Ciri-ciri pemikiran filsafat Barat abad pertengahan adalah:

Pertama, cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja. 

Kedua, berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles. 

Ketiga, berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.

A. Masa Patristik

Istilah Patristik artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja dipilih dari golongan atas atau ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya.

1. Justinus Martir (100-165 M)

Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan hanya agama baru karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal Nabi Musa hidup sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Nabi Musa.

Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani itu diambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain sebagainya) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. 

Mengapa mereka menyimpang, karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan filsafat Yunani. Demikian pembelaan Justinus Martir.

2. Klemens (150-215 M)

Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut:

Pertama, memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.

Kedua, memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani.

Ketiga, bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen dan memikirkan secara mendalam.

3. Tertullianus (160-222 M)

Ia menolak kehadiran filsafat Yunani karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Ia berpendapat, bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat, tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akademi dan tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa dibanding dengan cahaya Kristen, segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani dianggap tidak penting. Apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab suci. Akan tetapi karena kebodohan para filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan.

4. Augustinus (354-430 M)

Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, namun pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikiran manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.

B. Masa Skolastik

Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai berikut:

Pertama, filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.

Kedua, filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, Arab dan lain sebagainya.

Ketiga, suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dengan akal.

Keempat, filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.

I. Skolastik Awal (800-1200 M)

Peter Abelardus (1079-1142 M)

Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (kepercayaan). Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.

II. Skolastik Puncak (1200-1300 M)

Berikut ini beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya:

Pertama, adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.

Kedua, Tahun 1200 M didirikan Universitas Almamater di Perancis. Universitas ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal berdirinya Universitas di Paris, Oxford, Mont Pellier, Cambridge dan lain sebagainya.

Ketiga, berdirinya ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya memegang peran dibidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.

Thomas Aquinas (1225-1274 M)

Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi dalam pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada diluar kekuatan pikiran.

Thomas telah menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebagai 'tukang boyong' yang tidak berubah dan tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang kejahatan-kejahatan didunia. Tuhan tidak pernah menciptakan dunia, namun dzat dan pemikirannya tetap abadi.

Selanjutnya, ia katakan bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan dengan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual dan praktis dari gagasannya adalah “pemikirannya dan kepercayaannya telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain”. Pandangannya inilah yang menjadikan perlawanan kaum Protestan karena sikapnya yang otoriter.

III. Skolastik Akhir (1300-1450 M)

1. William Ockham (1285-1349 M)

Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-kesimpulan umum mengenai alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya melalui intuisi, bukan melalui logika. Di samping itu, ia membantah anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus John XXII.

2. Nicolas Cusasus (1401-1464 M)

Menurut pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu melalui indra, akal dan intuisi.

Pertama, dengan indra kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna.

Kedua, dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Manusia seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat diketahui oleh akal.

Ketiga, dengan intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat di mana segala sesuatu bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan.

IV. Skolastik Islam (Arab)

Peranan para ahli pikir tersebut besar sekali, yaitu sebagai berikut:

Pertama, hingga pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum pernah mengenal filsafat Aristoteles sehingga yang dikenal hanya buku “Logika” Aristoteles.

Kedua, orang-orang Barat itu mengenal Aristoteles berkat tulisan dari para ahli pikir Islam, terutama dari Ibnu Rusyd sehingga ia dikatakan sebagai guru terbesar para ahli pikir skolastik Latin.

Ketiga, skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan skolastik Latin.

Dengan demikian, dalam pembahasan skolastik Islam terbagi menjadi dua periode, yaitu :

Pertama, periode Mutakallimin (700-900 M)

Kedua, periode Filsafat Islam (850-1200 M)

C. Masa Peralihan

Merupakan awal masa modern yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan.

I. Renaissance

Gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dirinya sebagai telah dilahirkan kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan. Dengan demikian orang memiliki norma-norma yang senantiasa berlaku bagi hikmat dan kesenian manusia.

Diantara tokoh-tokohnya adalah:

Pertama, Leonardo da Vinci (1452 – 1519 M)

Kedua, Michelangelo Buonarroti (1475 – 1565 M)

Ketiga, Francis Bacon (1561- 1626 M)

Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, namun ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu.

II. Humanisme

Istilah untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu yang bersangkut-paut dengan manusia.

Tokohnya adalah:

Giovanni Pico della Mirandola (1463-1494 M)

Pico berkata,

“Manusia dianugerahi kebebasan memilih oleh Tuhan dan menjadikannya pusat perhatian dunia”

Oleh karena itu, dalam posisi itu ia bebas memandang dan memilih yang terbaik.

III. Reformasi

Dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik, kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Pemikiran yang ingin menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan.

Para tokohnya antara lain:

Pertama, Jean Calvin (1509-1564 M)

Kedua, Martin Luther (1483-1546 M)



Referensi

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers, 1995.

Jurnal Al-Makrifat Vol 2, No 2, Oktober 2017.

Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 1 (September 2016): 41-51.

Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol. 1 No. 2/Desember 2000.