak makan meski uang kami berlebihan entahlah.

Sembari kami makan Jemi menegur saya: "Sob kam pu celana itu pergi ganti sudah. Bukannya kemarin putuskan pakai celana hitam".

"Saya tampak bingung. Ada apa dengan celana saya?" tunduk lihat ternyata bukan celana hitam. Jeck memang benar. Malu simpul, saya. Hehe.

Rata-rata kawan-kawan memakai celana hitam kain. Segera Jecson menyuruh saya telepon Amsal di Asrama Dok 5 dan menanyakan apakah ada celana hitam?. Katanya ada celana hitam punya Amsal dan disuruh datang ambil.

Kota Jayapura mulai redup selimuti kabut hitam pukul 6.34 sore menjelang malam. Saya bergegas menaiki motor tiba di asrama. Balik malas tahu dengan keadaan takut telat.

Setiba di tempat kita diarahkan masuk naik lantai dua oleh petugas/photografer Studio Varian Photo.

Dua hingga tiga orang masuk dalam ruang kecil memakai toga. Saya sama Yermias seorang humoris masuk di ruang kamar yang terletak di bagian ujung sebelah kanan.

Ruang kecil itu nyaris mau terbongkar setelah Yermias menceritakan hal-hal lelucon yang mudah saya tertawa sampai mata merah naik.

Semua pada tampak siap-siap. Bang Yosep masih dalam perjalanan. Motor milik Alpons juga bensin habis setelah mengantar kaka perempuan pulang dari Pasar Mama Papua, Kota Jayapura ke rumah Bhayangkara.

Kelihatan semua teman-teman pada tampak bosan menunggu Yosep sama Alpons, tidak menahan tensi tak terkendali, amarah hingga nyaris mau menangis bahkan mereka tak sudi menerima kenyataan seperti ini.

Kelihatan wajah kawan-kawan tampak memerah; satu-satunya cara adalah saya buka toga lantas jemput Alpons dimana tempat kehabisan bensin depan Kantor Pos Taman Mesran, Kota Jayapura, Papua.

Alpons dekap saya erat sekali dan kita laju. Saya nyaris mau menangis sama Alpons namun air mata tidak jatuh di lembah pipiku.

Lagian, Alpons tidak meminta terima kasih pantas karena sedikit lagi telah mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH). Hehe.

Tanggal 6

Semua aktivitas terhenti putus hanya koordinasi, konsultasi dan komunikasi masih lancar. Sama-sama kita mengikuti gladi bersih, Yermias sama beberapa kawan-kawan tidak mengikuti prosesi gladi bersih.

Tanggal 7

Adalah moment paling terbaik, terpenting, dan barangkali teristimewa dimana kami diwisudakan dari kampus Universitas Yapis Papua tepat di Gor Cenderawasih Kota Jayapura.

Lantas, acara syukuran wisuda suku Mee dilaksanakan tepat di PTC depan Terminal Taxi Umum Entrop, Kota Jayapura, Papua. (*)