Potensi besar kemitraan ekonomi bilateral dalam membentuk sistem kinerja baru antara Indonesia dan Australia disebabkan adanya pembentukan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang dapat menggabungkan kerjasama antara Indonesia dan Australia di sektor perekonomiannya yaitu pada proses bisnis, komunitas hingga individu.

Penurunan tarif dan bebas bea pada hampir semua barang yang akan melalui proses ekspor ke pasar masing-masing negara dan menyediakan perdagangan dengan memanfaatkan platform modern e-commerce turut diberlakukan. Hal tersebut sangat membantu para usaha kecil dan menengah (UKM) dalam melakukan perdagangan elektronik dari Australia dan Indonesia.

Komitmen dalam IA-CEPA bertujuan untuk meningkatkan kapasitas cyber security, pengembangan regulasi yang mendorong kelangsungan e-commerce, dan menjaga informasi milik pribadi para konsumen pada saat melakukan transaksi online. Perkembangan pasar Indonesia memang cukup diakui sangat pesat dalam eksportir barang dan jasa Australia.

Adanya IA-CEPA memberikan manfaat dalam pembentukan serta memperkuat sektor perdagangan barang milik Indonesia dan Australia dalam kurun waktu beberapa dekade ke depan diiringi proses pengembangan ekonomi IA-CEPA dan Australia sehingga nantinya dapat mendorong eratnya hubungan antara kedua negara tersebut secara signifikan.

Peluang yang dapat diperoleh Indonesia pada kerjasama IA-CEPA terhitung banyak sekali, tetapi peluang-peluang tersebut diharapkan dapat sejajar sesuai pada kapasitas negara dan kemampuan pelaku bisnis untuk memanfaatkan situasi yang telah ada sebelumnya. Selain peluang, terdapat tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam kerjasama IA-CEPA terdiri dari :

Pertama, dalam pengenalan para pelaku pasar hingga perbedaan produk dan harga barang yang lebih murah dianggap belum cukup bagi eksportir Indonesia, inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Eksportir asal Indonesia perlu membedakan barang-barang hasil produksi Tiongkok dan barang-barang hasil produksi Indonesia juga mengerti terkait kultur sosial yang ada pada penduduk Australia sehingga kebutuhan konsumen Australia dapat terpenuhi secara akurat.

Jika wawasan yang dimiliki oleh eksportir asal Indonesia masih tidak memenuhi, hal ini menjadi sumber kesulitan para eksportir nantinya dalam menempatkan produk yang mereka bawa sehingga dapat bersaing dengan pasar Australia.

Kedua, pada bidang investasi pemerintah Indonesia ikut memanfaatkan situasi yang ada pada saat perjanjian IA-CEPA dilangsungkan, yaitu pemerintah menetapkan peregangan dalam birokrasinya namun tetap melakukan investasi yang kian memberatkan. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk membatasi daya tarik yang akan dipancarkan oleh Indonesia pada investasi asing.

Dampak tersebut berusaha dihindari secara langsung, sehingga dapat memungkinkan upaya melakukan penahanan dari munculnya investor terutama investor dari Australia yang ingin melakukan pendekatan dengan Indonesia.

Resiko-resiko yang akan ditangguhkan Indonesia nantinya dapat diupayakan oleh pemerintah Indonesia dengan melibatkan kontribusinya fokus pada cara yang lebih proaktif diikuti dengan masyarakat kalangan pengusaha kecil dan menengah.

Tujuan dalam pencapaiannya yaitu promosi kesepakatan di bidang perdagangan yang lebih signifikan sehingga para penerima manfaat dari kesepakatan IA-CEPA dapat mengetahui manfaat dari kesepakatan tersebut yang nantinya dipublikasikan oleh pemerintah Indonesia.

Ketiga, para pekerja buruh dan pemilik usaha kecil atau menengah Indonesia yang beberapa dari mereka belum mengetahui manfaat yang akan diperoleh ketika IA-CEPA dilaksanakan menjadi tantangan besar Indonesia karena manfaat dari perjanjian yang dilakukan tidak dipikirkan dan akan menimbulkan rasa khawatir yang terus-menerus meningkat kepada defisit perdagangan.

Struktur perdagangan yang mengalami persaingan kian memburuk oleh struktur perdagangan antara Indonesia dan Australia pada sektor pertambangan sehingga menjadikan kurangnya pengetahuan dari kedua negara yang lebih, untuk bertindak inisiatif terkait hal yang berkaitan pada upaya peningkatan ekspor perdagangan Indonesia ke Australia.

Keempat, Pembatasan Market Insight, kendala yang dialami dalam hal tersebut yaitu sulitnya para eksportir asal Indonesia yang ingin mengetahui secara deskriptif kebutuhan dan pangsa di pasar Australia juga dalam mengetahui pandangan para pesaing-pesaing yang muncul sebelumnya.

Posisi Indonesia yang menjadi salah satu dari negara berkembang di dunia juga mengalami tantangan lain yaitu berkaitan dengan aturan-aturan non tarif atau persyaratan Non-Tariff Measure (NTM) berdasarkan ketentuan milik Australia.

Hal ini dikarenakan negara-negara berkembang yang ingin memasukkan produknya ke negara maju harus bersaing juga dengan hasil dari produk lokal. Pada konteks ini, Australia menjadi negara maju yang harus bersaing dengan produk milik Indonesia.

Keterlibatan para pemangku kepentingan ikut memaksimalkan potensi dari semua manfaat yang dapat dicapai mulai dari kerjasama perdagangan yang dilakukan bebas sesuai pada kesepakatan IA-CEPA. Hal ini membuktikan bahwa manfaat yang didapatkan dari perjanjian yang dilakukan tidak dapat secara tiba-tiba hadir, namun perlu diperjuangkan.

Pandangan Indonesia apabila dijadikan tujuan utama, maka akan berkaitan pada kualitas produk-produk yang baik, sehingga dipastikan kembali oleh pemerintah dan para pelaku usaha terkait komoditas produk lokal yang nantinya akan dipasarkan ke Australia. Produk-produk yang dipasarkan ke Australia ini diharapkan oleh Indonesia dapat bersaing ditengah-tengah produk milik Australia.