“ Gini amat ya mencari pekerjaan”?

“ Kuliah 4 tahun, bukannya kerja kok malah nganggur”?


Hal yang ditakuti oleh para mahasiswa ketika lulus dari perguruan tinggi yaitu apakah ketika lulus nantinya mereka akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan yang mereka tekuni selama berkuliah.

Tidak salah memang jika mengidamkan gaji yang tinggi apalagi jika bekerja sesuai dengan hobi dan minat mereka. Namun faktanya tidak semudah itu, bahkan untuk mendapatkan pekerjaan mereka sampai melamar puluhan perusahaan.

Walaupun perguruan tinggi bukan berada pada tingkat pertama dengan angka pengangguran yang tertinggi, namun ini adalah hal yang sangat disayangkan. Karena perguruan tinggi baik universitas dan diploma agar mampu memproduksi calon-calon tenaga kerja.

Faktor utama banyaknya perguruan tinggi yang mencetak sarjana pengangguran adalah jurusan kuliah yang diambil tidak relevan dengan kebutuhan industri saat ini.

               

Grafik Angka Pengganguran di Indonesia Berdasarkan Tingkat Pendidikan (-Februari 2022)

Lantas, Kenapa Perguruan Tinggi Masih Menghasilkan Penggangguran?

Banyak perguruan tinggi yang masih mempertahankan program-program studi kuno yang lulusannya kurang terserap di dunia kerja. Mereka para pejabat akademik hanya berfikir pendek tanpa melihat kebutuhan lapangan kerja, yang penting semakin banyak mahasiswa yang masuk sehingga pemasukan keuangan berlimpah ruah.

Bahkan..

Karena melihat antusiasme calon mahasiswa ingin berkuliah, perguruan tinggi pun menambahkan kuota mahasiswa jalur mandiri dalam beberapa gelombang dengan uang kuliah yang tentu saja lebih mahal dibandingkan jalur konvensional.

Bukan tidak mungkin ini hanyalah permainan dari para pejabat perguruan tinggi, contohnya pada kasus Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap rektor UNILA yang menerima suap dana jalur mandiri sebesar miliaran rupiah. Tentunya, pasti ada banyak kasus-kasus seperti ini yang terjadi di lingkungan civitas akademik yang masih belum terungkap.

Selain itu, tidak adanya lembaga atau biro di universitas yang memberikan informasi dan pedoman dalam memberi pertimbangan kepada calon mahasiswa dalam memilih program studi. Kalaupun ada, hanya sebagian kecil saya yang mengimplementasikan nya.

Karena sebenarnya, tidak semua mahasiswa tau kenapa mereka ingin berkuliah bahkan alasan kenapa memilih program studi yang sedang dijalani nya. Ada banyak faktor seperti desakan orang tua, ikut-ikutan temannya, dan yang miris lagi ialah anggapan “daripada aku menganggur di rumah dan diomongin tetangga, yang penting aku kuliah saja lah”

Salah memilih program studi bisa berdampak bagi masa depan mahasiswa. Sehingga pentingnya melakukan pemetaan peluang kerja yang sedang dibutuhkan industri dengan potensi sumber daya manusia yang tersedia.

Diperlukan adanya pemetaan karir

Dari tahun ke tahun, program studi yang peluang kerja sudah mencukupi atau bahkan sangat sedikit sekali dibutuhkan di industri masih saja menambahkan kuota mahasiswanya. Padahal ada banyak lowongan pekerjaan yang membutuhkan kurikulum pembelajaran untuk dipelajari dalam suatu program studi yang berpeluang memiliki peluang kerja yang besar. Salah satunya pekerjaan di industri digital.

Tenaga kerja dengan talenta digital digadang-gadang dapat memberikan kontribusi terhadap PDB 2030 sebesar Rp. 1.965 Triliun. Namun sayangnya untuk mencapai target capaian itu, Indonesia harus memiliki sekitar 9 juta talenta digital, artinya setiap tahun dibutuhkan 600.000 generasi muda yang menguasai skill digital. Adapun bidang tersebut meliputi : Digital Marketing, Software Development, Financial Analyst, Data Analyst, Data Engineer, Cyber Security, Website Developer, Programmer, dll

Ini bisa menjadi solusi bagi program studi yang tidak relevan lagi, artinya jika saja universitas mau berinovasi, mereka dapat membuka program studi baru dibidang Digital, tentu saja perlu digali lebih lanjut terkait data talenta apa yang dibutuhkan dan wilayah mana yang membutuhkan.

Dengan anggapan dibutuhkan 600.000 talenta digital, lantas dari 600 ribu itu dapat dibagi menjadi beberapa universitas yang memiliki fakultas dengan bidang keilmuan yang berkorelasi. 

Misalnya saja Fakultas Ekonomi & Bisnis dapat membuka program studi baru seperti Digital Marketing atau Business Analyst. Bisa juga dengan mengajarkan ilmu dasar digital kepada mahasiswa di setiap program studi yang tercantum dalam beberapa SKS Mata Kuliah. 

Agar mereka mengenal skill digital tersebut dan menjadi harapan jika nantinya mereka menemukan adanya peluang dan inovasi dengan ilmu yang dipelajari dalam jurusannya dengan bidang digital teknologi.

Dimana kedepannya, jika program studi baru ini menghasilkan alumni yang tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dapat diserap di dunia kerja. Maka akan menjadi pertimbangkan oleh pihak universitas apakah dapat menambah kuota program studi baru tersebut. 

Atau mengurangi kuota program studi yang peluang kerja lulusan nya kecil. Dengan begitu, jika hal ini diimplementasikan secara optimal, maka kebutuhan 9 juta talenta digital akan dicapai bahkan sebelum 2030 nantinya. Sementara itu angka pengangguran terdidik akan berkurang dari tahun ke tahun.

Sebenarnya, jika menurut saya dunia industri tidak akan kekurangan tenaga kerja, demikian pula perguruan tinggi tidak akan menghasilkan alumni yang melebihi kebutuhan kerja. Hanya saja dari masa ke masa, apa yang menjadi kebutuhan industri berbeda dari yang berbasis tradisional menjadi digital. Sehingga dibutuhkan calon pekerja yang bisa beradaptasi dengan adanya ekonomi digital….


Terimakasih