The Halloween Festival When the Octrouble Ends.
Halloween adalah sebuah trend yang berasal dari tradisi Ancient Celtic di Samhain, Tradisi ini dimulai sekitar awal abad ke-8, dimana orang-orang menyalakan api unggun serta menggunakan kostum-kostum khusus berasal dari kulit binatang, yang dimaknai dapat mengusir hantu dan roh-roh jahat yang berada di sekitar mereka.
Seiring berjalannya waktu, makna Halloween bergeser menjadi sebuah Pop-Culture dan dimaknai sebagai sebuah moment ketika roh-roh dan jiwa-jiwa orang yang telah mati di masa lalu keluar untuk bergentayangan di dunia di mana manusia hidup, dan juga digunakan untuk mengenang jiwa-jiwa serta roh-roh orang yang telah meninggal tersebut.
Pop Culture sendiri adalah sebuah kebudayaan populer yang merupakan hasil dari akal budi, pemikiran dan kebiasaan dari sekelompok orang. Pop-Culture ini sendiri memberikan Massive Impact terhadap kehidupan masyarakat yaitu, masyarakat menjadi lebih terbuka akan sesuatu yang baru, dan mendapatkan berbagai macam Insight, dan dapat juga menyebabkan kekaburan nilai-nilai tradisional dan menggeser nilai-nilai tradisional di masyarakat.
Insight adalah sebuah nilai-nilai baru yang merupakan hasil dari sebuah penemuan pola di dalam sebuah trend yang diperoleh berdasarkan data yang terkumpul, yang dapat dijadikan sebagai sebuah tujuan ataupun acuan dalam berperilaku di kehidupan sosial bermasyarakat, dan juga di kehidupan lingkungan keluarga.
Insight yang bisa didapat dari Pop-Culture Halloween adalah peningkatan kreativitas dalam memilih dan membuat kostum perayaan Halloween, bisa meningkatkan rasa kepercayaan diri, serta dapat membentuk sebuah relasi baru dengan masyarakat luas. Insight tersebut juga dapat diaplikasikan di kehidupan sehari-hari kita.
Perayaan pesta Halloween merupakan salah satu fenomena yang bisa menurunkan kewaspadaan terkait keamanan, karena mereka semua berbalut kostum tokoh-tokoh mulai dari film Horror hingga film-film seperti Batman, Superman, Angel. Hal tersebut membuat orang-orang akan menganggap bahwa ketika mereka melakukan sebuah kejahatan mereka tidak akan ketahuan karena mereka tertutup oleh kostum-kostum mereka yang megah dan menutupi hampir keseluruhan wajahnya.
Perayaan pesta Halloween sudah menjadi sebuah peristiwa yang sangat fenomenal di seluruh dunia, seperti di Jepang pada 31 Oktober 2021. Terdapat sebuah perayaan Halloween di sekitar Tokyo train line, naasnya ada seorang pria yang berumur 24 tahun yang berdandan bak Joker seperti yang berada di film “The Batman”, dan melakukan sebuah hal yang menyakiti orang lain.
Pria yang cosplay sebagai Joker tersebut melakukan tindakan kejahatan yang membahayakan nyawa belasan orang karena tindakan yang diperbuatnya, seperti menusuk penumpang dan membakar kereta bawah tanah di Tokyo train line. Karena hal tersebut, terdapat total 17 korban luka.
Setelah melakukan perbuatan bejatnya tersebut, dia dengan santai nya merokok dan duduk di kursi kosong kereta bawah tanah tersebut dengan menyilangkan kakinya dengan tenang.
Sedangkan para penumpang lainnya pun lari berhamburan melarikan diri dari stasiun kereta tersebut, hal tersebut merupakan sifat dasar dari manusia dimana mereka akan menjauhi hal-hal yang menimbulkan rasa bahaya bagi individu tersebut.
Ketika diperiksa oleh polisi setempat, pria yang cosplay sebagai joker itu pun menyerahkan diri tanpa adanya perlawanan. Saat diinterogasi dia mengatakan bahwa tujuan dia melakukan hal tersebut adalah karena dia ingin membunuh banyak orang dan mendapatkan hukuman mati, dia sangat terbuka atas kematian itu sendiri.
