Pria dan wanita sama saja, sama-sama punya potensi untuk selingkuh, karena ada jenis pria dan wanita yang memang cenderung lebih gampang berselingkuh.

Beberapa tahun lalu, saya pernah membaca hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Binghamton University, mengenai keberadaan dopamine Receptor D4 polymorphisme (DRD4 gene) dalam DNA manusia. Saya membacanya di researchgate.net, berjudul Associations between Dopamine D4 Receptor Gene Variation with Both Infidelity and Sexual Promiscuity, yang dipublikasikan pada November 2010. Mereka menemukan ada bentuk variasi gen DRD4 yang bisa membikin pria cenderung lebih mudah berselingkuh.

Kemudian ada seorang psikolog Brendan P. Zietsch dari universitas Queensland, Australia, yang mendapatkan hasil penelitian yang terkait pengaruh unsur genetik juga—yang terjadi pada pria maupun wanita—dan yang diterbitkan tahun 2014 di Evolution and Human Behavior: 63% untuk kasus pria selingkuh, 40% untuk kasus wanita selingkuh. Brendan menemukan juga dalam DNA sejumlah wanita ada variasi gen—bernama AVPR1A, yang bisa membuat wanita cenderung lebih mudah berselingkuh.

Itu betul-betul mengejutkan bahwa perselingkuhan dapat dikaitkan dengan gen. Jadi entah wanita entah pria, bisa dikatakan, bahwa salah satu faktor yang bisa membuat mereka berselingkuh adalah karena dorongan genetik, atau yang secara biologis cenderung membuat mereka lebih gampang berselingkuh.

Itu berarti merupakan hal yang ilmiah dan alamiah. Melalui bustle.com, saya mendapati pernayatan Dr. David Barash—seorang ahli biologi evolusi—di dalam serial video mingguan Love, Factually, bahwa manusia secara alami tidak bersifat monogami, dan itu salah satu teori dari sains yang paling sederhana sekaligus terbesar yang dapat menjelaskan mengapa manusia selingkuh.

Tetapi hal tersebut, kata Dr. Barash, tidak selalu berarti buruk. Ada banyak hal atau ketrampilan yang secara alami tidak kita kuasai. Misalnya ketrampilan memasak atau bermain musik. Itu bukan ketrampilan yang dimiliki sejak lahir, tetapi jika kita menganggap itu hal penting yang harus kita pelajari dan kuasai, maka kita akan melakukan apa pun yang kita butuhkan untuk memiliki skill tersebut.

Hal yang sama, menurut Barash, juga berlaku untuk monogami. Secara alami kita mungkin cenderung tidak berkomitmen pada satu orang, tetapi kita tetap bisa memprioritaskan hal itu jika memang mau.

Dan membaca fakta bahwa manusia tidak secara alami bersifat monogami, berarti kesetiaan adalah hal penting yang harus kita pelajari—jika kita ingin memprioritaskan hal itu. Maka itu kita harus tahu seninya.

Seninya adalah dengan menjadi meditatif, dengan menjadi sadar terhadap kata-kata yang muncul di pikiran kita yang mendorong kita untuk selingkuh, ketika misalnya, kita tertarik dengan lawan jenis lain. Ini adalah teknik meditasi, yaitu dengan cara memposisikan kita sebagai pengamat atau penonton terhadap kata-kata di pikiran yang mendorong kita untuk selingkuh, atau dengan hanya menjadi saksi bisu.

Kata-kata itu bisa berupa ide bahwa wanita atau pria lain lebih keren dari pasangan kita, atau lebih pintar atau lebih terpelajar atau lebih mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan terkini—atau apapun yang lebih baik ketimbang pasangan kita, dan kita terdorong untuk mendekatinya. Saksikan saja dengan diam kata-kata itu dan jangan mengidentifikasikan diri dengan mereka—seolah-olah mereka hanya awan gelap yang sedang melewati langit cerah batin kita. Jika tidak, kata-kata itu akan menggerakkan kita untuk mendekati lawan jenis itu, dan seterusnya, dan seterusnya.

