Menarik untuk mengamati perkembangan teknologi yang sedemikian pesatnya dalam dekade terakhir ini. Perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri telah memberikan kontribusi pada kehidupan manusia di hampir semua aspek kehidupan.
Perkembangan teknologi transportasi adalah salah satu teknologi yang ditemukan pada abad 19, sebagai hasil samping revolusi industri yang dipelopori oleh James Watt dengan mesin uap nya.
Ian Morris, dalam bukunya Why the West Rules membuat sebuah grafik pertumbuhan human social development selama 10.000 tahun. Dengan melihat grafik, diperolah sebuah kesimpulan tentang terjadinya lonjakan nilai pada abad 19 sampai sekarang ini.
Beberapa kehidupan selama sekian milenium ternyata masih menghasilkan pertumbuhan yang relatif stabil tanpa adanya peningkatan yang berarti, sampai munculnya revolusi industri pada abad 19.
Pada era tersebut, teknologi mesin uap terutama dipakai untuk menggantikan ‘otot’ manusia. Brynjolfsson dan McAfee menamakan fase ini sebagai era first machine. Brynjolfsson dan McAfee merumuskan era second machine sebagai perubahan yang terjadi karena perkembangan pesat dari teknologi yang ditopang oleh teknologi berbasis komputer.
Gelombang mesinisasi mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam segala bidang, yang tercermin dari naiknya angka produktifitas dalam proses produksi. Penggunaan mesin, robot, atau peralatan lain yang lebih cerdas secara perlahan namun pasti telah menggantikan beberapa pekerjaan yang secara tradisional dilakukan oleh manusia.
Era ini adalah sebuah era, dimana terjadi pergeseran kemampuan mesin yang pada revolusi sebelumnya untuk menggantikan ‘otot’, menjadi mesin yang bisa menggantikan ‘otak’ manusia. Mesin telah menjadi semakin ‘cerdas’ pada saat ini.
Banyak pekerjaan yang pada masa sepuluh tahun lalu dianggap tidak mungkin digantikan manusia. Ramalan bahwa mesin tidak mungkin bisa mengendarai mobil dalam waktu yang sangat pendek, telah dimentahkan oleh Google yang membangun mobil tanpa pengemudi yang bisa dipakai di jalan raya di Amerika Serikat.
Kemajuan teknologi menghasilkan efek samping yang tidak dikehendaki dalam kehidupan ekonomi. Semakin teknologi berkembang, nilai ekonomi yang dihasilkan semakin tinggi. Sayangnya pertumbuhan ekonomi ini sekaligus menciptakan kesenjangan yang besar. Kesenjangan pendapatan antar kelompok dengan skill tinggi dengan skill rendah menjadi semakin melebar.
Akibat berikutnya adalah, teknologi juga menggeser tenaga kerja skill rendah dengan mesin produksi, termasuk di dalamnya robot. Dengan teknologi yang semakin murah, tenaga kerja ini adalah yang paling rentan untuk diganti. Proses ini berjalan dengan pasti walaupun terlihat lambat. Dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin kita tidak menyadari terjadinya pergeseran peran manusia oleh mesin.
Saat saya melakukan perjalan bisnis ke pembuat robot, setidaknya saya menemukan tiga hal yang menghilangkan fungsi manusia. Keluar pintu tol, saya melakukan pembayaran dengan kartu dengan memilih melewati gardu tol otomatis.
Pada saat masuk area bandara, saya disambut gerbang yang membuka sendiri setelah saya mengambil tiket parkir. Sesampai di bandara, saya datang ke mesin pencetak boarding pass, dan langsung menuju ruang tunggu keberangkatan. Semua proses diatas, tentu butuh manusia untuk mengoperasikannya pada waktu sebelumnya.
Era revolusi industri, era first machine terjadi penciptaan pekerjaan yang melimpah. Perpindahan tenaga kerja dari agraris ke manufaktur relatif tidak menambah angka pengangguran secara berarti. Akan tetapi pada era second machine, penciptaan lapangan kerja yang baru relatif tidak bisa menggantikan jumlah pekerjaan yang hilang, karena teknologi yang mendorong mesin lebih pintar makin berkembang.
Industrialisasi telah dengan baik menyerap migrasi tenaga kerja ini. Akan tetapi, mesin yang semakin cerdas, dalam banyak hal mulai mengganti peran manusia. Efisiensi dan kompetisi memaksa industri untuk mencari cara yang lebih efisien dalam proses produksinya, dengan salah satu pilihan adalah mesinisasi.
China dengan harga buruh yang dianggap paling murah, juga mengalami hal yang sama. Foxconn, sebuah pabrik peralatan elektronik yang melayani banyak pelanggan perusahaan teknologi kelas dunia seperti Apple, mengalami hal yang sama.
Tahun 2013, jumlah total karyawan Foxconn di China hampir 1,2 juta, nomer 3 paling banyak setelah Wallmart dan McDonalds. Foxconn telah membuat keputusan untuk tidak menambah lagi jumlah pegawai, tapi akan memasukkan robot sebagai ‘karyawan’ baru untuk mengantisipasi kenaikan produksi. Di tahun yang sama, Foxconn telah memasang lebih dari 20.000 robot dalam proses produksinya (Mellon and Chalaby, 2014).
Kembali ke masa 20 tahun lalu pada saat saya mengerjakan tugas akhir dengan topik robotika, issue tentang dampak tenaga kerja sempat saya diskusikan dengan dosen pembimbing waktu itu. Dengan mengambil contoh kasus di Jepang, proses mesinisasi tidak mengalami gejolak, karena tenaga kerja yang ada bisa melakukan proses perpindahan dengan beralih ke industri yang sifatnya kreafit. Hal ini tergambar dengan maraknya harajuku dan manga sebagai bagian dari industri kreatif Jepang.
Struktur demografi Jepang dengan kelebihan penduduk usia tua, justru sangat membutuhkan robot sebagai salah satu penunjang produktifitas. Kebijakan Jepang untuk memperketat tenaga imigran menjadi salah satu penyebab kuangnya tenaga kerja, selain angka kelahiran yang sangat rendah.
Tentu hal ini sangat berbeda jauh dengan negara lain di Asia dan Afrika, dimana pertumbuhan penduduk masih sangat tinggi.
Jika transisi dari pada era first machine bisa berlangsung secara mulus, tantangan yang dihadapi pada saat transisi di second machine menjadi lebih berat.Kenaikan angka pengangguran yang disebabkan oleh penggunaan teknologi semakin tinggi. Penurunan ini hanya bisa dikompensasi dengan penciptaan lapangan kerja yang baru.
Profesi baru memang sudah mulai bermunculan dengan perubahan teknologi. Dibutuhkan skill dan pengetahuan baru untuk bisa mengambil bagian dalam perubahan ini. Proses pendidikan menjadi bagian penting unutk mempersiapkan hal ini.
Pekerjaan yang paling akhir yang bisa digantikan oleh komputer adalah pekerjaan yang berbasis kreatifitas. Jika 20 tahun lalu Jepang melakukan antisipasi dengan bidang kreatif, sekaligus dibantu secara ‘kebetulan’ oleh faktor demografi penduduk tua nya, tantangan yang dihadapi saat ini lebih berat lagi. Inovasi di berbagai bidang menjadi salah satu alternatif solusi untuk membuka kesempatan kerja baru.