UNHCR, Badan Pengungsi PBB, adalah organisasi global yang didedikasikan untuk menyelamatkan nyawa, melindungi hak dan membangun masa depan yang lebih baik bagi para pengungsi, komunitas yang dipindahkan secara paksa, dan orang-orang tanpa kewarganegaraan.
Indonesia belum menjadi pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967 serta belum memiliki sistem penetapan status pengungsi.
Oleh karena itu, pemerintah memberi wewenang kepada UNHCR untuk menjalankan misi perlindungan pengungsi dan menangani masalah pengungsi di Indonesia.
Pada akhir tahun 2016, Presiden Republik Indonesia telah menandatangani Keputusan Presiden tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Keputusan presiden berisi definisi kunci dan mengatur identifikasi, tempat tinggal dan perlindungan pencari suaka dan pengungsi.
Ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Presiden diharapkan segera berlaku. Hal ini akan memungkinkan pemerintah Indonesia dan UNHCR untuk bekerja sama lebih erat dalam pendaftaran bersama pencari suaka.
Baru baru ini Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Indonesia dikritik otoritas Imigrasi karena menghindari tanggung jawab dalam mengurus pengungsi Rohingya. Kritik itu muncul setelah bentrokan baru-baru ini antara para pengungsi dan penduduk lokal di Aceh.
Provinsi Aceh terletak di bagian utara Pulau Sumatera tempat ratusan pengungsi Rohingya datang selama bertahun-tahun. Pada awalnya, penduduk setempat sangat ingin membantu, tetapi Imigrasi telah menerima laporan tentang meningkatnya ketegangan sosial.
Sebelumnya diketahui bahwa Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) belum dapat memastikan lokasi pemindahan sebanyak 203 orang imigran etnis Rohingya yang mendarat di pesisir pantai Aceh Utara. Staf Perlindungan Pengungsi UNHCR Indonesia Nurul Fitri Lubis, Kamis 17 November 2022, menyatakan masih berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, utamanya Pemerintah Aceh
Pada Selasa 24 November 2022, terjadi bentrokan di Aceh utara antara warga lokal dengan pengungsi Rohingya. Lebih dari 100 pengungsi yang baru tiba terlibat dalam insiden tersebut.
UNHCR dikritik karena hanya membagikan sertifikat, bukan bantuan nyata bagi para pengungsi. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) juga menerima teguran dari Imigrasi.
“UNHCR dan IOM harus ambil bagian dalam mengelola pengungsi yang datang dari luar negeri. Jangan lepas dari tanggung jawab dengan hanya memberikan sertifikat pengungsi yang dengannya para pengungsi dapat berperilaku sesuka mereka di sini, dan menjadi masalah sosial di Indonesia,” kata Pj Dirjen Imigrasi, Widodo Ekatjahjana, dalam keterangan resminya, Jumat, 23 November 2022.
Widodo menjelaskan bahwa otoritas Imigrasi memiliki tugas untuk mengumpulkan data dari para pengungsi, termasuk dokumen dan identitas mereka. Namun UNHCR sebagai perwakilan dari PBB juga memiliki tanggung jawab untuk membantu di Rumah Detensi Imigrasi.
“Penyediaan hak-hak dasar para pengungsi di tempat penampungan atau shelter Rumah Komunitas, seperti air bersih, makanan, minuman, dan pakaian, pelayanan kesehatan, dan fasilitas ibadah sepenuhnya menjadi tanggung jawab UNHCR dan IOM,” kata Widodo.
Provinsi Aceh terletak di bagian utara Pulau Sumatera tempat ratusan pengungsi Rohingya datang selama bertahun-tahun. Pada awalnya, penduduk setempat sangat ingin membantu, tetapi Imigrasi telah menerima laporan tentang meningkatnya ketegangan sosial.
Pj Dirjen Imigrasi Widodo Ekatjahjana menyayangkan sikap Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Ia menilai kedua organisasi tersebut tidak mengambil peran menangani pengungsi Rohingya dan perlu mengambil tindakan lebih dalam menangani pengungsi asing. Oleh karena itu, keberadaan pengungsi menimbulkan masalah sosial di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Widodo di Jakarta, Jumat 25 November 2022 menanggapi penolakan pengungsi Rohingya oleh warga di Lhokseumawe, Aceh Utara. Pj Dirjen Imigrasi Widodo Ekatjahjana menyayangkan sikap Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Ia menilai kedua organisasi tersebut perlu mengambil tindakan lebih dalam menangani pengungsi asing.
Widodo menjelaskan, dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, Keimigrasian melalui Rumah Detensi Imigrasi berperan dalam pendataan dengan memeriksa dokumen perjalanan, status keimigrasian, dan identitas. Selanjutnya petugas Rumah Detensi Imigrasi akan berkoordinasi dengan PBB melalui kantor High Commissioner for Refugees di Indonesia.
Dalam penampungan pengungsi dari luar negeri, Imigrasi berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota setempat untuk mengangkut dan menempatkan pengungsi dari tempat asalnya ke tempat penampungan.
Seperti dilansir Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Lhokseumawe, Selasa, 24 November 2022 malam, terjadi penolakan warga terhadap kedatangan pengungsi Rohingya yang berusaha mendobrak eks kantor Imigrasi Lhokseumawe di gerbang Puenteut dengan merusaknya mengunci dan langsung masuk, tanpa izin sebelumnya.
Warga di Wilayah Puentuet melihat keramaian. Mereka tahu orang-orang Rohingya telah dibawa, dan mereka segera berkumpul di lokasi dan menolak kedatangan orang-orang Rohingya.
Hingga saat ini, belum ada informasi lebih lanjut terkait penempatan kelompok etnis Rohingya tersebut, dan masyarakat di Puentuet masih berjaga-jaga di depan gedung bekas Kantor Imigrasi untuk mengantisipasi kembalinya kelompok Rohingya ke daerahnya.
Sementara masyarakat di Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara, memindahkan secara paksa 111 pengungsi Rohingya, yang terdampar di wilayah itu sejak dua pekan lalu, ke kantor bupati.
Perpindahan tersebut disebabkan oleh ketidakjelasan dari lembaga terkait mengenai perumahan bagi pengungsi Rohingya. Seratus pengungsi Rohingya itu diangkut ke kantor Bupati Aceh Utara menggunakan dump truk pada Kamis 24 November 2022 sore.