Remaja menurut World Health Organization (2018) berada dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun. Lalu menurut Permenkes RI No 25  Tahun  2014,  remaja berada   pada   rentang   usia   10 hingga 18 tahun. Remaja sendiri merupakan kelompok yang berisiko tinggi terhadap pergaulan seks bebas. 


Validitas Data

Mengutip dari Go Dok, suatu aplikasi layanan kesehatan manusia, 68% pertanyaan yang diajukan oleh klien ada di seputar pembahasan tentang seks, dan mayoritas klien yang bertanya mengenai seks berada di antara usia 16-25 tahun.

Berdasarkan hasil survei KPAI pada tahun 2007 di 12 kota besar Indonesia, dari 4.500 remaja yang disurvei 97% di antaranya mengaku pernah menonton film porno. 

Lalu sebanyak 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman serta happy petting, yaitu bercumbu berat dan oral seks. Sebanyak 62,7% remaja SMP juga mengaku sudah tidak perawan lagi. Bahkan, 21,2% remaja SMA juga mengaku pernah melakukan aborsi.

Menurut peneliti pusat studi kependudukan dan kebijakan (PSKK) UGM, tingkat kenakalan remaja  yang hamil dan melakukan upaya aborsi telah mencapai 58 %. Sepanjang tahun 2015, Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat ada 1.078 remaja usia sekolah yang telah melakukan persalinan. 

Dari jumlah tersebut, 976 diantaranya hamil di luar pernikahan. Angka kehamilan tersebut terbagi di lima daerah kabupaten/kota di Yogyakarta, di Bantul ada 276 kasus, Kota Yogyakarta ada 228 kasus, Sleman ada 219 kasus, Gunungkidul ada 148 kasus, dan Kulon Progo ada 105 kasus.

Berdasarkan artikel “12 Siswi SMP di Satu Sekolah Hamil, PKBI: 20 Persen Pelanggan PSK adalah Pelajar SMA” yang ditulis oleh Ridwan Hardiansyah, Direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani menyebutkan bahwa  20% dari pelanggan pekerja seks itu adalah pelajar SMA. 

Disebutkan bahwa mereka awalnya hanya ingin coba-coba, tahu dari teman, sampai ada yang langganan meski jarang-jarang. Bahkan, ada pelajar yang menjalin hubungan kekasih dengan pekerja seks, 

Para pelajar sendiri dinyatakan pada umumnya menggunakan pekerja seks yang sudah berusia karena harganya relatif lebih murah yaitu berkisar pada Rp. 500.000,00- hingga Rp. 1.000.000,00- ke atas dan masih bisa di negosiasi.

Selain itu ada dua belas siswi smp yang berasal dari satu sekolah yang sama yang terdiri dari kelas VII, VIII, dan IX hamil. Dikabarkan bahwa kedua belasnya dihamili oleh orang dewasa. 

Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Lampung, Toni Fiser, hal ini disebabkan karena anak merasa kurang nyaman terhadap orangtuanya yang kemudian mendorong anak tersebut mencari kenyamanan diluar rumah yaitu dengan berpacaran. 

Beliau juga mengatakan bahwa beliau baru saja mengkonseling dua anak SMA yang berpacaran, dengan latar belakang yang sama, keduanya berasal dari keluarga yang broken home sehingga akhirnya berusaha mencari kenyamanan diluar rumah dan akhirnya hamil.

Data dari Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan bahwa ada 54 bayi yang di buang di jalanan sepanjang bulan Januari 2018. Mayoritas pelakunya adalah wanita muda yang berada di rentan usia 15 hingga 21 tahun. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan bulan Januari 2017 yang berjumlah 26 bayi.

Beberapa teori pengertian seks bebas.

Menurut Kartono (1977), seks bebas  adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat. 

Lalu, Cynthia (dalam Wicaksono, 2005) seks diartikan sebagai hubungan seksual tanpa adanya ikatan/hubungan pada pihak yang terlibat sehingga dapat menyebabkan berganti-ganti pasangan. Nevid dkk (1995) menyatakan bahwa perilaku seks pranikah adalah hubungan seks antara pria dan wanita meskipun tanpa adanya ikatan selama ada ketertarikan secara fisik.

Faktor pendukung

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka seks bebas di Indonesia. Menurut Dr. Jolinda, salah satu faktor yang patut dicurigai sebagai penyebab tingginya aktivitas seksual tidak bertanggung jawab pada remaja adalah kurang memadainya sex education yang diberikan sejak usia dini.  

Edukasi tentang kesehatan seksual masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat Indonesia. Riset yang dilakukan oleh Durex Indonesia tentang ‘Kesehatan Reproduksi dan Seksual’ menunjukkan 84% remaja berusia 12 hingga 17 tahun masih belum mendapatkan edukasi mengenai seks.

Menurut Siti Nuratiah, Aisyiah Aisyiah, Intan Asri Nurani di dalam artikel “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Bebas Pada Remaja di Wilayah Desa Lulut Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan Teknik pengambilan sampel menggunakan Cluster Sampling. 

Dengan jumlah 76 sampel penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara perilaku seks bebas dengan pola asuh orang tua, pengaruh teman sebaya, pengetahuan remaja, pendidikan orang tua dan tingkat ekonomi keluarga pada remaja di wilayah desa lulut. 

Remaja diharapkan dapat lebih pintar dalam memilih teman, karena teman merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan pada masa remaja.

