Di pagi yang cerah nan indah aku bergegas pergi ke kampus dengan penuh ambisius. Hari itu adalah hari di mana aku mengalami kejadian yang menyedihkan. 

Aku menabrak mobil yang tiba-tiba menghadang di tengah jalan. Rasa sakit pada kedua kakiku begitu menyiksa. Namun tak ada waktu lagi untuk sekadar mengobati luka-luka ini.

Aku tetap melanjutkan aktivitasku seperti biasanya. Hingga pada akhirnya rasa sakit pada kedua kaki semakin terasa. 

Aku berbaring lemas dan memandangi kedua kakiku yang penuh lebam dan luka. Berdiri ku paksa walaupun tak mampu kurasa. 

Aku bertumpu pada kaki kananku yang penuh goresan, namun tak separah yang sebelah. Selama beraktivitas aku mengorbankan kaki kananku untuk menopang kaki kiriku. 

Kaki kananku selalu membantu kaki kiriku saat aku berjalan. Setelah kupikirkan, aku terlalu memanjakan kaki kiriku yang kurasa tak mampu, padahal masih bisa tuk menumpu. 

Padahal, kenyataannya kaki kananku pun tak kalah kaku. Seketika bayang-bayang akan kehidupanku pun melintas. 

Kaki kananku yang dipaksa bertahan walaupun juga penuh luka, mengingatkan kepada kakakku yang selama ini bertahan demi adiknya merasakan kebahagiaan.

Sedih rasanya mengingat begitu banyak pengorbanan yang telah kakakku lakukan. Hanya demi aku yang banyak tuntutan, ia rela menahan keluh yang ia rasakan. 

Ia berdiri tegak meski diterpa banyak ombak. Baginya bahagiaku adalah nomor satu. Seperti halnya kaki kananku yang rela dijadikan tumpu padahal sudah tak mampu. 

Tak peduli dia merasakan luka, yang terpenting aku tak seterluka dirinya. Namun tak melulu aku yang menjadi beban, seperti kaki yang tak melulu terluka kanan. Kami berdua saling menguatkan. 

Hidup tanpa figur seorang ayah, kami berkelana tanpa menyerah. Kami berjalan berdua meraih tujuan yang sama. Bak kaki yang selalu bersama dan mustahil untuk berpisah. 

Penuh suka duka yang kami alami setiap hari. Berbagi kisah adalah rutinitas kami. Halang rintang kami lalui bersama. 

Sering menginjak kerikil namun tak lupa tuk saling menggiring. Sering menempuh jalan yang salah, namun tetap bersama berputar arah. Sering terseok-seok namun selalu saling menguatkan. 

Sederhana namun bermakna, kami hidup dan tumbuh bersama. Laksana kaki yang tersandung, terjatuh, dan kemudian berdiri tegak bersama, ujian dalam kehidupan pun kami jalani bersama.

Tak jarang kami saling menginjak namun tak ada yang benar-benar terinjak. Mana mungkin kaki yang memiliki satu tubuh bisa saling bunuh. Melihat satu tergores saja, sudah tak mampu rasanya.

Kami selalu diperlakukan sama. Yaa.. lagi-lagi seperti kaki yang diberi sepasang sepatu dengan ukuran yang sama. Namun ukuran yang sama pun tak selamanya memiliki bentuk yang sama.

Mana mungkin ia yang kanan mengenakan sepatu untuk diriku yang kiri. Tentu saja tak mungkin bisa dipakainya.

Perlu diingat, tak selamanya kaki yang bersama itu identik sama. Begitu pula dengan sepasang saudara yang hidup bersama, pastinya mereka juga memiliki hal yang berbeda. 

Meskipun mungkin tak banyak perbedaan yang ada, namun masing-masing tentu memiliki ciri khas yang berbeda.

Adanya perbedaan tak berarti tak bisa bersama. Justru dengan adanya perbedaan banyak hal yang bisa disatukan. Saling melengkapi adalah salah satu kunci yang perlu dijalani. 

Selayaknya kaki yang mengenakan sepatu dengan warna yang berbeda. Memang yang mereka kenakan berbeda, namun perbedaan itu justru membuat mereka semakin sempurna.

Semakin ku pikirkan semakin benar bahwa sesama saudara adalah sepasang kaki yang berada pada tubuh yang sama. Dilahirkan dalam jangkauan yang sama. Dibesarkan pada raga yang sama pula. 

Melangkah bersama dengan tujuan yang sama. Meski mungkin terkadang kaki saling memberi jeda saat berjalan, namun mereka tak berhenti tuk saling menyusul.

Mungkin tak banyak orang yang sadar akan filosofi kaki ini. Namun tak ada salahnya untuk membuka mata dan sadari bahwa saudara adalah segalanya. 

Sedari belia bersama tentu saja memberikan banyak tawa. Sayangi dan senantiasa ada untuk saudaramu, karena sesungguhnya hanya dengan merekalah kita benar-benar mengerti arti bersama dan setia.

Tak ada seorang yang meninggalkan saudaranya dengan rela. Meski terkadang harus berpisah karena keadaan namun suatu hari akan kembali dipersatukan. 

Walaupun tak lagi searah namun mereka tak lupa kembali ke rumah. Saudara lahir dalam jiwa yang sama. Mereka hanya terpisah oleh raga yang berbeda. 

Sama halnya dengan kaki yang memiliki tujuan penciptaan yang sama, namun dipisahkan agar saling menguatkan.

Filosofi kaki sangat melekat dalam persaudaraan. Meski tak ada kata cinta yang terucap, namun perlakuan peduli yang selalu menghiasi. 

Mungkin jika tak ada tragedi kecelakaan kemarin aku tak bisa memaknai semua ini. Benar kata orang, selalu ada hikmah dalam setiap kejadian. 

Meski terkadang kejadian dengan kenyataan tak selaras, namun kita harus mampu melihat dengan kacamata yang lebih luas. Semua peristiwa pasti punya makna.