Saya benci perokok. Saya benci kepulan asap yang membuat sistem pernafasan saya terganggu. Saya benci. Saya benci bau asap yang menempel pada rambut dan pakaian saya setiap kali saya berjumpa dengan perkokok. Saya benci bagaimana rokok merenggut nyawa kakek yang saya sayangi karena sering mengajak saya berkebun.
Saya membenci rokok, baunya, asapnya, eksploitasi buruh pabriknya
Saya benci!
Lalu saya melihat sebuah keajaiban. Seorang pria membakar rokok harum kenangan. Penari asap keluar dari seriap hembusannya. Kamu menghisap batangan rokok seperti menghirup bau tubuh perempuan yang kau cintai. Berhati-hati, penuh gairah. Hingga tiba-tiba saya erpikir untuk menjadi batang rokok saja. Di genggamanmu rokok begitu indah, asap menggulung, menari, dan memberikan bau harum
Sore itu hujan, ketika kamu sentuhkan bibir-bekas kamu merokok- pada bibir saya, basah, vagina saya yang juga basah. Manis, bibir kamu manis. Bibir paling manis yang pernah mengecup bibir ini. Kamu menutup pintu. Jemarimu, yang terkena aroma asap itu menyentuh bahu dan lengan saya.
Semakin dalam bibir kita berpagut, jemarimu semakin beranjak menuruni tubuh saya. Hujan baru berhenti ketika kita selesai bertukar lendir. Dan bau asap yang menjadi aroma tubuhmu, menempel pada payudara saya.
Bara dari ujung rokok itu merah dan membara. Seperti gairah yang menggebu-gebu terhadap kamu. Jika ada waktu saya sempattkan untuk selalu datang ke tempatmu. Menikmati koleksi buku-buku dan tubuhmu. Hidup terasa begitu mudah. Tarian asap, buku, dan tubuhmu. Saya sudah bisa bahagia.
Saya suka sekali tarian rokok itu. Dari ujung kertas yang di bakar itu mendesis tembakau. Asap melambai dan gemulai. Dia menari dan menarik. Melambai, berputar, putih serupa gaun Marylin Monroe yang disibak angin ditambah gravitasi. Berulang-ulang. naik-turun. sensual. membuat penasaran.
"Kak, saya juga ingin menari, menari seperti asap rokok itu" ucapku kepada kamu. "kamu sudah cukup menari di ranjang. Saya akan menemani kamu menari. Kita akan menari bersama"
Padahal kita tidak hanya menari di ranjang, kita menari di sofa, di kamar mandi, diantara tak buku. Setelah kami menari, kini giliran asap-asap itu menari untuk saya dan dia.
Semakin kita bercinta, semakin hilang rasa jijik dan benci saya terhadap rokok. Saya bahkan suka melihat asap menari di ujung bara yang kau hisap. Bibirmu sakti. Tarian asap bisa keluar dari bibirmu. Ingin saya hisap seluruh asap dan bibir itu agar jadi milik saya.
***
Ada hal-hal yang belum kamu ketahui setelah kita berpisah
Nadya, maafkan aku. Setiap kali kamu berada di sini pada malam hari, kamu selalu sesak nafas. Aku ingin kamu berada di sini. Aku ingin tubuhmu, pikiranmu, kulitmu yang halus dan ungkapanmu yang tidak terduga.
oke, aku akan beri tau kamu satu hal. satu saja. Mungkin ini tidak penting-penting amat. Aku menyayangimu, sangat menyayangimu. Aku tau kamu selalu terpana entah dengan aku atau dengan asap rokok. Aku tidak mengerti mengapa kamu selalu berada di sini. Diantara buku-buku dan kepulan asap yang bisa membunuhmu
Aku kaget karena kamu merokok sekarang. Aku tidak menyangka. Tapi alasanmu tidak bisa aku terima, "aku merokok karena aku merindukan bau manis bibirmu" itu katamu. Hanya itu. Pria yang bersamamu sekarang tidak merokok seperti pria-pria lain sebelum aku. Dan aku seenarnya ingin kamu terus seperti mereka, atau seperti priamu sekarang
Asap putih selalu mengepul dari ujung bibirmu, dari ujung batang rokok yang kau hisap
ya merokok, menghisap gulungan kertas putih sebesar jemari berisi tembakau dan cengkeh yang dibakar.
Kemudian kamu terbatuk sedikit, lalu tertawa lagi. Tidak ada gaun Marylin Monroe yang tersibak seperti yang kamu katakan ketika melihat aku merokok. Hanya asap tembakau. Bibir kering itu tidak terasa manis.
kamu mencintai rokok, tapi aku tidak pernah mencintai kamu. Mungkin aku menyayangi kamu seperti kumpulan buku di lemari besi yang mengitari seluruh ruang perpustakaan ini. Aku menyukai terang tubuhmu, kulit yang masih kencang dan aroma manis khas remaja usia duapuluhan awal.
Aku tidak pernah menyukai asap. Lebih spesifik, aku tidak pernah menyukai rokok. Asap tidak pernah jadi nikmat! bagaimana bisa oksigen, zat yang kita butuhkan untuk terus bertahan hidup kamu halau untuk masuk dan diganti dengan zat asing yang mencemari udara di sekitar aku dan kamu
Buat aku bau asap rokok sama aja. Apakah anak umur 10tahun di Jawa Timur atau kakek-kakek usia 80tahun yang masih mengklaim segar bugar menghisap kretek dengan sedikit terbatuk dan keluarganya kurang uang untuk beli beras. Tembakau atau ganja. semua asap sama saja. mendesis. putih. berakhir jadi abu.
Tidak ada asap lain mampu menari yang keluar dari bibir teman-temanmu ataupun nyala rokok yang mereka pegang walaupun itu rokok itu sama seperti milikmu. Tidak ada asap yang bisa menari. Tidak sama sekali. Asap itu hampa. Seperti jawabanku terhadap hubungan kita saat itu.
Aku menghisap rokok ketika mengetik ini. aneh buatku.Apa yan aku lakukan kepadamu merubah presepsi yang kemudian merubah realitas kamu terhadap rokok. Kamu memebenci rokok. Kemudian kini kamu menghirupnya. Mungkin aku tidak cinta kamu. Aku hanya nafsu. Nafsu dengan perawakanmu yang mirip kekasih pertama yang meninggal dengan menabrakan tubuhnya ke kereta listrik yang sedang melaju. Saat dia tidak bisa memaafkan aku
Apapun yang terjadi kepada kamu, mungkin aku akan berhenti merokok saja.