Pada 16 hingga 19 Agustus 2018 lalu  bersama tiga orang teman lainya berkesempatan mengunjungi Lombok Nusa Tenggara Barat. Tak banyak yang dilakukan saat itu selain berkeliling dan mendistribusikan bantuan yang saat itu dikumpulkan oleh teman-teman yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Istimewanya saat kunjungan perdana adalah kami ikut merasakan gempa pada tanggal 19 Agustus 2018. Tak besar memang tapi cukup membuat kami paham bagaimana rasanya mengalami gempa.

Usai mendistribusikan bantuan kamipun merefeksikan apa yang akan kami lakukan untuk kemudian berpikir akan melakukan apa kedepannya. Kamipun bersepakat untuk meneruskan kegiatan ini dan memperluas keterlibatan berbagai kalangan. Saat itu disepakati kegiatan selanjutnya ini dilakukan di akhir pekan dengan pertimbangan tidak terlalu menganggu aktifitas para  peserta. Akhirnya disepakati kegiatan akan dilakukan pada Kamis sampai tanggal 6-9 September 2018.

Guna merealisasikannya maka dibentuklah grup diskusi di WhatsApp yang kemudian diberi nama Relawan 69. Nama grup diskusi 69 ini sebenarnya merujuk pada tanggal kegiatan meski kemudian ada yang menafsirkan tanggal 6 dan bulan 9 atau September yang kebetulan juga sesuai.  Ide awal kegiatan ini sendiri adalah sangat sederhana bagaimana mengemas kegiatan sosial yang melibatkan orang dari berbagai profesi .

Dengan demikian konsep kegiatan yang ditawarkan adalah peserta membiayai keperluannya sendiri dari tempat asalnya menuju lokasi. Kegiatan ini kami rancang bukan sekedar datang untuk memberikan bantuan. Kami menginginkan suatu kegiatan di mana peserta dapat tinggal dan berkerja bersama warga dan relawan lainnya. Bila perlu, sesekali merasakan gempa. Hal yang terakhir ini akhirnya juga belakangan kami alami di lokasi yang kami tuju.

Marta mengajak teman masa kecilnya, Erick dan Hafid, lalu teman  kuliahnya Tanty serta koleganya Anang yang berprofesi sebagai Hakim PTUN Manado. Ia juga mengajak Syamsul Arief, seniornya yang kini kebetulan menjadi Ketua PN Gunung Sugih, Lampung Tengah. Demikian juga Teguh yang mengajak kenalannya Rizka, seorang dokter asal Serang.

Saya sendiri mengajak Jihan Nurlela, dokter muda asal Lampung. Lalu ada Andrie yang kebetulan seorang Jaksa, dan sahabat lama saya Tirta yang berprofesi sebagai hakim. 

Tak disangka Jihan juga mengajak kedua saudaranya Sasa dan Nunik yang notabene adalah Bupati Lampung Timur serta Wakil Gubernur Lampung terpilih. Sasa sendiri adalah mahasiswa yang juga pengusaha muda. Jihan juga mengajak koleganya sesama dokter asal Kendal bernama Arya. Demikian juga Andrie yang mengajak Alfi, seorang Youtuber asal Kota Metro, untuk keperluan dokumentasi kegiatan. Tak hanya mengajak, Andrie juga menanggung akomodasi Alfi.

Dalam waktu yang relatif singkat perekrutan terus berlanjut. Keberhasilan Jihan merekrut Nunik yang kebetulan menjabat sebagai Bupati Lampung Timur membawa dampak cukup baik. Nunik ikut mengajak ajudan, beberapa kepala dinas dan seniman asal Lampung Timur.

Selain merekekrut kolega, ajakan di media sosial juga ternyata berhasil merekrut dua orang yakni Abdul Ghoffar dan Bintang. Ghoffar adalah dosen muda di UIN Raden Intan Lampung. Sementara Bintang adalah pengusaha muda pemilik perusahaan tour and travel.

Perluasan ide dan gagasan dilakukan melalui diskusi di WhatsApp. Meski belum saling-mengenal seluruh pribadi yang terlibat kami beruntung terhubung dengan orang-orang yang sejatinnya memiliki kepedulian. Diskusi-diskusi mulai intensif dilakukan tentang apa yang hendak dikerjakan hingga bantuan jenis apa yang akan kita berikan. Menariknya mereka bertanggung jawab atas usulannya masing-masing. Para dokter mengurus sendiri keperluan obat-obatan, begitu juga yang hendak mengadakan trauma healing. Semua seakan telah memahami kegiatan ini adalah inisiatif bersama dalam semangat kemandirian.