Dia menganggap hidup adalah penderitaan yang berkepanjangan, sehingga dia ingin membunuh orang untuk membebaskan mereka dari kungkungan penderitaan bernama kehidupan.
The Theory Explanation.
Das Mann adalah pemikiran Heidegger mengenai sebuah ketidakotentikan diri, dimana seseorang akan mengikuti sebuah trend yang sedang hype di sebuah kalangan masyarakat tertentu, sehingga mereka akan terjebak di “ikut-ikutan” terhadap sesuatu yang sedang hype tersebut
Mereka juga tidak ingin bertanggung jawab sendirian atas apa yang mereka lakukan, karena mereka menganggap bahwa hal tersebut adalah keputusan bersama, sehingga jika ada kesalahan akan ditanggung bersama
Kehendak Buta adalah pemikiran Schopenhauer yang menyatakan bahwa kehendak manusia merupakan dorongan buta, dimana kehendak tersebut mendorong manusia tanpa tujuan untuk melewati berbagai taraf realitas. Ketika kita ingin melakukan sesuatu sebenarnya itu tidak ada alasan rasional, tetapi kita merasionalkan keinginan kita tersebut sebagai sesuatu yang rasional.
Will to Live adalah hasil pemikiran Schopenhauer mengenai bahwa manusia akan cenderung melakukan apapun itu (meskipun tidak rational), untuk bertahan hidup dan melanjutkan kehidupannya.
Kecemasan akan Ketiadaan disebutkan oleh Heidegger mengenai bahwa manusia akan merasakan kecemasan dan ketakutan ketika mereka berhadapan dengan peristiwa yang dekat dengan Ketiadaan. Karena bagi Heidegger bahwa ketiadaan adalah sebuah ancaman nyata yang menghancurkan segala jenis realitas dan eksistensi. Kecemasan biasanya disebabkan juga karena ketidaktahuan kita terhadap objek/subjek lain yang kita temui.
The Bridge.
Fenomena Halloween berdasarkan Das Mann adalah ketika masyarakat mengikuti trend pop-culture, di mana mayoritas orang yang mengikuti Halloween Festival adalah karena mereka ingin mengikuti trend yang sedang ada tersebut. Dan ketika mereka mengikuti “arus” tersebut mereka akan kehilangan keotentikan mereka, dan cenderung akan mengalami kejatuhan.
Kejatuhan di sini berarti mereka akan cenderung akan berada di “lingkaran setan” dan akan enggan keluar dari sana, karena mereka di sana mereka tidak perlu bertanggungjawab atas pilihan yang mereka pilih. Dan akan berujung kepada kehilangan keotentikan diri mereka.
Fenomena penusukan dan pembakaran stasiun menurut sudut pandang kehendak buta adalah dikarenakan orang tersebut dikuasai oleh ego dan keinginannya untuk melakukan hal tersebut, dan dia tidak dapat mengontrol dirinya sendiri. Sehingga berakhir menjadi kegiatan kriminal seperti itu.
Will to Live dan Kecemasan akan Ketiadaan dalam fenomena tersebut dapat dilihat pada keinginan para penumpang kereta bawah tanah tersebut untuk menyelamatkan diri mereka masing masing, dimana itu memiliki pandangan yang sama dengan teori Will to survive dan Kecemasan akan Ketiadaan.
Mereka memiliki keinginan untuk tetap bertahan hidup, yang dikarenakan mereka memiliki ketakutan akan kematian dan ketiadaan tersebut, karena kematian dianggap sebagai titik akhir dari kehidupan dan kita akan kehilangan segala benda fisik yang kita miliki.
Kesimpulan
Peristiwa Halloween berdarah yang berada di Jepang tersebut bisa di analisis melalui beberapa pemikiran tokoh filsafat yaitu, Schopenhauer menggunakan teori kehendak buta serta Will to Survive, Heidegger dengan Das Mann/The They dan juga Kecemasan akan ketiadaan. Semua teori tersebut dapat digunakan untuk mengeksplanasikan peristiwa tersebut dari berbagai macam sudut pandang yang ada.
Dengan membedah peristiwa tersebut dari berbagai Point of View kita dapat mendapatkan Insight dari hal yang dibahas, meski hal tersebut bisa menjadi traumatic untuk sebagian orang.