Saya pernah menulis tentang pilkada DKI berjudul: Gubenur ganteng buat DKI (dan saya rada menyesal karena terlalu cepat optimis dan memuji). Belajar dari pengalaman pilkada DKI, saya sebagai perempuan memetik pelajaran yang berharga dalam tips memilih pasangan berdasarkan pilkada DKI. Tips yang saya dapat adalah:
1. Ganteng saja ternyata tidak cukup.
Paras ganteng cagub DKI, Agus - Ahok - Anies, ternyata tidak serta merta menyenangkan. Ada sesal juga ketika ada komentar komentar negatif mereka tentang lawan mereka yang terlontarkan dan terrekam media. Jauh dari sikap 'gentlemen' kalau menurut saya sih. Sehingga seketika kekaguman akan kegantengan mereka luntur mendadak.
Tip 1: Ternyata walaupun ganteng banget, tetapi sikapnya suka menjelekan orang lain, sangatlah tidak cocok untuk menjadi pasangan hidup seorang perempuan. Karena, kalau dia sekarang bisa menjelekan orang lain, maka suatu saat nanti, dia juga akan bisa menjelekan kita juga.
2. Pintar saja tidak cukup.
Saya pernah berpendapat bahwa ketiga cagub DKI mempunyai kemampuan yang mupuni untuk menjadi pemimpin. Setelah beberapa minggu, saya merasa terlalu pintar tetapi tidak diikuti ketulusan hati juga percuma. Kecerdasan malah dipakai untuk membodohi pihak lain. Jadi cerdas atau cakap saja tidak cukup, kwalitas pemimpin haruslah diikuti pula dengan ketulusan.
Ternyata walaupun pintar, tetapi kalau tidak tulus, maka kecerdasannya akan dipakai untuk berpikir menghalalkan segala cara mencapai tujuannya. Tip 2: Ternyata mencari pasangan hidup tidak cukup mencari yang pinter, akan tetapi kalau dia tidak tulus mencintai kita, maka dia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Jangan senang dulu kalau ada pria yang menghalalkan segala cara merebut hati perempuan, karena kelak juga dia bisa menghalalkan segala cara untuk menyingkirkan perempuan dalam kehidupannya.
3. Jangan terbuai dengan janji-janji yang gombal.
Pilkada DKI juga diwarnai dengan janji janji politik, ada yang berupa verbal ada yang berupa surat perjanjian. Kalau di Pilkada masyarakat lebih mengingkan bukti. Nah, ini susah kalau diterapkan dalam mencari pasangan hidup. Bagaimana bisa mendapatkan bukti? Kan budaya kita tidak mengenal hidup bersama sebelum pernikahan.
Saya jadi berpikir, apakah hal ini --- lebih mementingkan bukti daripada janji --- menyebabkan perempuan Indonesia lebih menyukai pria beristri (ini berdasarkan survey yang saya dengar loh)?
Walaupun seharusnya kita tidak bisa dan tidak mau diberi bukti sebelum kehidupan pernikahan, kita harusnya berpikir logis, apakah yang dijanjikan itu bida digenapi atau gombal semata. Mengenai kertas perjanjian, orang menikah aja bisa selingkuh dan cerai, apa artinya kertas tanpa hati yang tulus mencintai?
Tip 3: Ternyata mencari pasangan hidup harus berpikir logis dan tidak terbuai janji janji gombal. Kalau Pilkada, salah memilih, sengsara 5 tahun, tetapi salah memilih pasangan hidup, sengsara seumur hidup. Plus pesan moral: Jangan pernah mengingkinkan pacar atau suami orang lain, Tuhan pasti tidak merestui.
4. Cinta tidak pernah memaksa.
Pilkada DKI penuh dengan sabotase acara kampanye masing masing pihak. Sekali lagi, jangan pernah merasa bangga karena ada pria pria yang bertaruh merebutkan hati perempuan dengan menyakiti pihak lain. Jangan pernah merasa tersanjung karena ada pria pria yang merencanakan kekerasan dalam merebut perempuan pujaan hatinya.
Tip 4: Ternyata menunjukan rasa cinta dengan menyakiti pihak lain itu bukan cinta yang sesungguhnya. Bukankah cinta yang sesungguhnya itu merelakan kekasihnya memilih orang lain untuk kebahagiaan mereka.
Bukankah cinta yang sesungguhnya itu adalah yang rela patah hati, dan sedih untuk kebahagiaan kekasihnya? Ingatkah selalu, perilaku pria yang menyakiti orang lain dalam memenangkan cinta seorang perempuan, maka dikemudian hari, pria itu akan menyakiti hatimu demi cinta perempuan lain.
5. Cermati watak yang sesungguhnya.
Kita juga melihat di Pilkada DKI bahwa watak seseorang bisa berubah dengan cepat. Pertanyaannya: apakah watak sesungguhnya? Jangan jangan watak yang sok baik pria pria yang lagi mendekati pujaan hatinya merupakan watak palsu yang merupakan usaha menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Lalu setelah pria pria itu mendapatkan apa yang diinginkannya, apakah dia masih berwatak sebaik itu?
Tip 5: Amatilah watak sebelum pendekatan, karena itu merupakan watak yang lebih real. Apakah sebelum pendekatan pria pria itu memang mempunyai watak yang baik hati dan bisa dipercaya? Rekam jejak menjadi sangat penting untuk diamati. Ingat salah pilih di pilkada DKI, sengsaranya cuman 5 tahun, tetapi kalau salah pilih pasangan hidup, sengsaranya seumur hidup!
The moral of the story: we could learn from anything in the world for our better life now and future.