Sudah setahun lebih kita hidup di masa Pandemi COVID-19. Pandemi yang menghantam seluruh lini kehidupan manusia. Pandemi yang menyebabkan banyak keluarga kehilangan orang-orang tercinta. Pandemi yang menyebabkan banyak kepala keluarga yang kehilangan mata pencaharian. Pandemi yang menyebabkan kita harus bekerja, sekolah, dan beraktivitas “di rumah aja”.
Tak pernah terbayang dalam benak kita sebelumnya, pola kehidupan yang harus kita jalani di masa pandemi, kita harus melewati nyaris 24 jam hanya “di rumah aja”. Siap atau tidak siap, kita seperti dipaksa untuk memasuki tatanan dunia baru. Jadi, saat kita tidak punya pilihan lain, hal yang dapat kita lakukan adalah berpikir positif: “selalu ada hikmah di balik setiap musibah”. Hikmah apa yang bisa kita petik dari masa pandemi? Bagaimana dengan hikmah, bahwa pandemi bisa membuat kita terus bertambah pandai.
Sebelum masa pandemi, jika kita ingin hadir sebagai peserta pada sebuah kegiatan luar jaringan (luring), kita harus meluangkan waktu untuk mencapai lokasi, menghabiskan seharian di tempat kegiatan, dan pada akhirnya kembali berjibaku menembus kemacetan di jalanan ibu kota untuk kembali ke rumah. Hampir seluruh waktu dan tenaga tercurah hanya untuk satu kegiatan luring.
Di sisi lain, panitia harus mempersiapkan akomodasi, konsumsi, dan atau biaya transportasi untuk seluruh peserta, serta menyesuaikan jadwal acara dengan padatnya jadwal narasumber atau keynote speaker. Tak heran, bila biaya yang harus dikeluarkan untuk menghelat sebuah acara luring bisa memakan dana yang cukup besar.
Kehadiran pandemi membuat kita beralih ke pola kegiatan dalam jaringan (daring). Work from home (WFH) dan school from home (SFH) menjadi hal yang familiar. Awalnya kita terkaget-kaget. Sebagian besar orang mengalami gaptek. HP yang sedianya hanya digunakan hanya untuk menelepon atau menulis pesan singkat, selanjutnya juga digunakan untuk bekerja atau sekolah daring.
Kegiatan mencari ilmu di masa pandemi, tidak berhenti hanya pada sekolah daring. Fenomena yang selanjutnya muncul di masa pandemi adalah: kursus-kursus daring tumbuh bak cendawan di musim hujan. Dengan biaya yang ramah di kantong dan waktu yang fleksibel, kaum rebahan bisa terus bertambah pandai. Saya telah mengikuti bermacam-macam kursus daring, seperti kursus menulis, kursus desain grafis dan kursus fotografi. Bermacam ilmu yang sangat bermanfaat dapat diperoleh dengan biaya terjangkau dan bermodal HP atau laptop, serta jaringan internet.
Terkait kursus fotografi, ini adalah angan yang menjadi kenyataan. Saat saya masih belia, saya sering menyimak kolom yang mengulas tentang hobi fotografi pada sebuah surat kabar. Pastinya, saat itu saya bagai pungguk merindukan bulan, karena sepenuhnya sadar bahwa fotografi adalah hobi kalangan berpunya. Saya tidak punya keberanian untuk menekuni hobi tersebut, mengingat harga kamera dan biaya kursus yang luar biasa.
Suatu hari saya terpekik gembira, mendapati selebaran kursus fotografi daring menggunakan kamera HP dengan biaya kursus yang sangat terjangkau. Saya langsung mendaftarkan diri dan antusias mengikuti kelas‒kelasnya. Sampai saat ini terhitung saya telah mengikuti kursus fotografi tingkat basic, advance, expert, dan berlanjut ke kelas khusus seperti kelas: lighting, product, still life, food, dan macro photography. Kegiatan yang dulunya hanya ada di dalam angan, sekarang bisa menjadi kenyataan.
Jika dulu kita mengenal pepatah “dunia tidak selebar daun kelor”, saat ini yang terjadi adalah sebaliknya, “dunia hanya selebar daun kelor”. Para peserta kursus daring, tidak hanya berasal dari satu kampung, satu kota, atau satu negara. Mereka bermukim di berbagai belahan dunia. Saat saya mengikuti kursus fotografi daring, mata saya dimanjakan oleh berbagai foto cantik nan ciamik yang merekam lanskap, flora, dan fauna dari berbagai negara. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
Kesempatan untuk menambah ilmu tidak berhenti sampai di kursus daring. Berbagai macam webinar dan diskusi daring dengan menghadirkan nara sumber berkaliber pakar di bidangnya masing-masing, kerap diselenggarakan oleh berbagai instansi, seperti: lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, sampai kementrian/lembaga, contoh: LP3ES mengadakan Sekolah Demokrasi dan Sekolah Riset atau Perludem yang rutin mengadakan diskusi seputar tema penyelenggaraan pemilu dan pemilihan (pilkada). Sebagian besar kegiatan daring tersebut dilaksanakan secara cuma-cuma alias gratis.
Selain mudah dan murah, apalagi kelebihan kegiatan daring? Pada kegiatan yang sifatnya satu arah, kita bisa memohon izin untuk mematikan kamera video. Sambil menyimak diskusi, kita bisa melakukan pekerjaan rumah tangga ringan, seperti menyiangi sayuran, menyuapi anak, atau melipat pakaian. Seiring dengan selesainya kegiatan daring, selesai pula pekerjaan domestik, plus pengetahuan bertambah. Sesuatu yang pasti disukai oleh kita semua.
Dalam sehari, kita bisa menyimak lebih dari satu diskusi atau seminar daring. Ada kegiatan yang diselenggarakan pada waktu pagi, siang, atau malam hari. Biasanya, panitia seminar dan diskusi menggunakan aplikasi rapat daring dan menyiarkan via situs video berbagai. Jika kita tidak sempat hadir karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, kita masih punya kesempatan untuk melihat tayang ulangnya via situs video berbagi tersebut. Rekaman atau tayang ulangnya bisa kita nikmati berkali-kali dan sesuka hati dengan bermodal koneksi internet.
Walau pandemi sudah mulai mereda, namun virus belum sepenuhnya sirna. Untuk sementara, mari terus menambah ilmu dan memperluas wawasan dengan memanfaatkan kemudahan teknologi. Mari terus mensyukuri nikmat sehat dan nikmat hidup yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa lewat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Sejatinya, kita tetap bisa terus bertambah pandai, walau harus bertahan hidup di masa pandemi.