Tak terasa, kita sudah memasuki akhir daripada bulan ramadan. Ramadan yang membuat kita dapat merasakan lapar dan haus, telah memberikan pelajaran kepada kita untuk memiliki solidaritas sosial kepada mereka yang menderita dan mengalami berbagai macam kesulitan. Upaya mendekatkan diri kepada Allah swt di bulan ramadan, tidak henti kita lakukan melalui kegiatan tadarus, zikir dan ibadah qiyamul lail.
Namun, setelah ramadan kita akhiri, bukan berarti berakhir sudah suasana ketaqwaan kepada Allah swt, tapi justru tugas berat kita untuk membuktikan keberhasilan ibadah ramadan itu dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah swt, karenanya bulan sesudah ramadan adalah syawal yang artinya peningkatan.
Tentu saja, akhir ramadan ini menyedihkan sekaligus juga menggembirakan. Menyedihkan karena ramadan terasa begitu cepat berlalu. Menggembirakan karena manusia berhasil melampaui sebuah ujian mencapai kemenangan di hari raya.
Momentum hari raya atau lebaran selalu diproyeksikan sebagai bentuk kemenangan orang-orang muslim setelah menjalani rangkaian ibadah di bulan ramadan, saat memasuki bulan syawal, diibaratkan kita telah bersih dari segala noda dan dosa layaknya seorang bayi yang baru dilahirkan. Seorang muslim seperti dilahirkan kembali ke dunia setelah melewati ramadan dengan puasa dan segala ragam ibadahnya yang harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Ketika lahir kedunia, manusia sudah mendapati kemenangan. Kemenangan perdana berada di dunia setelah mengalahkan jutaan sel-sel yang bertarung di alam rahim. Terpilih menjadi manusia yang hadir turun ke dunia untuk melanjutkan kehidupan, melewati fase takdir, membuktikan keterpilihan yang tepat, berkontribusi membangun kehidupan, menebar manfaat dengan energi ketaatan kepada Allah.
Seperti juga sepasang suami-istri, sebelum mereka menjalin ikatan pernikahan, mereka sama-sama berjuang untuk mencapai kemenangan. Rintangan memilah-memilih seorang pasangan mana yang pas, cocok, dan mau berkomitmen untuk menjalankan kehidupan. (Seperti aku dan si dia nanti, eaaa). Kemudian diantara masing-masing dari mereka juga pernah mendapatkan tekanan dari keluarga dengan pertanyan yang aga sulit dijawab ”kapan menikah? "kapan nyusul?", "mana calonnya?", "kebanyakan milih-milih sih..." hal ini menjadi momok yang harus segeraka dihindarkan ketika itu. Jika sudah berada pada situasi seperti ini, maka dorongan untuk para jomblo memang harus mempersiapkan untuk disegerakan.
Kemenangan juga menjadi bahasa uphoria dalam pertandingan. Pertandingan diciptakan untuk “mengadu-kuat” siapapun yang berada di dalamnya. Ada start dan finish, ada mekanisme dan ada pula hasil. Kemenangan sering berakhir pada saat pengumuman. setelah itu kemenangan seperti kehilangan makna dan tujuan.
Kompetisi dan kemenangan harusnya diciptakan sebagai cara menemukan kebenaran, menemukan kecepatan, daya saing menuju keharmonisan, tanggung jawab dan keamanahan. Sebab hasil dari kompetisi bukan hanya menemukan pemenang, tapi merumuskan dan menguatkan kemenangan dengan tanggung jawab dan keamanahan. Kemenangan di mulai dari sana. Kemenangan tidak akan pernah berakhir sampai kompetisi berikutnya.
Memperolah kemenangan, jangan jahat. Karena kemenangan yang didapat atas jalan yang jahat membuktikan hilangnya keamanahan. Silahkan berikhtiar tapi jangan merusak, jangan memfitnah, jangan mendzalimi, jangan menjelek-jelekkan sebab semua itu menjadi nilai ketidakamanahan. Untuk apa menjadi pemenang, kalau tidak mampu amanah dan bertanggung jawab.
Esensi kemenangan itu salah satunya telah ditegaskan Allah dalam Alquran Surah An-Nasr. “Apabila telah datang pertolongan Allah dan Kemenangan, dan kamu melihat manusia masuk dalam agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan memohon ampunlah kepadaNya, sesungguhnya dia Maha Penerima taubat.”.
Jika kemenangan sudah di awali dari pertolongan Allah, maka kemenangan itu akan membaguskan sikap ketauhidan, sikap kemanusiaan, sikap pertanggungjawaban, dan profesionalisme. Sebab semua yang dimenangkan Allah berbondong-bondong (bukan hanya pemimpinnya, tapi juga semua masyarakatnya) masuk dalam agama Allah, paham, patuh dan taat serta loyal pada semua itu hanya karena Allah Swt.
Jika semua itu terjadi, maka jangan lupa sebarkan pujianmu, pengakuanmu hanya kepada Allah dengan rasa syukur yang mendalam dan sertakan taubat (mohon ampun-penyesalan) atas semua kelalaian, kesalahan, kealpaan, keabaian yang sering muncul tak terduga dan juga sering tak terencana.
Agar Allah terus lindungi kemenangan itu sebagai fitrah ketauhidan kita, sebagai amanah dalam kehidupan dunia, sebagai bentuk meluaskan kemanfaatan, tidak dalam kesombongan, apalagi melepas rasa bergantung kepada Allah.
Kemenangan adalah jalan manusia memantaskan ketauhidannya kepada Allah melalui amanah yang dipikulnya, konsisten menebar kebaikan, membaikkan keadaan, menjalankan semua yang menjadi tanggung jawabnya.
Dan semua itu bingkai besarnya adalah untuk mengajak manusia agar taat kepada Allah Swt. Jika semua pekerjaan sebab kemenangan dilaksanakan untuk taat kepada perintah Allah, maka semua kemenangan akan menjadi keberkahan dan jalan manusia benci kepada dosa dan kesalahan.
Di hari raya, mari kita sama-sama raih kemenangan yang paripurna. Khususnya untuk para jomblo yang masih belum mendapatkan kemenangan pernikahan. Agar tidak lagi tertekan dengan pertanyaan kapan menikah?, "kapan nyusul?", "mana calonnya?", "kebanyakan milih-milih sih...". Saatnya di hari raya ini, kita mulai mempersiapkan kemenangan pernikahan.
Untuk laki-laki segera mencari wanita yang baik dan sholehah, persiapkan maharnya dan biaya pernikahannya. Sedangkan untuk wanita segera pilih laki-laki yang sedang memperjuangkannya, baik perilakunya, dan romantis sikapnya.