Dewasa ini sering kali kita temui berbagai permasalahan di dunia pendidikan. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 yang semakin memperburuk keadaan. Dahulu permasalahan pendidikan hanya seputar sarana prasarana, kurikulum yang kurang tepat, ataupun kesejahteraan guru honorer. Namun kini ditambah lagi dengan permasalahan besar terkait efisiensi proses belajar mengajar.
Pandemi memaksa kita untuk berekspresi. Mencari solusi terbaik di antara permasalahan yang semakin mencekik. Berusaha berubah di tengah hati yang patah. Tak lupa senantiasa ikhlas menerima takdir belajar dari rumah. Ya, itu semua demi keberlangsungan sistem pendidikan di Indonesia.
Sebagai mahasiswa baru di era pandemi, tentu banyak hal yang harus kita lakukan dalam beradaptasi. Kita harus mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus yang konon penuh dengan desas-desus. Kita tak boleh pasrah dihadapkan dalam masalah dan keluh kesah. Cukup dengan enjoy dan semangat dalam menjalaninya, karena akan ada sesuatu yang berharga di dalamnya.
Seperti yang telah kita ketahui, dunia kampus sangat berbeda dengan dunia sekolah. Menjadi seorang mahasiswa tentunya juga berbeda dengan siswa SMA. Dahulu sebagai siswa kita hanya sekedar mendengarkan guru berbicara. Namun kini sebagai mahasiswa kitalah yang harus bersuara. Jika dulu tugas kelompok jarang diberikan, kini malah diagungkan. Presentasi, diskusi, dan refleksi merupakan santapan kita sehari-hari.
Berbicara mengenai tugas kelompok di perkuliahan tentu sudah menjadi kebiasaan. Beberapa dosen sering kali memberikan tugas berupa makalah ataupun power point secara berkelompok. Setelah memberikan tugas, dosen akan mengakhiri perkuliahan dan membiarkan mahasiswa berdiskusi secara mandiri. Dengan tenggat waktu kurang lebih satu minggu, tugas tersebut harus sudah dikumpulkan dan dipresentasikan di pekan depan.
Namun, yang ingin saya tegaskan di sini ialah bagaimana bisa kita bekerja kelompok tanpa tatap muka? Terlebih kita tidak tahu seperti apa sifat dan karakter teman kita dalam mengerjakan tugas. Apakah ia mengerjakan tugas secepatnya atau malah menunggu deadline tiba. Mengapa? Ya, karena saya adalah mahasiswa baru yang hanya bertegur sapa dengan teman melalui tatap maya.
Mengerjakan tugas kelompok secara tatap maya tentu tidak nyaman. Terkadang kita cenderung asal-asalan dalam mengerjakan. Hanya berpacu pada “yang penting mengumpulkan” tanpa melihat hasil yang akan didapatkan. Tak lupa terdapat mahasiswa yang pasif, tidak ikut mencari materi, tidak ikut berdiskusi, namun muncul saat presentasi. Ya, begitulah kerja kelompok versi mahasiswa era pandemi.
Di era digitalisasi ini, tak ada kata mustahil jika kita mau bertindak. Tanpa tatap muka kita masih bisa bertukar sapa. Melalui Google Meet semua tak akan terlihat rumit. Kita bisa berdiskusi terkait permasalahan yang akan dihadapi. Saling memberi arahan dan masukan terhadap tugas yang dikerjakan. Tak lupa saling bekerja sama dengan memanfaatkan berbagai media yang ada.
Jika cara berdiskusi sudah menemui kunci, maka kini tinggal merealisasikannya dengan aksi. Kita bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang telah ada untuk berkarya. Aplikasi yang saya maksud di sini ialah Canva dan Google Documents. Kedua aplikasi ini terbukti ampuh dalam menyelesaikan tugas kelompok. Mau tau gimana caranya? Yuk mari simak dan lihat keajaibannya!
Pertama kita akan menyelesaikan tugas kelompok yaitu membuat makalah. Maka, kita bisa memanfaatkan fitur dari Google yakni Google Documents. Dalam Google Document kita bisa menulis makalah, menyisipkan gambar, dan lain sebagainya.
Untuk efisiensi tugas kelompok, bisa dengan cara membagikan link Google Document kita kepada anggota kelompok. Kemudian kita bisa langsung menulis makalah secara bersamaan dalam satu kertas sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan. Tak perlu lagi adanya berbagai file yang harus digabungkan. Sangat mudah bukan?
Kedua, kita akan membuat power point untuk tugas presentasi minggu depan. Maka, kita bisa memanfaatkan aplikasi desain grafis yaitu Canva. Aplikasi ini memungkinkan kita untuk bisa bekerja secara kelompok, yaitu dengan cara membagikan link desain Canva kita ke anggota kelompok. Konsepnya hampir sama dengan membuat makalah di Google Document, yaitu sama-sama bisa dikerjakan secara bersamaan.
Banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh kedua aplikasi tersebut. Selain dari fitur-nya yang memungkinkan untuk dikerjakan secara bersamaan, kita juga bisa melakukan hal lain. Dalam Google Document kita bisa sekaligus mengecek apakah kata yang kita gunakan sesuai kaidah kepenulisan atau tidak. Di sana akan terlihat garis merah jika tulisan kita tidak sesuai kaidah kepenulisan. Tentunya ini sangat memudahkan kita dalam membuat makalah yang memang harus perfect dari segi gagasan, isi, dan teknik penulisan.
Kemudian dalam aplikasi Canva juga memiliki kelebihan yang memudahkan kita sebagai mahasiswa. Ketika membuat power point tentu kita perlu membuat latar belakang, memilih font, animasi, dan lain sebagainya. Semua itu sudah disediakan di Canva, di mana terdapat puluhan jenis template Power Point yang dapat kita gunakan secara gratis maupun berbayar.
Jika desain telah selesai, kita bisa menyimpannya dengan berbagai format, baik itu power point, pdf, jpeg, ataupun png. Bahkan kelebihan yang paling menakjubkan bagi saya ialah kita bisa langsung melakukan presentasi di aplikasi Canva. Wow, sungguh luar biasa kan?
Beberapa kelebihan dari aplikasi Google Documents dan Canva yang telah saya sebutkan di atas tentu memudahkan kita dalam beraktivitas. Kita tetap bisa berkarya di tengah keterbatasan bertatap muka. Tak lupa kita tetap bisa bekerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Itu semua berkat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berharga.
Kini jangan menyalahkan pandemi yang katanya bisa menghambat kita dalam berekspresi. Nyatanya kini kita bisa leluasa berkarya, berimajinasi, dan berkreasi tanpa henti. Bahkan dengan mudahnya kita masih bisa melakukan kerja kelompok dengan jarak sekian puluh kilometer dengan bantuan digitalisasi.
Dengan demikian sudahi bermalas-malasan saat mengerjakan tugas karena itu tidaklah pantas. Karena sebagai generasi intelektual, kita harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan.