Waduk Napung Gete yang berada di wilayah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur merupakan satu dari 49 waduk yang akan dibangun di wilayah Indonesia oleh pemerintahan Jokowi-JK. Khusus untuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT),  Waduk Napung Gete merupakan salah satu waduk yang masuk dalam nominasi segera dibangun setelah waduk Raknamao dan Rotiklod di daratan Timor.

Dalam perencanaanya, pembangunan waduk Napung Gete akan dikerjakan selama 3 (tiga) tahun dan menelan biaya sebesar 800 miliar, dana ini bersumber dari APBN. Waduk Napung Gete akan dibangun di atas lahan seluas 161,61 ha dengan lebar puncak mencapai 600 meter dan panjang puncak 560,97 meter. Debit air yang akan mengaliri waduk mencapai 200 liter per 1 (satu) detik. Waduk raksasa Napun Gete akan dikerjakan oleh PT Nyndya Karya.

Pembangunan waduk ini akan melintasi Dusun Lalabura Desa Ilin Medo yang ditempati warga sebanyak 64 Kepala Keluarga. Di atas lahan yang akan dilalui dan digenangi air, terdapat pemukiman penduduk, kuburan warga, tanaman pertanian dan perdagangan, lembaga pendidikan sekolah dasar serta sarana ibadah.

Pembangunan Waduk Napung Gete tentu membawa manfaat besar bagi warga masyarakat di Kabupaten Sikka. Selain bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, mengairi areal persawahan sekitar 230 ha yang terdapat di 7 (tujuh) kecamatan, menghasilkan listrik tenaga air sebesar 1 Megawatt, waduk Napung Gete juga akan menjadi salah satu objek wisata.

Sebelum rencana kunjungan Presiden Jokowi untuk melaksanakan seremoni peletakan batu pertama di lokasi pembangunan waduk yang dijadwalkan tanggal 13 Desember 2016 ( namun batal), telah dilakukan rangkaian seremoni adat berupa upacara Tie Uhe, yaitu upacara buka pintu atau bukan jalan untuk sebuah pembangunan yang masih baru. Sedangkan Piong Ekak adalah upacara pemberian makan kepada leluhur di lokasi pembangunan Waduk.

Upacara Tie Uhe dan Pingo Ekak merupakan seremoni awal pembangunan waduk yang dilanjutkan dengan pembukaan jalan masuk menuju lokasi pelaksanaan proyek. Sebelum serentetan seremoni dilakukan, telah dibuat nota kesepakatan bersama antara Bupati Sikka Yoesph Ansar Rera, Ketua DPRD Sikka Rafael Raga dan masyarakat (pemilik lahan) di sekitar dan di lokasi pembangunan Waduk Napung Gete.

Nota kesepakatan tersebut dibuat di Desa Ilin Medo Kecamatan Waiblaman Kabupaten Sikka.

Salah satu poin penting yang menjadi pegangan warga adalah pembayaran tanah dan aset berupa hasil pertanian/perdagangan bagi para pemilik lahan yang sedianya akan direalisasi pada tanggal 31 Desemmber 2016, namun sampai saat ini belum terealisasi.

Buntut dari nota kesepakatan yang tak kunjung realisasi oleh pemerintah Kabupaten Sikka, munculah aksi-aksi sporadis di tengah masyarakat. Ada yang melakukan aksi secara santun dengan mendatangi DPRD setempat, ada pula warga yang berencana melakukan pemblokiran lokasi pembangunan waduk dan ada pula yang menggerutu lantaran lahan dan tanaman ludes digusur.

Kepada warga desa Ilin Medo, aksi-aksi semacam ini wajar dan sah adanya, dan yang paling penting adalah tidak mengganggu dan menghambat pembangunan karena ini bertujuan untuk kepentingan masyarakat banyak. Rakyat Ilin Medo berhak menuntut ganti rugi kepada pemerintah kabupaten Sikka, tetapi tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

Terhadap reaksi dan aksi warga masyarakat sekitar lokasi pembangunan waduk Napung Gete, pertanyaanya yang muncul adalah, dimanakah nurani DPRD dan pemerintah Kabupaten Sikka setelah mendengar rintihan masyarakat Ilin Medo yang kehilangan lahan pertanian, hancurnya tanaman dan hidup dililit hutang? Kapan hasil kesepakatan antara Bupati, DPRD dan warga Ilin Medo akan terealisasi?