Teori Kehendak Reproduksi Arthur Schopenhauer. Di dalam teori Schopenhauer, reproduksi tujuan utama dan naluri yang paling kuat pada setiap makhluk hidup karena sebagai satu-satunya cara dalam mengalahkan kematian. 

Kehendak sendiri disini pada dasarnya merupakan dorongan untuk terus hidup. Kehendak adalah satu-satunya unsur yang permanen dan tidak berubah dalam jiwa. Kehendak merupakan pemersatu kesadaran, pemersatu ide-ide dan pemikiran-pemikiran, serta mengikatnya dalam satu-kesatuan harmonis, Kehendak adalah pusat organ pikiran. 

Kehendak untuk reproduksi dapat dilihat pada semua makhluk hidup yang ketika dewasa akan melakukan reproduksi. Karena pada dasarnya hakikat manusia adalah perwujudan atau representasi dari kehendak dan dikuasai oleh kehendak yang tidak sadar.

Hukum ketertarikan seksual menurut Schopenhauer. Menentukan pasangan hidup berdasarkan kecocokan untuk mempunyai keturunan. Setiap orang mencari pasangan yang dapat menutupi atau melengkapi kekurangannya. 

Daya tarik di sini muncul karena keinginan untuk memiliki hal yang tidak kita miliki, Cinta dipandang sebagai penipuan diri atau ilusi yang pada akhirnya akan mengecewakan. 

Perkawinan dianggap sebagai perpanjangan kehidupan oleh sebab itu perkawinan yang disebabkan oleh cinta di teori ini dianggap sebagai penderitaan. Sementara itu perkawinan yang didasari oleh adat atau kebiasaan dianggap lebih menguntungkan.

Teori hidup adalah kejahatan dan penderitaan menurut Schopenhauer. Hidup manusia dianggap dikuasai oleh kehendak yang tidak ada habisnya. Pada akhirnya kehendak kita membawa kita pada dua opsi, antara kita dapat mewujudkannya atau tidak. 

Jika kita dapat mewujudkannya, lama kelamaan kita akan merasa jenuh dan menginginkan lebih, atau akan mengulang hal tersebut, dan hal tersebut akan terus berulang. Begitu juga saat kita gagal, kita akan merasa menderita dan putus asa.

Teori Das Mann-The They Martin Heidegger. Dalam teori ini eksistensi manusia punya kecenderungan pada “keterjatuhan”. Artinya, dalam kesehariannya, manusia membiarkan dirinya jatuh dan terperangkap dalam eksistensi yang sekedar ikut-ikutan orang lain (they) – das Mann

Haidegger beranggapan bahwa hal ini membuat manusia menjadi tidak otentik, membiarkan orang lain memutuskan apa yang terbaik. 

Hal ini juga membuat manusia bebas dari rasa cemas dan beban tanggung jawabnya karena kegagalan tersebut nantinya akan ditanggung bersama dengan orang lain yang ikut berpartisipasi memutuskan hal tersebut.

Hasil Analisa

Sesuai dengan data yang ada, disebutkan bahwa 20% dari pelanggan pekerja seks adalah remaja. Hal ini dilatari oleh rasa ingin tahu, ketertarikan pada lawan jenis, dan hasrat seksual yang bersifat naluriah, yang kemudian direalisasikan dan memicu timbulnya rasa jenuh (ketidakpuasan) yang membuat mereka kembali mengulang perilaku mereka hingga menjadi pelanggan PSK. Hal ini kemudian sesuai dengan teori Schopenhauer.

Lalu, salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka seks bebas yang telah disebutkan di atas yaitu ikut-ikutan dengan teman. Mereka cenderung membiarkan temannya berpengaruh besar dalam mengambil keputusan. 

Hal yang seharusnya tidak sesuai dengan norma dan kebudayaan ini kemudian dianggap menjadi biasa saja karena teman-temannya juga turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, atau bahkan melakukan hal yang sama, yang kemudian mendukung perasaan bebas dari rasa cemas dan beban tanggung jawab karena dilakukan bersama temannya yang berpartisipasi dalam memutuskan hal tersebut yang kemudian sesuai dengan teori Haidegger diatas.

Kesimpulan.

Menurut penulis, berdasarkan data dan teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seks bebas adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual yang tidak harus didasari ikatan tertentu. 

Karena seks bebas tidak harus didasari ikatan tertentu itulah yang menyebabkan timbulnya kecenderungan untuk kerap berganti pasangan.

Perilaku seks bebas sendiri dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal sendiri berati berasal dari diri individu tersebut sendiri, menurut teori Arthur Schopenhauer disebutkan bahwa setiap manusia memiliki kehendak untuk bereproduksi yang didorong oleh hasrat seksual yang bersifat naluriah. 

Lalu, faktor eksternal dari perilaku seks bebas dapat kita lihat dari data di wilayah Desa Lulut, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang menyatakan bahwa sebagian besar faktor pendukung perilaku seks bebas adalah salah pergaulan. 

Menurut teori Heidegger, manusia cenderung membiarkan eksistensi dirinya jatuh, yang artinya manusia membiarkan orang lain berpengaruh dalam hidupnya. 

Oleh sebab itu, selaku mahasiswa dari UK Petra sudah sepatutnya kita para pelajar dapat menanamkan moral kristiani dalam diri kita sendiri. Selain itu, kita juga harus pandai dalam mengikuti pergaulan, kita tidak boleh membiarkan orang lain memberikan pengaruh yang buruk pada kita.