“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia”. Begitu menurut Nelson Mandela, presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan yang menjadi tokoh inspiratif karena keberaniannya dalam melawan praktik apartheid di Afrika Selatan.
Yaa, Mungkin sudah tidak asing lagi jika mendengar kata Pendidikan. Bisa dikatakan pendidikan adalah sebuah instrument untuk meningkatkan parameter dalam kehidupan. Sebab, pendidikan merupakan kebutuhan tiap manusia agar mampu mengisi peran di lingkungannya bahkan bagi negaranya.
Dalam konstitusi di Indonesia dalam hal pendidikan kita tak luput dan akan selalu menjadi perhatian paling substansi dan telah di amanatkan pada pasal 31 UUD 1945 tentang pendidikan di mana pada ayat 1 “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” kemudian di lanjutkan pada ayat 2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” hal ini tentunya menjadi dasar kerangka berpikir tentang sebagaimana pentingnya arti pendidikan bagi Negara dan sudah ditegaskan juga pada pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terlepas dari itu semua, mari kita coba untuk melihat wajah buram pendidikan di bagian Timur Indonesia. Hidup dalam keterbatasan dan kemiskinan merupakan salah satu kendala untuk meningkatkan kualitas hidup. Profil pendidikan masyarakat belum menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Kualitas pendidikan kita sering digambarkan buruk.
Maka tidak heran jika pendidikan masih menjadi 'produk' yang selalu laris manis untuk membangkitkan simpati. Jika berbicara soal isu pendidikan di timur Indonesia selalu saja hangat untuk dibahas. Dimana, ada begitu banyak permasalahan yang cukup kompleks, mulai dari keterbatasan jumlah guru yang terampil, sarana prasarana yang tidak memadai, minimnya bahan pembelajaran, kurikulum yang masih berbelit-belit hingga biaya pendidikan yang tiap tahunya meningkat.
Padahal dalam pasal 31 dan 32 UUD 1945 telah diatur juga tentang pendanaan pendidikan minimal 20% dari Anggaran Belanja Pendapatan Negara (APBN) dan Anggaran Belanja Pendapatan Daerah (APBD) untuk memenuhi kebetuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Sekitar 800.000 anak putus sekolah di Indonesia timur, menurut data dari Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI). Selain itu, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) di kawasan Indonesia Timur juga masih memiliki angka buta huruf yang tinggi.
Bahkan 4 provinsi dengan presentase tertinggi penduduk yang buta huruf berasal dari provinsi di Indonesia Timur, yaitu provinsi Papua (28,35%), Nusa Tenggara Barat (26,75%), Sulawesi Barat (26,75%), dan Sulawesi Selatan (15,08%). Sementara provinsi di Indonesia Timur lain juga memiliki presentase buta huruf di atas 5%, yaitu Nusa Tenggara Timur (12,30%), Sulawesi Tenggara (11,21%), dan Papua Barat (5,65%). Hal ini menunjukkan bahwa amanat UUD 1945 tidak dilaksanakan dan direalisasikan.
Masalahnya
Philip H. Coombs salah satu asisten Mentri Luar Negeri untuk pendidikan dan kebudayaan Amerika Serikat mengatakan bahwa terdapat 5 masalah pokok dalam pendidikan. 1) Bertambahnya jumlah siswa sedangkan minimnya fasilitas sekolah, 2) Kurangnya daya dan dana untuk memenuhi kebutuhan guru, sarana prasarana, gedung, media belajar, dan lain-lain, 3) Biaya pendidikan yang semakin mahal, 4) Tidak tepatnya hasil dari pendidikan, 5) Tdak efisiennya sistem pendidikan mulai dari kurikulum, metode pembelajaran, sehingga menyebabkan keterlambatan dalam meningkatkan kemajuan IPTEK.
Di Indonesia, pendidikan tidak hanya tentang kualitas, tetapi juga tentang kesetaraan. Masih sangat banyak daerah terpencil di Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Masalah pelayanan pendidikan di seluruh Indonesia sering kali diperumit oleh berbagai faktor yang menyebabkan sulitnya pelaksanaan pelayanan pendidikan di daerah tertinggal, khususnya di Indonesia Timur. Selain sarana dan prasarana yang belum memadai, kualitas guru dan tenaga kependidikan lainnya juga dinilai tidak mumpuni.