Hemat saya, masalah internal birokrasi yang tidak beres, birokrasi yang carut-marut hendaknya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak merealisasikan dana ganti rugi tahap pertama kepada masyarakat. Karena faktor kelalaian dan kendala teknis yang dialmi oleh pemerintah Kabupaten Sikka saat ini jelas-jelas menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Ilin Medo (dusun Lelabura).

Bekerja profesional, tepat janji adalah dambaan semua warga masyarakat Kabupaten Sikka, terutama warga Ilin Medo (Dusun Lalabura) yang saat ini sedang merintih. Pemerintah harus bekerja ekstra menghilangkan image bahwa kebijakan pemerintah membangun waduk raksasa Napung Gete yang pada intinya membawa kesejahteraan masyarakat berubah menjadi keresahan.

Setelah mendengar rintihan dan keluhan dari warga masyarakat Ilin Medo (Dusun Lelabura) ditengarai ada banyak hal yang tidak jelas di sana, mulai dari perencanaan yang semrawut, biaya ganti rugi yang belum diketahui nilai nominalnya, ganti rugi yang belum direalisasi, lokasi tempat pemukiman baru bagi warga yang lokasinya telah dijadikan area pembangunan waduk, pemindahan kubur-kubur warga, tempat-tempat ritus, lembaga pendidikan hingga tempat ibadah.

Ini adalah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh pemerintah Kabupaten Sikka. Miris ketika membaca berita tentang kondisi para pemilik lahan yang saat ini hidup tanpa lahan pertanian dan perkebunan, mereka kehilangan sumber pendapatan. Kehidupan masyarakat sangat menderita dan hidup mengandalkan utang.

Mimpi petani Lelabura, Desa Ilin Medo untuk memanen hasil pertanian tinggal kenangan, tahun ini mereka tidak bisa menanam, nenas sudah habis, pisang juga habis digusur, kemiri belum sempat dipungut sudah digusur, mahoni dan jati belum sempat dipotong untuk dijadikan bahan bangunan dan dijual sudah digusur. Kini kehidupan masyarakat sedang merana dan meradang.

Sebagai kompensasi atas kerugian materi, masyarakat Lelabura desa Ilin Medo melalui Forum Petani Napunggete telah membangun kesepakatan bersama tentang besaran ganti rugi lahan yang akan dibayar oleh pemerintah Kabupaten Sikka.

Besaran ganti rugi lahan yang diinginkan masyarakat antara: lahan yang  letaknya di pesisir area aliran Rp 50.000/m², area tengah sebesar Rp 75.000/m², lahan yang terletak di pinggir jalan senilai Rp 100.000/m² sementara lahan yang berada di area persawahan nilainya Rp150.000/². Ini baru ganti rugi lahan, belum termasuk tanaman.

Terhadap penawaran ini pemerintah harus bertindak bijaksana, memberikan ganti rugi lahan yang manusiawi dan tidak mengormbankan masyarakat secara sepihak. Tidak hanya ganti rugi, tetapi pemerintah juga harus memikirkan tentang lokasi baru untuk pemukiman warga, menyiapkan lahan pertanian baru, seremoni dan pemindahan kubur-kubur warga, pembangunan lembaga pendidikan dan sarana ibadah bagi warga masyarakat setempat.

Jika pemerintah memenuhi semua hal tersebut di atas maka keberpihakan negara terhadap warga negara menjadi jelas dan terukur, tidak tersandung pada masalah pelanggaran HAM seperti yang sudah didengungkan beberapa media cetak dan elektronik sebelumnya. Melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak warga negara adalah tanggung jawab negara (pemerintah) yang mau tidak mau harus dipenuhi. Semoga!