Kerja pertama kami sebagai grup adalah mengirimkan tenda untuk Warga Sumbawa. Marta adalah inisiatornya. Ia mendapatkan informasi ada tenda murah yang henda dijual pemiliknya karena kelebihan. Ide tersebut kemudian dilemparkan dalam diskusi. Hanya dalam hitungan jam 25 tenda tersebut berhasil dibeli untuk selanjutnya dikirimkan.

Kerja kedua adalah mengirimkan alat-alat tulis dan berbagai keperluan pendidikan yang diperlukan anak-anak. Kali ini adalah Erick yang berinisiatif mengirimkannya. Beruntung kolega kami di Mataram, Septia, Huda Lukoni, Reza, Aziz , Arni dll adalah mereka yang sejak awal terjun dalam penanganan gempa di Lombok. Mereka membantu penerimaan dan distribusi berbagai bantuan sejak awal. Selain menjadi korban mereka juga ikut  aktif membantu masyarakat. Mereka semua adalah mitra kerja yang hebat dan penuh dedikasi.

Kami juga membangun komunikasi dengan  rekan-rekan Search and Rescue Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI) dan Posko Indonesia Bangkit yang telah bekerja lebih dahulu di lapangan. Kehadiran para relawan regular tentu saja menjadi energy sekaligus pelipur lara bagi warga di daerah bencana.

Dari mereka kami mendapat informasi bahwa mereka tengah menggalakan program penyediaan air bersih. Diperlukan 38 mesin pompa air untuk sumur-sumjur warga. Satu pompa rencananya akan dipakai oleh empat sampa lima keluarga. Lelang kembali dilakukan dalam grup. Dalam hitungan jam lagi-lagi mesin pompa ini berhasil dibeli secara gotong-royong. Uang yang terkumpul kemudian dikirimkan untuk selanjutnya dibelanjakan oleh teman-teman kolega di Mataram.

Saat mendekati keberangkatan keperluan tenda relawan menjadi bahasan. Syamsul Arief mengambil peranan Ia membeli tiga buah tenda untuk menampung 30 sampai 40 orang relawan yang akan datang. Meski tenda tersebut akhirnya tidak kami gunakan, tapi tenda tersebut diubah menjadi kelas darurat. Bantuan yang bermanfaat untuk warga sekitar Posko kami di Desa Madain, Lombok Timur.

Seakan tengah berlomba-lomba dalam kebaikan, Nunik ikut menyumbang kaos bagi para relawan yang akan datang.  Ia juga mengabarkan bahwa para guru-guru di Lampung Timur akan ikut mendistribusikan bantuan pada saat kegiatan. Terkait hal ini kami mengkomunikasikannya dengan Posko SARMMI dan juga Posko Indonesia Bangkit.

Menjelang kedatangan diskusi bergeser menjadi soal bagaimana teknis penjemputan dan menuju lokasi. Terlebih sebagaina besar dari kami belum pernah bertemu dan baru akan bertemu di bandara. Kali ini giliran temang-teman di Mataram seperti Septi, Hafid, Huda, Reza, Aris dan kolega-koleganya yang bekerja keras. Demikian juga dengan Hafid yang memberikan bantuan kendaraan dan pendopo Wakil Gubernur untuk tempat singgah dan berkumpul sebelum menuju lokasi.

Ruang partisipasi adalah kunci. Para relawan baik yang ikut langsung maupun yang belum berkesempatan memiliki kontribusi dan partisipasi masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Semua pengalaman kerja sama dan upaya saling memahami dalam waktu yang singkat ini tentu saja berharga bagi kami para peserta kegiatan. Ide mendokumentasikan kegiatan melalui buku memang sudah menjadi bahasan diskusi kami.

Penerbitan buku ini sendiri sedari awal diniatkan bukan untuk memberikan deskripsi yang utuh tentang apa saja yang telah dilakukan. Disisi lain penerbitan buku ini dimaksudkan untuk terus mempertahankan silaturahmi kami sesama relawan. sekaligus media fund rising untuk terus membantu keberlanjutan  berbagai  upaya untuk mendukung Warga Lombok Bangkit Kembali.