Konstitusi organisasi itu warisan pendahulu sejak puluhan tahun silam. Selain memuat hukum, isinya mencerminkan cita-cita, harapan, dan kepedulian terhadap keberlangsungan himpunan. 

Lalu, ketua macam apa yang memberi contoh pelanggaran AD/ART? Pemimpin macam apa yang sengaja dan terang-terangan menginjak-injak kitab suci HMI?

Saya sudah ingatkan jauh-jauh hari, aklamasi hanya mungkin terwujud dari hasil koalisi gemuk. Persekutuan politik semacam itu pada akhir cerita pasti menyisakan tarik ulur bagi-bagi kue jabatan. Ketua terpilih pasti dicekik dilema karena mesti mengakomodasi lebih banyak pihak. Artinya, otak ketua tidak lagi jernih memilih mana yang kompeten, tapi pasrah pada tuntutan orang-orang yang berjasa dalam pemenangannya.

Memprihatinkan manakala nama yang disodorkan ternyata di bawah standar. Minim prestasi, rendahnya jenjang pelatihan, ada nama yang dulu terkena skorsing, bermental korup, masuk kepengurusan tidak berniat mengabdi tapi mengolah dan mencari proyekan. 

Soal kualitas perilaku itu memang masih bisa diperdebatkan. Tapi kalau capaian jenjang training, siapa bisa menyangkal?

Seorang mantan ketua KOHATI cabang yang tinggal di pulau Jawa bahkan menginformasikan, orang baru LK1 ada yang masuk struktur kepengurusan PB HMI. Ini berarti jelas tidak ada itikad baik dari ketua untuk membenahi organisasi. Sudah jelas, untuk menjadi pengurus besar harus sudah mengikuti LK3, lha ini lulusan basic training kok ditarik masuk?

Ramai-ramai orang mempermasalahkan susunan pengurus yang aneh, ketua PB HMI malah muncul di video sedang berpuisi. Isinya mengkonter deklamasi yang dilakukan Sukmawati Soekarnoputri yang dituduh menista islam, lalu ketua pusat HMI buru-buru menandinginya seolah ia pembela agama yang gigih. 

Jika ingin menjadi muslim yang baik, harusnya masalah yang di depan mata dulu saja yang diselesaikan. Jangan berbuat yang tidak menyentuh substansi persoalan.

Rupa-rupanya ketua HMI yang baru ingin mengekor jalan politik ketua sebelumnya, Mulyadi P Tamsir. Bertingkah seolah Islam sedang diserang, lalu tampil bersama kelompok kanan. Padahal polemik yang ditimbulkan Sukmawati hanyalah pembacaan realitas yang menimpa kebudayaan kita, Jawa. Orang ramai-ramai ingin berislam, tapi tidak sedikit yang terperosok menjadi pengikut budaya Arab.

Dalam mental sebagian kader HMI, ada ketakutan pada membesarnya organisasi mahasiswa Islam lain yang dinilai lebih bercorak islami. HMI terkadang dianggap kurang mencerminkan keislaman dalam praktik sehari-hari, sehingga pamornya pelan-pelan digantikan KAMMI, misalnya.

Mahasiswa baru berbondong-bondong masuk organisasi yang dulunya pemakmur masjid kampus dan dibidani Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Hal tersebut mendorong elite HMI untuk kembali ’’mengislamkan’’ citra organisasi.

Salah satu langkah paling mudah ya lewat jalur politik. Itu dulu yang dilakukan Mulyadi P Tamsir dengan gerakan anti-Ahok dan bela Islam. Hari ini trik politik tersebut digunakan lagi oleh ketua PB HMI. Merasa polemik kepengurusan memperburuk citranya, segera ia mencari isu lain untuk mengalihkan perhatian kader.

Kebetulan ada momen untuk melakukan itu. Ibu Sukmawati membaca puisi, isinya mengomparasikan Jawa dan Islam Arab, lalu ramai-ramai orang melaporkan. Agar tidak kehilangan momen dan arus, Saddam Al Jihad ikut-ikutan berpuisi, divideokan, lalu disebar seolah dia pembela Islam yang gigih.

Menjadi muslim yang baik sebenarnya tidak perlu populis. Cukup tanggung jawabnya ditunaikan penuh keseriusan. Persoalan dasarnya jangan dilupakan.

Kader HMI se-Indonesia harus paham, ketua PB HMI sedang melakukan kesalahan fatal dan ia mencoba mengecoh kita semua. Kenapa ada ketua cabang yang masih menjabat dijadikan pengurus besar? Mengapa pengurus cabang banyak yang ditarik ke PB HMI? Itu dulu yang harusnya dijawab Saddam Al Jihad.

Mumpung kepengurusan masih baru, merevisi Surat Keputusan struktur kepengurusan belum terlambat. Kalau setelah lengser nanti Anda mau jadi politisi atau mencalonkan diri jadi anggota dewan, sabar, nanti dulu saja.

Sekarang Anda itu ketua PB HMI, jangan bertingkah layaknya politisi yang tidak peduli pada apa pun selain populisme. Budak populisme itu mengerikan, selain melakukan sesuatu harus disenangi banyak orang, ia juga tidak segan-segan membunuh kebenaran demi ketenaran.

Memberi contoh itu sama saja mengajak diam-diam. Kalau ketua PB HMI mengajak kadernya tidak menaati AD ART, lalu dasar apa yang digunakan untuk menjalankan organisasi? Pemimpin macam apa yang mengkhianati kesepakatan bersama? Ketua macam apa yang mengiris-iris hati 300.000 kader se-Indonesia? 

