Sikap penuh kasih dan keramahan yang terpancar oleh Chihiro dalam kehidupan sehari-hari tidak berasal dari kehidupan yang biasa-biasa saja. Ia memendam banyak pengalaman dan luka batin yang masih ia proses sepanjang waktu. Sejatinya ia merasa kesepian. Ia merasa hidup sendiri, dan merasa asing dengan keluarga kandung bahkan orang sekelilingnya.
Film besutan sutradara Rikiya Imaizumi ini merupakan film drama bertema slice of life terbaru di Netflix. Film yang memiliki judul internasional “Call Me Chihiro” ini pertama kali tayang di Netflix pada 23 Februari 2023 lalu. Film ini diangkat dari manga bergenre slice of life “Chiriosan" karya Hiroyuki Yasuda.
Apabila Anda adalah penikmat film yang berplot cepat, setiap lima menit ada kejadian seru yang membuat karakternya beraksi, maka film ini bukan untuk Anda. Tetapi kalau Anda membiarkan diri Anda mengalir, menyepi dari kehidupan yang serba cepat, mungkin Anda dapat menangkap keindahan seperti yang saya tangkap dalam film ini.
Penonton diajak untuk menyelami perjalanan Chihiro (Kasumi Arimura) yang memiliki masa lalu seorang pekerja seks di sebuah panti pijat. Chihiro yang sudah berhenti, memilih menjadi penjaga toko bento di kota kecil di tepi laut.
Dalam film berdurasi 131 menit ini, Chihiro digambarkan sebagai karakter perempuan muda usia 29 tahunan yang selalu memancarkan aura positif dan penuh kasih sayang terhadap lingkungan sekelilingnya. Ia melakukan hal itu bukan karena tuntutan pekerjaan, melainkan memang diri dia yang seperti itu. Tidak hanya kepada pelanggan toko, terhadap orang baru ia juga melakukan hal yang serupa.
Chihiro menebar kebahagiaan pada orang lain
Suatu hari setelah pulang dari Toko Bentu tempat ia bekerja, ia bertemu seorang ojisan (kakek) tunawisma yang sedang diganggu oleh anak-anak kecil. Tidak hanya melerainya, Chihiro juga mengajaknya makan berdua dengan bento yang ia bawa.
Karakter lain yang juga memperoleh kebaikan Chihiro adalah seorang gadis remaja, Okaji (Hana Toyoshima) yang mengaguminya. Ia sering diam-diam motret Chihiro, hingga suatu hari mereka bertemu dan saling mendengar satu sama lain.
Meskipun dari keluarga yang berada, Okaji merupakan potret anak yang tidak memperoleh kasih sayang dan komunikasi yang baik dari kedua orangtuanya. Di bagian akhir film tidak diberikan closure dari masalah Okaji, hanya menampilkan Okaji yang menangis saat ia makan di keluarga seorang anak laki-laki bersama ibunya yang seorang PSK.
Sebagai penonton kita tidak dijelaskan gamblang masalah dari Okaji, bisa dibilang penonton hanya diajak untuk memahami apa yang dirasakan karakternya.
Selain itu ada juga teman lama Chihiro yang saat ini masih bekerja sebagai PSK yang sering datang ke rumah Chihiro. Ia terlihat kagum terhadap Chihiro yang kini sudah meninggalkan dunia malam. Ia sempat mengira bahwa Chihiro sering tidur dengan mantan bosnya.
Bos lama Chihiro bertemu kembali dengan Chihiro di sebuah festival. Banyak yang mengira bahwa Chihiro sering tidur dengan mantan bosnya tersebut. Tapi hal itu dibantahkan dari sikap bosnya yang sangat menghargai Chihiro.
Menurut mantan bosnya tersebut, sikap Chihiro memanglah unik, dia adalah mantan pegawainya yang paling sulit dipahami. Dalam sebuah perjalanan ke makam, Chihiro menyampaikan bahwa ia melihat mantan bosnya tersebut seperti Ayahnya sendiri.
Sebaliknya, mantan bosnya juga sangat menyayangi Chihiro layaknya anak gadisnya sendiri. Inilah mengapa mantan bosnya pun tak sedikitpun terbesit pikiran untuk menidurinya.
Ada dialog menarik yang disampaikan oleh Chihiro tentang hubungan laki-laki dan perempuan.
“Apakah hubungan laki-laki dan perempuan harus selalu urusan asmara?”
Dialog dengan mantan bosnya tersebut memperkuat bahwa ikatan batin diantara mereka bukanlah hubungan atas dasar asmara, melainkan layaknya kasih sayang antara seorang Ayah dan anak perempuannya.
Pacing sangat lambat
“Call Me Chihiro” menampilkan genre film dengan banyak adegan still frame, tidak banyak shot yang bergerak. Misalnya hanya memperlihatkan Chihiro berjalan di pinggir pantai, menarik nafas panjang, merenung tanpa dialog, atau duduk sambil makan bersama pengemis tua tanpa dialog, atau duduk di kompleks kuburan dengan berdiam diri.
Saya menyebut film ini sebagai film meditatif. Mengajak kita untuk diam, tenang dan merasakan sesuatu yang mengalir dalam diri kita. Bagi orang yang suka film dengan alur cepat dan penuh pergerakan mungkin ini akan terasa membosankan.
Melalui film ini penonton akan merasakan bagaimana menjalin hubungan baik dengan orang lain, tanpa rasa keterikatan, tulus, tanpa menghakimi, dan penuh empati. Karakter Chihiro juga saya rasa menyampaikan pesan untuk melihat manusia, sebagai manusia, titik. Tanpa penilaian baik atau buruk, tanpa memandang identitas, kelas sosial dan atribut lainnya.
Mungkin film ini tidak akan mendapat banyak perhatian publik dan juga bukan yang akan saya tonton berulang kali. Tetapi setiap kali saya merasa hampa, saya pasti akan menonton film ini lagi, atau setidaknya mengingat bagaimana karakter Chihiro hidup dan menjalani kehidupan.
Melalui film ini juga kita diajak untuk menerima perasaan kita bersama-sama, dengan penuh kasih. Rasa sepi tidak selalu membuat kita menderita.