Kudeta militer yang terjadi di Myanmar tepatnya pada 1 Februari 2021 lalu cukup menggemparkan dunia. Pasalnya pihak pro-demokrasi Aung San Suu Kyi ditangkap dan dikudeta oleh pihak junta militer Myanmar. Menurut pihak militer Myanmar kemenangan Aung San Suu Kyi merupakan sebuah kecurangan dalam pemilihan umum yang dilakukan pada 8 November 2020 lalu.

Diketahui bahwa sebelumnya Myanmar di bawah pemerintahan militer. Namun pada tahun 2015, kemenangan mutlak kepada Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) dalam parlemen. Dimana hal ini merupakan kali pertama Myanmar dibawah pemerintahan demokrasi setelah 25 tahun di bawah pemerintahan militer.

Setelah pemilihan umum yang dilaksanakan tepatnya pada 8 November 2020 lalu, ternyata partai Aung San Suu Kyi kembali meraih kemenangan. Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi memenangkan 396 suara dari 476 total suara, sedangkan pihak militer oleh partai Union Solidarity and Development (USD) yang dipimpin oleh Than Htay hanya mendapat 33 suara saja.

Kemudian, pihak militer partai Union Solidarity and Development (USD) menganggap bahwa telah terjadi kecurangan dalam pemilihan tersebut. Mereka tidak terima dan menginginkan untuk melakukan pemilihan umum ulang. 

Namun, komisi pemilihan umum Myanmar menolak telah terjadi kecurangan pada partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) seperti apa yang dikatakan oleh pihak militer Union Solidarity and Development  (USD).

Setelah penolakan oleh komisi pemilihan umum, pihak militer yang dipimpin oleh Jenderal Senior Ming Aung Hlaing kemudian melakukan tindakan kudeta kepada Aung San Suu Kyi. Pihak militer melakukan aksi protes agar permintaan untuk melakukan pemilihan umum ulang.

Kudeta militer dan kepemimpinan otoriter merupakan masalah yang terus dialami oleh masyarakat Myanmar dalam mewujudkan pemerintahan yang demokrasi. Dapat kita katakan bahwa Myanmar mengalami krisis kemanusiaan dan demokrasi di dalamnya.

Menurut laporan Asosiasi Pendamping Tahanan Politik (AAPP) terhitung sejak kudeta militer pada 1 Februari hingga 16 Mei 2021 terdapat 796 korban tewas yang diantaranya merupakan masyarakat sipil dan aktivis.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak junta militer terhadap pihak pro-demokrasi ini mendapat kecaman dari negara-negara di dunia.

Indonesia merupakan negara anggota ASEAN yang selalu ikut mengambil peran dalam upaya damai. Sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yaitu bebas dan aktif. Bebas artinya adalah bebas menentukan sikap, sedangkan aktif artinya adalah aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif mendorong diplomasi damai terhadap kasus kudeta di Myanmar.

Indonesia berusaha untuk menyatukan semua pandangan-pandangan negara anggota ASEAN dalam menyikapi kasus gejolak politik kudeta Myanmar ini. Indonesia disini bersikap netral dan objektif dalam menyampaikan informasi antar anggota ASEAN atau yang dikenal dengan Shuttle Diplomacy. 

Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Thailand Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mendukung agar tercipta diplomasi damai. Selain itu juga melalui The Human Rights Council Special Session yang diselenggarakan pada 12 Februari 2021 di Myanmar, Indonesia dalam hal ini menyuarakan kepada Myanmar agar menegakkan prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional.

Kemudian, Menteri Retno Marsudi dalam menanggapi krisis di Myanmar menyatakan bahwa Indonesia bersama dengan ASEAN akan terus berupaya untuk memberikan kontribusinya dalam menemukan solusi terbaik bagi warga masyarakat Myanmar.

Namun, rincian proposal yang disusun oleh Menteri Retno Marsudi dalam pertemuan khusus ASEAN ternyata bocor. Sehingga hal tersebut menimbulkan polemik kepada masyarakat Myanmar. Detail dalam proposal tersebut adalah terkait usulan agar junta militer Myanmar berjanji untuk menyelenggarakan pemilihan umum kembali setahun kedepan. 

Dalam dokumen proposal tersebut juga mendesak junta militer Myanmar untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dan politisi partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) serta mengizinkan untuk mengikuti pemilihan umum tersebut. Sebenarnya, opsi tersebut sebagai kompromi dapat diterima, namun sangat disayangkan bahwa hal tersebut memicu kemarahan pihak pro-demokrasi. 

Hal ini dikarenakan mendukung untuk mengadakan pemilihan umum ulang sama saja mendukung pihak militer melakukan kudeta. Pihak pro-demokrasi juga menentang dan mendesak untuk mengakui kemenangan NLD pada pemilihan umum November 2020 lalu.

Tidak hanya itu saja, upaya yang dilakukan Indonesia dalam diplomasi damai bagi Myanmar adalah pembuatan join statement dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah pada 5 April 2021 lalu.

Indonesia juga mewadahi pertemuan para pemimpin ASEAN untuk merespon masalah tersebut. Presiden Indonesia Joko Widodo menggelar pertemuan ASEAN Leaders Meeting (ALM) di mana dalam pertemuan tersebut dihadiri para pemimpin negara-negara anggota ASEAN. Dalam pertemuan yang diselenggarakan pada 24 April 2021 di Jakarta ini menghasilkan Five-Point Consensus. 

Five-Point Consensus sendiri merupakan bentuk inisiasi agar terciptanya perdamaian dan solusi bagi Myanmar yang diberikan oleh negara-negara anggota ASEAN dan didukung oleh aktor internasional yaitu Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, Cina, Amerika Serikat, dan Australia.

Jika kita lihat upaya yang dilakukan Indonesia dalam menanggapi dan menjadi penegah pada masalah kudeta di Myanmar ini, dapat mencerminkan bagaimana peran politik luar negeri bebas dan aktif Indonesia dalam upaya diplomasi damai Myanmar.