Jika menurut Philip H. Coombs terdapat 5 masalah dalam pendidikan, di Indonesia bagian timur mungkin lebih dari pada itu, berikut 8 masalah pokok pendidikan di Indonesia timur.
1. Efektivitas Pendidikan
Indonesia memiliki sistem pendidikan yang bertujuan tidak hanya untuk memperkuat pengetahuan siswa tetapi juga karakter mereka. Tujuan dari sistem ini adalah untuk benar-benar mempersiapkan siswa untuk kehidupan nyata. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah mengambil banyak jalan dan perubahan. Salah satunya dengan kurikulum.
Tapi pernahkah kita bertanya-tanya apakah sistem pendidikan kita efektif? Apakah kurikulum yang selalu dibanggakan pemerintah karena efektif mempersiapkan generasi muda untuk hidup? Tentu saja jawabannya tidak. Pendidikan kita saat ini belum efektif apalagi di bagian Indonesia timur.
Membahas masalah efektivitas pendidikan kita sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan segala kebijakan yang dimiliki agar tercapai misi yang rencanakan. Apabila dalam penggunaannya hemat dan cermat maka bisa disimpulkan bahwa tingkat efisiensinya tinggi. Tapi yang terjadi saat ini sebaliknya.
Efektivitas pendidikan di Indonesia sangat rendah apalagi di bagian Indonesia timur. Penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu Common Goals sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pembelajaran. Bagaimana kita bisa mencapai tujuan jika kita tidak tahu apa tujuan kita? Sebab Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
2. Efisiensi Pengajaran
Membahas tentang efisiensi dalam sistem pendidikan dimana erat kaitannya dengan pemanfaatan segala kekuatan yang dimiliki agar tercapai misi yang rencanakan. Efisiensi merujuk pada penggunaan input dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. masalah efisiensi pengajaran yang akan saya bahas adalah mutu pengajarnya. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan.
Kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Sebut saja adalah salah satu sekolah mengeah atas di Halmahera Selatan, salah satu pengajarnya, mempunyai dasar pendidikan bidang Biologi namun dia mengajarkan kimia yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal semacam ini yang benar-benar terjadi di lapangan.
Masalah lain dari segi efisiensi pendidikan kita adalah soal kurikulum. Dalam beberapa tahun belakangan ini kita sudah sangaat sering menggonta-ganti kurikulum kita mulai Kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum KTSP 2006, kurikulum 2013 dan yang terbaru adalah kurikulum merdeka.
Pertanyaannya apakah di Indonesia timur khususnya di pelosok-pelosok desa sudah terlaksanakan dengan adanya pergantian kurikulum yang signifikan ini? Dengan kebijakan semacam ini sangat disayangkan system pendidikan kita akhirnya membuat bingun para pendidik dan peserta didik.
3. Standarisasi pendidikan
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa saya dalam pengunkapan mungkin saja adanya bahaya yang tersembunyi yaitu adanya pendidikan yang terkekang oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut. Pelajar Indonesia, khususnya di Indonesia bagian timur, terkadang hanya memikirkan bagaimana mencapai jenjang pendidikan saja dan bukan bagaimana menjadikan pendidikan itu efektif dan bermanfaat.
Tidak peduli bagaimana hasil yang diperoleh, atau lebih tepatnya nilai yang diperoleh, yang terpenting adalah mencapai nilai di atas standar. Hal di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seakan kehilangan makna karena standar kualifikasi yang terlalu preskriptif. Hal ini jelas menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia
4. Kualitas sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi di bagian Indonesia timur yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan sangat memprihatinkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
5. Kualitas Guru
Kondisi gurunya juga sangat memprihatinkan. kebanyakan guru masih belum memiliki kemampuan profesional yang memadai untuk memenuhi tugasnya yang disebutkan dalam pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003, yaitu, perencanaan pembelajaran, penyampaian pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, pendampingan, pelatihan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sekalipun guru tidak sendiri menentukan keberhasilan pendidikan, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi. Sebagai cermin mutu, guru memiliki andil yang sangat besar dalam mutu pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Kesejahteraan Guru
kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus di perhatiakan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di kalangan pendidik. berdasarkan UU No 40/2005 tentang guru dan dosen pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang hak dan kewajiban, di antaranya bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan, berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi berbagai tunjangan profesi, fungsional dan tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil.