Ketua yang secara sengaja melanggar aturan main himpunan, apa layak diikuti? Apakah instruksinya layak dipatuhi?

Dari dulu kesalahan kader HMI itu sama. Nafsu berkuasanya tinggi, tapi tidak diikuti kompetensi. Semua orang ingin menjadi ketua, tapi tidak sadar dirinya mau membawa organisasi ke mana. Akhirnya tidak punya visi, programnya tidak jelas, pun mandul ketegasan. 

Orang macam itu hanya akan menjadi pion kepentingan dan melempem tatkala dihantam tekanan. Wajar saja Ahmad Wahib keluar dari organisasi yang katanya progresif ini, padahal kenyataannya permisif dan pasif.

Sudah tahu ini bukan kontes ketampanan, juga bukan panggung pencarian model. Jelas untuk menjalankan organisasi sekelas HMI, tidak cukup modalnya cuma paras rupawan. 

Lagi pula. dalam filsafat dunia manapun, kegantengan tidak pernah menjadi solusi bagi terciptanya masyarakat adil makmur yang diridai Allah SWT. HMI bukan ajang semacam Miss World bos, umat butuh program bukan tampang.

Mundur dari jabatan bukan peristiwa memalukan. Jika Saddam Al Jihad tidak mampu, kompeten, siap, punya program, dan tidak layak memimpin organisasi sebesar HMI, lebih baik mundur. Jika Anda tidak kuat menulis surat pengunduran diri, saya siap membantu mengetikkan.

Seorang intelektual harusnya tidak bertingkah layaknya politisi. Jadilah kesatria yang menuntaskan masalahnya dengan bijak dan bertanggung jawab. Jadilah diri sendiri, jangan ikut-ikutan cari panggung. 

HMI itu punya dua komitmen, keislaman dan kebangsaan. Berat hanya di satu sisi berarti ke-HMI-an Anda masih cacat. Kader yang hanya berpihak pada sisi Islam tapi meniadakan keindonesiaan, berarti dia bukan kader teladan.

Budaya Jawa itu bagian dari Indonesia, maka harus dirawat, dijaga, dibentengi dari serbuan budaya asing yang menyelinap memboncengi ajaran agama. 

Saya pastikan, meski dada tertembus peluru, kader HMI pasti memilih itu dan siap mati kapan saja memihak agamanya. Tapi seorang kader tidak hanya dituntut berat sebelah, anggota HMI juga wajib hukumnya menjadi patriot yang mengorbankan jiwa raga demi lestarinya budaya milik sendiri.

Kebaikan dari mana pun boleh dipetik. Jangan lihat dari bentuk, tapi reguklah isinya. Ingat, tidak ada agama di dunia ini yang bisa tersebar tanpa melalui perantara budaya. Tidak ada ajaran agama yang mandiri tanpa meminjam perangkat adat.

Sebagai muslim, ambil ajaran Islamnya tapi saring Arabnya. Kebenaran Islam kita resap, budaya Arab kita pisahkan. Karena kalau tidak begitu, siapa yang melestarikan budaya Jawa? Sunda? Batak? Papua? Siapa lagi kalau bukan kita sendiri sang pemilik budaya.

Anda sendiri yang bilang HMI ini organisasi besar. Tapi kenapa bersikap reaksioner? Koar-koar saat ada momen, tapi tidak mampu mengembangkan program sendiri. Tidak layak seorang pemimpin bertindak layaknya koordinator paduan suara. Ramai-ramai orang mengecam sesuatu, gagap, lalu ikutan tanpa dipikir masak-masak. Jika begitu, HMI tidak lagi menjadi king maker, hanya pengikut dan kerumunan tanpa arah.

Selesaikan dulu kekacauan yang Anda timbulkan. Kenapa orang yang belum LK3 jadi bagian PB HMI? Memangnya tidak ada manusia lain yang lebih layak? Apakah Anda sedang tersandera jasa tim pemenangan?

Apakah Anda sedang menghancurkan HMI dengan merekrut manusia di bawah standar menjadi pejabat organisasi? Kenapa tega mencederai konsensus AD ART? Mengapa Anda sejahat itu, dan memberi contoh buruk pada adik-adik kita yang baru ber-HMI kemarin padahal mereka ikut LK1 punya harapan besar pada organisasi ini?

Kalau sedari awal Anda memang tidak beritikad baik, apa tidak sebaiknya kami paksa Anda turun? Jangan karena menyongsong tahun pemilu dan politik, Anda merasa seorang politisi. Anda itu ketua dari organisasi nasionalis, alumninya dicetak bukan sebagai politikus, tapi negarawan sejati yang nantinya memayungi rakyat, mengayomi bangsa, dan menjadi penyejuk kehidupan umat serta masyarakat.

Persetan dengan tekanan dan tarik ulur kepentingan. Tolong, kalau Anda benar-benar sayang pada HMI, jangan karena bagi-bagi kue jabatan, orang tidak kompeten dijadikan pengurus besar. Mereka yang cacat nalar, stroke intelektual, dan bermental mafia harus segera Anda copot.

Selamatkan HMI dengan memotong pengurus yang terbukti tidak memenuhi syarat. Inilah saatnya selamatkan tubuh himpunan dengan memotong kankernya. Sekarang atau tidak sama sekali, Bung!