Dalam hidup setiap orang akan selalu dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Namun setiap orang juga memiliki caranya sendiri dalam mengatasi masalah yang sedang dialaminya. Kebanyakan dari kita berpikiran bahwa akan lebih baik mengatasi masalah dengan berpikiran positif.
Mengapa? Karena saat ada masalah dan masalah tersebut membuat diri cemas, pikiran negatif lah yang akan cenderung muncul di dalam benak kita. Kita pun sadar bahwa pikiran- pikiran negatif itu tidak dapat menyelesaikan masalah. Kesadaran itulah yang membuat sebagian besar dari kita beranggapan untuk selalu berpikir positif ketika menghadapi masalah. Namun sayang, anggapan ini tidaklah sepenuhnya benar.
Pasalnya, jika pikiran positif yang kita gunakan sebagai benteng pertahanan diri untuk menghadapi masalah tidak kita tentukan batasannya, dalam artian terus- terusan berpikir positif tidak peduli seberapa sulitnya masalah yang sedang dihadapi, maka pikiran positif tersebut akan berubah menjadi racun. Inilah yang disebut dengan toxic positivity.
Toxic Positivity dapat diartikan sebagai keyakinan dalam mempertahankan pola pikir positif tidak peduli seberapa pelik situasinya. Selain dari keyakinan yang kita bangun sendiri, toxic positivity ini juga bisa kita dapatkan dari orang lain yakni saat sedang menceritakan masalah kita dengan orang lain , tetapi orang lain itu merespons dengan respons yang cenderung positif namun berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya kita rasakan.
Sebagai contoh, kamu bercerita kepada temanmu bahwa tugas kuliahmu sangat memberatkanmu. Kemudian, temanmu berusaha merespon dengan mengatakan, “semangat lah jangan suka ngeluh, bersyukur aja karena masih banyak di luaran sana yang ingin kuliah sepertimu," atau seperti "masih banyak diluar sana yang punya masalah atau tugas lebih berat darimu, berpikir positif aja, kamu pasti bisa,” dan respons positif lainnya.
Ketika mendengar kalimat di atas atau respons semacamnya yang terkesan positif tetapi malah membuatmu semakin terpuruk, saat itu lah dikatakan bahwa kalimat tersebut racun atau toxic positivity untuk dirimu. Pertanyaannya, mengapa respons yang cenderung positif tersebut malah menjadi racun?
Pada dasarnya orang yang sedang menghadapi masalah dan memilih bercerita itu sebenarnya ia ingin dimengerti mengenai posisinya saat itu. Ia perlu pengakuan bahwa emosi yang ia rasakan itu benar. Namun sayangnya, ia malah mendapatkan saran yang kesannya positif tapi menimbulkan perasaan bahwa apa yang dirasakan adalah sesuatu yang salah.
Perasaan disalahkan inilah yang menjadi salah satu dampak negatif dari toxic positivity. Selain itu juga ada beberapa alasan kenapa toxic positivity sangat berdampak negatif bagi kesehatan mental, diantaranya:
1. Membohongi Diri sendiri
Saat seseorang mendapatkan toxic positivity, ia cenderung akan membohongi dirinya sendiri dengan menutupi emosi yang ia rasakan seperti mengatakan “aku baik-baik saja”. Hal ini disebabkan karena ia begitu berupaya untuk selalu bersikap positif. Ketika emosi ini kemudian terus dipendam atau tidak diekspresikan, maka sewaktu waktu akan meledak dan cepat atau lambat akan semakin memicu terjadinya stres.
2. Membuat Diri Lebih Memilih Menghindari Masalah
Orang yang banyak melakukan atau termakan petuah yang kesannya positif dari orang lain ini cenderung menjadi orang yang takut saat dihadapkan dengan masalah atau situasi yang membuatnya tidak nyaman. Ia akan lebih memilih untuk menghindari atau membiarkan masalah ketimbang menghadapi dan mencari jalan keluarnya. Jika masalah itu kemudian terus menerus ditumpuk tentu akan memperburuk kondisi mental.
3. Kehilangan Kepercayaan Diri
Rasa percaya diri hilang disebabkan karena seringnya membohongi diri dengan meredam atau menyangkal emosi negatif yang sebenarnya sedang dirasakan namun berusaha diredam.
Misalnya, saat berada di depan orang lain, orang dengan kepercayaan diri yang rendah ini akan sering berkata seperti “bagaimana jika orang tahu bahwa aku seperti ini, apa yang mereka pikirkan tentang aku jika aku seperti ini.” Jika pikiran-pikiran semacam ini terus ada maka akan semakin membuatnya kehilangan kepercayaan diri.
4. Kehilangan Jati Diri
Orang dengan terpaan toxic positivity akan kehilangan diri sendiri akibat dari ketidakjujurannya ia dengan apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Sikap diri yang menyangkal emosi atau pikiran negatif tanpa disadari akan menghilangkan kontrol terhadap diri sendiri. Hal ini kemudian menyebabkan ia tidak lagi mengenali dirinya sendiri.
5. Stres Berkepanjangan
Stres berkepanjangan ini bisa muncul akibat dari buruknya pengelolaan stres karena terus menerus menyangkal emosi negatif yang ada dalam diri. Padahal jika emosi negatif tersebut diterima sebagaimana adanya akan membuat kita lebih bisa mengendalikan diri yang dengan itu pengelolaan stress lebih dapat dioptimalkan.
Itulah beberapa alasan mengapa pikiran positif justru berdampak negatif bahkan sampai membahayakan kesehatan mental seseorang. Sebenarnya boleh-boleh saja jika ingin berpikiran positif saat dilanda masalah, namun akan jadi masalah jika diri dipaksa untuk terus -terusan berpikiran positif tanpa mempedulikan kondisi ataupun situasinya. Bukankah itu menjadikan kita tidak jujur dengan diri sendiri?
Jika pikiran positif diumpamakan pagi hari maka pertanyaannya begini, memang enak ya ada di pagi hari terus? Kita juga perlu merasakan malam, bukan. Memang enak ya jadi diri yang positif terus, sesekali tidak ada salahnya kita membiarkan diri kita ini berada dalam pikiran atau emosi negatif.
Saat diri sedang dalam emosi negatif yang bisa kita lakukan hanya menerima dan mengendalikan emosi tersebut dengan sebaik mungkin, bukan malah meredamnya sekuat mungkin. Apakah hidup hanya perkara bagaimana menjadi positif setiap saat saja? Bukan, tetapi hidup lebih kepada menerima kenyataan. Kenyataan bahwa diri memang sedang tidak baik-baik saja
Kita juga perlu ingat bahwa tidak ada yang bisa memastikan upaya diri untuk selalu berpikiran positif itu dapat membuat situasi kita menjadi positif se-positif pikiran yang coba kita paksakan tersebut.
Semua ini hanya tentang ikhlas menerima apapun keadaan dan emosi diri. Kemudian tumbuhkan rasa percaya bahwa dibalik ketidak-positifan kita hari ini ada pelajaran yang bisa kita ambil setelahnya. Dengan begitu, kesehatan mental tidak lagi dipertaruhkan dibalik pemikiran positif yang semu alias toxic positivity dengan begitu mudahnya.