Fenomena yang kerap dikenal (CFW) Citayam Fashion Week semakin populer di kalangan masyarakat, baik penduduk setempat maupun penduduk luar. Fenomena viralnya "fashion show" ala berawal dari para remaja di wilayah Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok atau biasa disingkat (SCBD) dinilai bergaya trendi dan berpenampilan unik serta berbeda dari yang lainnya.

Trend Citayam Fashion Week (CFW) juga masih menjadi topik hangat yang diperbincangkan di tengah masyarakat luas. CFW tidak hanya populer di kawasan Jabodetabek dengan gaya ABG Citayam yang nyentrik dan unik terkenal hingga ke berbagai penjuru di negeri, namun akan sangat disayangkan jika fenomena ini akan hilang begitu saja karena adanya perselisihan pendapat mengenai ajang ini.

Fashion Street yang tengah mereka tunjukkan di CFW ini juga kerap dibandingkan dengan fashion street yang ada di negara-negara maju seperti Korea, Jepang, hingga Eropa. Tak hanya dihadiri dan diramaikan oleh penduduk setempat, maupun golongan remaja SCBD saja, CFW ini juga ikut diramaikan oleh para artis dan juga influencer yang ikut melakukan catwalk di zebra cross.

Para influencer yang concern terhadap dunia fashion, memberikan pendapat serta penilaian mereka bahwa fenomena ini merupakan sebuah potensi hebat yang berdampak positif bagi negeri. Beberapa di antaranya beranggapan bahwa fenomena tersebut merupakan wujud dari kreativitas anak muda pinggiran.

Ketenaran fenomena Citayam Fashion Week ini juga didukung oleh para content creator yang turut datang beramai-ramai dengan berbagai macam konten yang ingin mereka buat. Sebagai contoh, para fotografer yang memotret fenomena ini secara langsung di Sudirman lalu mengunggah kontennya di beberapa platform social media seperti TikTok maupun Instagram.

Selain itu juga terdapat para wartawan yang datang demi membuat artikel maupun konten lainnya yang kemudian juga diunggah di media. Hal-hal tersebut justru membuat ketenaran akan fenomena ini semakin disorot publik. Namun, di samping banyaknya dukungan yang muncul atas Citayam Fashion Week ini, maka tidak terlepas berbagai kontra yang membuat resah khususnya warga setempat.

CFW dinilai sebagai ajang untuk membangkitkan nilai-nilai kreativitas dan produk lokal. Namun kehadirannya dianggap cukup mengganggu untuk warga lokal, karena CFW ternyata memanfaatkan jalur trotoar dan penyeberangan jalan untuk peragaan busana sehingga tidak sesuai peruntukan dan hal itu dianggap akan mengganggu para pengguna jalan.

Sementara itu, pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan pemanfaatan zebra cross untuk kesenian juga terjadi di banyak negara. Zebra cross ini dapat digunakan untuk kegiatan lain dengan durasi waktu yang singkat, termasuk kegiatan lainnya seperti fashion show, pantomim, berteater, bermusik dan bernyanyi, selama tidak mengganggu arus lalu lintas.

Pemerintah juga mencoba menyarankan agar pihak polisi dapat mengatur kegiatan ini supaya CFW tetap dapat berjalan dan arus lalu lintas serta keselamatan penyeberang jalan juga terjaga. Serta pemda DKI dan para petugas polantas dapat memfasilitasi dan menjaga keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga sudah menyampaikan, belum ada larangan catwalk CFW di zebra cross Dukuh Atas. Anies juga menyebut pihaknya tidak pernah menerbitkan regulasi soal larangan zebra cross sebagai lokasi adu fashion. Jadi, selama regulasi belum terbit, tidak ada larangan untuk aktivitas ini.

"Kalau sudah ada surat keputusannya, berarti itu akan menjadi suatu ketetapan, kalau tidak ada surat keputusannya, maka itu bukan disebut suatu ketentuan. Bagaimana bisa ditegakkan di lapangan kalau tidak ada surat ketentuan," kata Anies. "Selama tidak ada regulasinya, tidak ada larangan," dia menambahkan.

Ada beberapa opsi yang akan dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta, di antaranya yaitu merelokasi, menentukan waktu pelaksanaan agar lebih efektif. Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria sebelumnya mengusulkan beberapa lokasi alternatif diantaranya Plaza Selatan Monumen Nasional yang cukup luas dan ada tribun untuk penonton duduk.

Selain itu opsi tempat lainya seperti di Taman Lapangan Banteng, Taman Ismail Marzuki, Senayan, Kemayoran, pusat perbelanjaan, Sarinah dan Kota Tua. Dan mengenai waktu pelaksanaan, ada usulan jika CFW diadakan pada hari tertentu misalnya saat akhir pekan atau diadakan saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor setiap hari Minggu.

Terkait nasib CFW di kawasan Dukuh Atas Jakarta Pusat, Pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak bisa sembarangan dalam memberikan batasan waktu dan tempat sebab dikarenakan adanya pembatasan waktu pelaksanaan ajang CFW hingga pukul 22.00 WIB agar pengunjung yang dari luar tidak ketinggalan transportasi umum.

Pro kontra lainnya di waktu lalu ditemukan sekelompok remaja yang tidur di jalur pejalan kaki karena mengikuti ajang CFW sehingga tertinggal kereta karena sudah larut malam. Pemerintah berharap ada peran aktif dan partisipasi dari orang tua untuk membimbing anak mereka agar tidak terjerumus perilaku yang menyimpang.

Terlebih saat ini dikhawatirkan ajang CFW digunakan sebagai promosi yang menjerumuskan ke arah perilaku penyimpangan orientasi seksual seperti lesbian, gay, biseksual, atau transgender (LGBT). Bukan tanpa alasan, karena di ajang CFW tersebut, pemerintah banyak menemukan remaja pria berdandan wanita dan menggunakan pakaian wanita.