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendah atau tidaknya kualitas pendidikan di Indonesia. berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005 idealnya seorang guru PNS menerima gaji bulanan Rp. 3000.000 sedangkan sekarang pendapatan rata-rata guru PNS perbulan sebesar Rp.1.500.000, guru bantu Rp. 500.000 dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp.10.000/jam. dengan pendapatan yang minim seperti itu menyebabkan banyak guru yang bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sehingga guru tidak fokus dalam pendidikan, bagaimana menjadi pendidik yang baik, menyiapkan materi yang akan di sampaikan, menyusun RPP dan itu semua bisa jadi terbengkalai dan menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di indonesia. masih jauh dari kata sejahtera.
Lantas jika masih ada pertanyaan apakah ada hubungannya kesejahteraan guru dengan kualitas pendidikan? Sungguh pertanyaan yang sangat dangkal dan tak perlu dipertanyakan. Pasalnya peran guru pada kegiatan mencerdaskan bangsa bukan saja penting, bahkan menjadi fondasi peradaban.
7. Rendahnya presestasi siswa
Dengan keadaan rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Padahal langkah awal peningkatan kualitas SDM salah satunya dengan mendorong kebiasaan membaca buku, terutama untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang berkualitas.
Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) ada total 79 negara yang berpartisipasi, bertambah tujuh negara dari tes 2015. Totalnya ada 600 ribu murid sekolah yang berpartisipasi dari seluruh dunia. Berdasarkan laporan PISA menunjukan, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara. Ini menjadi catatan khusus bagi pemerintah untuk dapat mengoptimalkan pendidikan kita.
8. Mahalnya biaya pendidikan
“Orang miskin dilarang sekolah” itulah salah satu buku karangan Eko Prasetyo. Buku yang bercerita soal praktik-praktik pemerintah dan sekolah dalam menentukan biaya sekolah. pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Padahal pada pasal 31 UUD 1945 tentang pendidikan dimana pada ayat 1 “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidika” kemudian di lanjutkan pada ayat 2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Biaya pendidikan yang kian meningkat menjadi masalah besar pagi orang tua. Bahkan merujuk pada laman Badan Pusat Statisitk, biaya pendidikan naik hingga 10% -15% per tahunya. BPS juga mencatat bahwa biaya pendidikan menjadi salah satu pengeluaran terbesar bagi masyarakat. Kondisi tersebut yang menjadi penyebab banyaknya anak yang putus sekolah lntaran tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar uang sekolah.
Penutup
Demikian gambaran wajah buram pendidikan yang ada di Indonesia khususnya bagian timur. Sangat memprihatinkan, Bukan hanya permasalahan sarana dan prasarana pendidikan, bahkan orang-orang yang seharusnya menjamin pendidikan di Indonesia pun justru mencuri hak-hak anak-anak bangsa dengan melakukan korupsi dana pendidikan yang seharusnya dapat dimanfaatkan bersama untuk kepentingan generasi muda Indonesia.
Pendidikan yang hanya terpusat atau terfokus di daerah perkotaan atau yang mudah terjangkau merupakan permasalahan utama di Indonesia. Sementara di daerah terpencil atau daerah perbatasan justru kurang perhatian bahkan dicampakkan.
Sebagai penutup tulisan ini, Semoga setiap harapan untuk pendidikan Indonesia di masa depan dari setiap warganya dapat terealisasi bertahap. Tentunya ini bukan tanggung jawab satu pihak. Kita tidak bisa mengandalkan Kementerian saja, lembaga pendidikan, atau bahkan mengembankan tanggung jawab kepada guru saja. Ini tentang kerja sama dari seluruh warga Indonesia untuk saling bahu membahu demi pendidikan yang lebih baik. Lembaga pendidikan harus bisa menjadi media untuk merekatkan kerja sama antara guru, orang tua, dan siswa itu sendiri.
“hanya pendidikan yang bias selamatkan masa depan, tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin akan bertahan”
~Najwa Shihab~