Pandemi virus Covid-19 mengharuskan banyak orang untuk lebih banyak berkegiatan di rumah. Terus-terusan di rumah dan jarang keluar tentu mengundang rasa bosan. Namun ada banyak alternatif kegiatan untuk mengusir kebosanan, seperti membaca buku, mengikuti webinar gratis, dan yang sering dilakukan adalah menonton film lewat streaming

Sebelum pandemi virus Covid-19, film sering ditayangkan di bioskop yang tersebar di mal berbagai kota. Untuk sementara ini, bioskop masih ditutup karena dianggap masih belum aman dari penyebaran virus Covid-19. Walaupun ada beberapa daerah yang sudah mulai merencanakan membuka bioskop kembali.  

Sementara bioskop masih ditutup, menyaksikan film via streaming dapat dijadikan pilihan alternatif. Selain karena tidak terlalu menguras kantong, menyaksikannya pun bisa kapan pun dan di mana pun. Hanya dengan bermodalkan kuota, kita sudah dapat menyaksikan tayangan yang ingin ditonton. Meskipun streaming film kebanyakan dari provider ilegal dan dianggap merugikan pihak yang memproduksi film.

Di era sekarang, film dijadikan sebagai hiburan di kala jenuh menjalani rutinitas harian yang monoton. Ada beragam pilihan genre film yang disediakan. Di antaranya, genre action, horror, thriller, romance dan yang lainnya. Penonton bebas memilih berdasarkan kecenderungan genre mana yang disukai.

Sebagai bagian dari produk sejarah yang memakan waktu yang panjang, film tentu telah menempuh serangkaian peristiwa dan penemuan sebelum bisa dinikmati layaknya sekarang. 

Jika ditarik ke belakang, cikal bakal kehadiran film tak bisa dipisahkan dari terciptanya kamera obscura pada akhir abad ke-10 memasuki abad ke-11 oleh seorang ilmuwan muslim, Ibnu Haytham. Pada saat itu, kamera masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana. Seiring perkembangan zaman, kamera terus berkembang dan makin canggih.

Singkat cerita, pada tahun 1877, seorang fotografer Inggris keturunan Belanda, Eadweard Muybridge, berhasil membuat sebuah video pendek menggunakan kamera foto. Dengan menggunakan 24 kamera foto, ia merekam gerakan kuda yang sedang berlari. Kemudian dengan sebuah alat, Eadweard Muybridge menggabungkan foto tersebut menjadi video pendek. Di kemudian hari, peristiwa tersebut menjadi tonggak sejarah dunia perfilman. 

Seiring berjalannya waktu, para ilmuwan menciptakan kamera jenis baru yang tidak hanya dapat memotret foto, akan tetapi juga mampu merekam objek berjalan (video). Lalu pada 28 Desember 1895, dibuatlah film dokumenter pertama oleh dua kakak beradik, Louise Lumiere dan Auguste Lumiere.

Jika kita menengok kembali ke masa lalu, terdapat perbedaan yang kentara antara film tempo dulu dengan film zaman sekarang. Film tempo dulu masih berwarna hitam putih, tanpa suara dan berdurasi sangat singkat. 

Dari zaman ke zaman, film banyak bertransformasi dalam berbagai hal. Mulai dari segi warna, durasi bahkan fungsi. Berkat kecanggihan teknologi, kini film dapat dinikmati dengan ragam warna, genre dan durasi yang jauh lebih panjang serta dengan teknik sinematografi yang memanjakan mata penonton. 

Bagi sebagian kalangan, film tidak hanya sebagai hiburan saja, akan tetapi juga sebagai lahan bisnis. Ada jasa yang harus dibayar kepada aktor dan aktris yang membintangi sebuah film. 

Salah satu alasan mengapa film diminati banyak orang, karena film dapat memvisualisasikan suara, gerakan dan suasana sebuah cerita. Dan kebanyakan orang lebih suka menikmati sebuah cerita yang disertai dengan gerakan dibandingkan dengan hanya membaca saja. 

Karena itulah maka tak jarang kita jumpai, banyak cerita novel, wattpad, komik, dan manga yang difilmkan. Seperti film Bumi Manusia yang diadaptasi dari novel karya Pramoedya Ananta Toer dan film Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Selain itu juga ada film yang diadaptasi dari kehidupan nyata seorang tokoh, sebut saja film Habibie Ainun dan Kartini.

Dan sudah barang tentu, sesuatu yang mempunyai kelebihan, pasti juga memiliki kekurangan. Begitu juga dengan film.

Walaupun film dapat menggambarkan dengan jelas suara, gerakan, dan suasana, namun pembuatan sebuah film memakan biaya yang besar dan waktu yang lama. Selain itu, ada banyak orang yang harus terlibat dalam pembuatan sebuah film. Tak hanya aktor dan aktris yang bermain di depan layar, juga ada orang di belakang layar yang sama-sama bertugas menyukseskan pembuatan sebuah film.

Layaknya media lain seperti buku dan DVD, film juga rentan dengan kasus pembajakan. Meskipun pemerintah sudah memblokir beberapa provider film ilegal, bukan berarti kasus pembajakan film hilang.

Masih segar di ingatan kita, ketika pemerintah memblokir beberapa situs ilegal, termasuk diantaranya situs IndoXXI yang cukup terkenal dan sering dikunjungi oleh warganet. Ibarat peribahasa "mati satu tumbuh seribu", tumbangnya IndoXXI  dan beberapa situs lain yang seharusnya mematikan situs pembajakan film tapi malah menyuburkan situs-situs ilegal lain.

Usaha memberantas pembajakan film bukanlah perkara mudah. Diperlukan kerja sama antar semua pihak agar film dapat dinikmati tanpa merugikan pihak mana pun.