5 Kali sudah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengirim e-mail kepada Kimi Hime. Namun YouTuber dengan 2,2 juta subcribers dan 1,2 juta follower Instagram itu tak juga membalas. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akhirnya memblokir 3 konten youtube pemilik nama asli Kimberly Khoe itu.

Kasus ini bermula Komisi I menerima laporan dari Asosiasi Pengawas Penyiaran Indonesia (APPI) terkait konten Kimi Hime yang dinilai mengandung konten dewasa di channel YouTube miliknya. Lalu Komisi I DPR-RI melakukan Rapat Kerja dengan Kominfo beberapa waktu lalu.

Pihak Kemkominfo menyatakan maksud pemanggilan Kimi Hime untuk meminta klarifikasi konten youtube miliknya yang dinilai asusila. Kasus ini menarik kita cermati. Bukan hanya karena Kimi sosok terkenal di dunianya akan tetapi kasus ini memiliki beragam sudut pandang.

Saya kira bukan hanya kontennya yang patut diperdebatkan akan tetapi dari sisi hukum masih terbuka ruang dialog. Dalam UUD 45 pasal 27 poin 2 dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Landasan yuridis di atas cukup kiranya bagi Kimi Hime maupun Kemkominfo untuk menyamakan persepsi. Pekerjaan yang dilakukan Kimi merupakan hak yang dijamin UUD 45. Negara tidak boleh merampas hak warga negara tersebut. Adapun terhadap penilaian konten yang tidak susila kiranya hanya beda sudut pandang. 

Dalam UU No 44 tahun 2008 disebutkan pornografi ialah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Pasal ini jelas masih multitafsir sehingga Kemkominfo sebaiknya jangan gegabah. Jangan mendominasi pendefinisian sesuai sekehendak hati. Di saat yang sama berpeluang melanggar hak Kimi untuk berkreasi. Wajar bila Kimi Hime tak membalas DM maupun e-mail dari Kemkominfo sebagaimana klarifikasinya setelah 3 kontennya di take down.

Sebagai selebgim Kimi pastilah paham gim yang harus dia mainkan. Ia pasti paham ketenarannya bakal mendapat krikil-krikil di tengah jalan. Entah itu disebarkan pihak otoritas maupun orang-orang yang kurang senang dengannya.

Menurut situs socialblade Kimi sukses menghasilkan US$2.400 hingga US$38.800 setiap bulannya. Situs lain (noxinfluencer) penghasilan Kimi Hime setiap bulannya berkisar US$17.896. Apabila dirupiahkan dengan asumsi US$1 sama dengan Rp 14.000 maka pendapatannya Rp 250,54 juta setiap bulan.

Pendapatan itu baru dari akun youtube-nya. Barangkali dari media sosial lain Kimi juga mendapatkan penghasilan setiap bulan. Terlepas berapapun pendapat Kimi Hime, saya kira pihak Kemkominfo tidak boleh semena-mena.

Dalam pembelaannya Kimi menyatakan bahwa penonton channel YouTubenya selama ini umumnya berumur 18-24 tahun. Selebihnya di usia 25 hingga 44 tahun. Hanya 16 persen pengunjung youtube-nya yang berusia di bawah 17 tahun.

Dalam videonya Kimi juga mengingatkan kepada orang tua bahwa YouTube itu bukan untuk anak-anak. Menurutnya ada fitur yang namanya YouTube Kids yang dikhususkan untuk anak-anak. Saya kira kita sepakat dengan pernyataan Kimi.

Pihak YouTube biasanya memang langsung menghapus konten-konten yang dianggap melanggar. Apakah itu vidoe kekerasan maupun pornografi. Selama konten Kimi masih bisa berselancar berarti tidak melanggar aturan mereka.

Keputusan Kemkominfo telah mengganggu hak Kimi bekerja sesuai dengan hobinya. Harusnya Kemkominfo melihat konten youtube Kimi sebagai sebuah seni. Di dalam seni terdapat estetika, keindahan yang sering difitnah atau disangkakan sebagai pornografi. 

Kemampuan membedakan antara estetika, sebuah keindahan dan pornografi, sesuatu yang merusak moral, jarang kita miliki. Ketidakmampuan membedakan ini yang kemudian melahirkan tafsiran-tafsiran emosional. Dan Kimi Hime menjadi salah satu 'korban' dalam remang-remang definisi pornografi dan estetika.

Umumnya jika bicara pornografi selalu dikaitkan dengan perempuan. Seolah-olah perempuan obyek dari pornografi. Perempuan itu ya pornografi jika bagian tubuhnya terlihat. Jika Kimi Hime seorang laki-laki barangkali Kemkominfo tidak akan mempersoalkannya?

Apakah ketika laki-laki menampakkan bagian tubuhnya pernah dinilai pornografi? saya kira tidak pernah. Jika demikian pornografi terkait dengan cara berpikir orang. Sama halnya ketika melihat kambing kawin, ada yang mengatakan itu adegan porno dan ada pula yang mengatakan itu hanya adegan reproduksi.

Cara berpikir porno akan menentukan penilaian atas sesuatu. Kimi Hime dinilai menyajikan pornografi oleh mereka yang berpikir porno. Para gamers hanya tertarik pada trik yang disajikan Kimi di akun youtube-nya. Gamers tidak menilai Kimi Hime menyajikan pornografi karena mereka tidak berpikir porno.

Bayangkan bila dokter memiliki cara berpikir porno, pastilah pasien tidak diagnosa penyakitnya. Dokter hanya menikmati setiap inci tubuh dari pasiennya. Akibatnya obat salah dan berakibat fatal bagi pasien.

Tanpa berpikir porno maka dokter dapat nendiagnosa penyakit pasien. Bagi seorang dokter, payudara, betis, paha, perut bahkan vagina, hanyalah organ. Karenanya, yang ditampilkan Kimi Hime dalam akun youtube-nya tergantung dari cara pikir kita, porno or not.

Karenanya, jangan sampai cara berpikir porno menghalangi Kimi Hime berkarya. Jika yang dilakukan melanggar norma agama yang dianut, jangan ditonton. Jangan salahkan Kimi yang berkarya. Jangan langgar hak dia untuk bekerja sesuai dengan keinginannya.