Itulah hal yang saya pahami dari pengalaman saya sendiri. Kita betul-betul perlu belajar untuk menjadi lebih sadar dan menjadi pengamat untuk pikiran yang bisa menjerumuskan kita ke perselingkuhan. 

Fakta bahwa manusia tidak secara alami bersifat monogami, itu bukanlah fakta yang menyenangkan, dan rasanya akan sulit kita menerimanya, dan itu akan membuat kita menjadi was-was terhadap pasangan kita. 

Mungkin akan lebih baik jika kita tidak tahu fakta ini. Itu akan membuat kita lebih tenteram.

Tapi fakta adalah fakta, dan kita harus bisa menerimanya secara faktual—begitu juga pasangan kita. Mungkin kita bisa menganggap fakta ini sebagai penyakit yang selama ini tersembunyi, dan yang tidak kita sadari sama sekali.

Sekarang, ketika kita sadar, dan penyakit itu muncul ke permukaan, kita bisa menyembuhkannya. Kita akan sulit menyembuhkannya jika penyakit itu tetap tersembunyi dan tidak kita sadari.

Kemudian kita bisa mendiskusikan ini secara terbuka dengan pasangan kita. Saya pernah mendiskusikan ini dengan pacar saya (lebih tepatnya, sekarang adalah mantan pacar, dan saya akan tetap mendiskusikan ini kepada perempuan yang kelak menjadi pacar atau istri saya), di awal-awal kita pacaran dulu, sekitar satu tahun lalu.

"Suatu hari," kata saya, "kamu mungkin menemukan pria lain dan tertarik sama pria itu, lalu kamu terdorong untuk deketin dia. Kemudian hal-hal seperti flirting atau rayuan bisa saja terjadi di anatara kalian. Terus kalian mungkin akan ketemuan. Dan bahkan mungkin jika memang kamu mau, hal-hal yang lebih dari sekadar ketemuan bisa saja terjadi. Kamu paham maksud aku?"

Dia mengangguk dan tiba-tiba memeluk saya. Waktu itu kami sedang berada di sebuah kafe yang sepi; dia duduk di sebelah saya, dengan tubuh yang menghadap ke arah saya.

"Kamu nggak bisa ngasih jaminan bahwa kamu nggak akan tertarik sama lawan jenis lain. Begitu juga aku," lanjut saya. "Karena itu alamiah, dan mustahil jika kita tidak tertarik sama lawan jenis lain.

"Yang perlu kita lakukan adalah, ketika kita tertarik sama lawan jenis lain, kita perlu menjadi sadar terhadap suara-suara di pikiran yang bisa saja muncul, yaitu suara-suara yang bisa menjerumuskan kita ke perselingkuhan.

"Kita memahami bahwa hal seperti berawal dari chatting sama lawan jenis lain—lalu kita mulai menyembunyikan intensitas chatting kita dengannya, kemudian mulai mencuri-curi waktu untuk bisa mengobrol atau ketemuan sama dia dan sebagainya, adalah hal yang bisa membuat kita terperosok ke perselingkuhan.

"Kita sama-sama memahami ini dan, dengan memahaminya, itu membuat kita menjadi punya semacam rem untuk menyetopnya jika hal itu terjadi sama kita. Kita menjadi lebih bisa mencegahnya jika potensi perselingkuhan muncul dan kita akan menjadi lebih terampil dalam menjalani hubungan yang setia.

"Dan itu harus menjadi komitmen dari hati ke hati, lalu harus menjadi jaminan. Tetapi jaminan itu hanya ada di dalam diri kita masing-masing. Kita tidak bisa memberikannya kepada satu sama lain.

"Dengan kata lain, kita harus mampu menjadi pengendali penuh atas diri kita sendiri untuk hal apa saja yang bisa membuat kita terperosok ke perselingkuhan."