Ibarat dedaunan, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat ini berada dalam keadaan layu dan kering, sudah dimakan oleh ulat, dan tidak lagi mampu menghijaukan alam. Ibarat bunga, HMI saat ini sedang mengalami kelayuan dan tidak sedap serta tidak indah dipandang. HMI sudah tak mampu lagi mempertahankan sejarah perjuangan bangsa.
Selain itu, jika diibaratkan seorang manusia, usia HMI dapat dikatakan sudah memasuki masa senja, layaknya kakek tua yang telah renta dan tertatih-tatih saat berjalan. Begitulah kondisi Himpunan Mahasiswa Islam saat ini.
Apa sebenarnya yang menjadi penyebab kemunduran HMI, organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di republik Indonesia itu? Pertanyaan ini kiranya penting untuk di jawab oleh setiap kader HMI generasi masa kini. Dalam hal ini, penulis memiliki beberapa pandangan tentang musabab kemunduran HMI.
Kemunduran pertama disebabkan oleh konflik internal yang terjadi dalam tubuh HMI, baik pada level paling rendah, hingga tingkatan tertinggi. Kedua, banyaknya kader HMI saat ini yang terperangkap dalam sikap "pragmatis". Ketiga, kader HMI saat ini terjebak pada romantisme sejarah, sehingga tidak sedikit dari mereka yang saat ini masih terlena dengan kisah-kisah kejayaan di masa lalu.
Banyaknya kritikan yang muncul ke permukaan, baik dari internal HMI sendiri maupun dari luar HMI, merupakan sentilan bagi kader HMI saat ini. Kritisisme yang demikian itu cukup penting, demi membangkitkan kembali eksistensi organisasi ini di tengah bangsa Indonesia.
HMI Era Kini. Eksistensi Himpunan Mahasiswa Islam saat ini dianggap terlalu ekslusif, elitis dan terkesan tidak merakyat. Tidak hanya berhenti sampai di situ, tradisi Intelektual dalam tubuh HMI pun saat ini sudah memudar. Padahal, sudah sejak lama organisasi ini dikenal sebagai organisasi yang memegang teguh tradisi Intelektual.
Dimanika Kongres ke-28 yang begitu rumit, begitu juga dengan megahnya Milad HMI ke-68 yang diselenggarakan pada tanggal 5 Febuari 2015 di gedung JCC Senayan, menuai banyak sorotan dari masyarakat. Selain itu, khusus untuk kasus Riau, banyaknya dana APBD yang dikeluarkan dalam Kongres HMI di Riau, kembali meletuskan kritik tajam untuk organisasi mahasiswa yang satu ini.
Berbagai kritikan yang ditujukan tersebut sudah seharusnya merangsang koreksi internal HMI demi perbaikan organisasi di masa yang akan datang. Kritik ibarat sebuah cermin, dengan adanya cermin kita bisa tahu bahwa ternyata baju kita tidak rapi, rambut kita tidak teratur, wajah kita nampak kusam karena debu-debu yang menempel.
Singkatnya, kritikan tersebut hadir agar kita dapat melakukan evaluasi atas kekurangan-kekurangan yang ada. Tugas besar dipikul oleh kader HMI terutama pada tingkatan Pengurus Besar HMI Periode 2015-2017 yang dikomandoi oleh formatur terpilih, kanda Mulyadi P. Tamsir.
Peran & Tanggung Jawab. Pelantikan Pengurus Besar HMI dilaksanakan di Ciputat. Hal yang perlu disadari oleh segenap kader juga Pengurus Besar HMI, bahwa kondisi bangsa Indonesia masih jauh dari kesejahteraan, dan bisa dikatakan masih terbelakang. Maka, misi HMI sudah sepatutnya mesti dan harus terus diperjuangkan. HMI bukan hanya peduli, tapi juga ikut bertanggung jawab atas kondisi bangsa yang hari ini tengah berlangsung.
Penulis memiliki asumsi, tidak berlebihan jika mengatakan bahwa apabila ingin memperbaiki nasib dan kondisi orang lain, maka yang harus dilakukan pertama kali ialah memperbaiki diri sendiri.
Agar “daun” ini tidak kering selamanya, perlu ada upaya yang serius dan sistematis untuk melakukan penyegaran atasnya. Dengan demikian, Himpunan Mahasiswa Islam dapat terus "hijau" sepanjang hari, sejuk dipandang mata.
Upaya penyegaran HMI itu antara lain bisa dilakukang dengan melakukan siraman-siraman intelektual dan kesadaran bagi para kadernya. Siraman intelektual dan kesadaran di sini dalam arti, menghidupkan kembali kajian-kajian dan diskusi-diskusi agar tradisi intelektualitas dapat terjaga. Di samping itu, organisasi ini juga perlu menggalakkan kembali sikap proaktif dalam memantau kinerja pemerintah yang tidak pro-rakyat.
Tanpa itu, ber-HMI hanya akan menghabiskan waktu saja. Buang-buang energi, atau hanya menjadi budak senior.
Selain itu, harus ada penyegaran kembali dengan cara merawat komitmen dan konsistensi kita dalam perjuangan membela kaum-kaum yang tertindas dan terampas hak-haknya. Juga, perlu terus menerus menjaga kritisisme dan independensi organisasi.
HMI sebagai organisasi perjuangan harus tetap kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang menindas rakyat kecil dan yang merampas hak kaum yang lemah. Ketika HMI kehilangan daya kritisime, maka ucapkan selamat tinggal pada organisasi ini.
Sejarah telah mencatat bahwa HMI ikut memberik