Assalamualaikum, akhi dan ukhti. Apa kabar? Semoga akhi dan ukhti, pendukung Pak Prabowo sekalian, diberi kesehatan dan kewarasan selalu di tengah masih memanasnya situasi politik pasca-pemilu. 

Oh iya, akhi dan ukhti yang insyaallah saleh dan saliha, saya cuma ingin mengingatkan, meski saya sangat yakin akhi dan ukhti sebelumnya lebih jago dibanding saya, Allah memerintahkan kita untuk selalu berbuat adil, bahkan ke golongan yang tidak kita sukai sekalipun. Itulah pesan dalam surat Al-Maidah ayat 8.

Untuk itu, sangat disayangkan ketika akhi dan ukhti termakan narasi jika pemilu yang berlangsung adalah pemilu yang penuh dengan kecurangan, tanpa pembuktian hukum terlebih dahulu. Itu namanya berbuat tidak adil.

Saya sendiri sangat menyadari bahwa penyelenggaraan pemilu sekarang memang terdapat banyak kekurangan. Tetapi mengatakan bahwa telah terjadi kecurangan secara struktural adalah tuduhan yang teramat serius. Hati-hati, jatuhnya bisa fitnah; dan fitnah bukannya dilarang dalam ajaran agama?

Mohon maaf, ya, akhi dan ukhti, tentunya saya mengharapkan ruang publik yang teduh, bukan gaduh. Untuk itu, sudah selayaknya kita memerlukan pembuktian melalui mekanisme hukum positif. Hati-hati, akhi dan ukhti yang saya cintai sekalian, jangan sampai rasa fanatik kemudian menutup nalar dan nurani.

Oh iya, saya pun sadar, kalaupun usaha kecurangan itu ada, itu terjadi di wilayah akar rumput. Itu pun bisa dilakukan kedua belah pihak. 

Memang, jika akhi dan ukhti belajar tentang sejarah pemilu di negara kita sejak 2004, narasi-narasi jika pemilu itu penuh kecurangan ataupun menguntungkan petahana sudah biasa terjadi. Jadi bukan hanya sekarang.

Tentu saja, narasi tersebut digembar-gemborkan oleh pihak yang kalah. Cuma sekali lagi, semuanya ya perlu pembuktian lebih lanjut melalui Mahkamah Konstitusi dan apakah kecurangan yang dimaksud tersebut signifikan terhadap perolehan suara.

Ini bulan Ramadan, ya, akhi dan ukhti. Mari ciptakan kondisi yang lebih kondusif. Jangan tambah-tambah dosa dengan ikut-ikutan saling tuduh tanpa pembuktian.

Lebih baik beri dukungan kepada Pak Prabowo yang telah menyatakan akan memilih berjuang secara konstitusional, bukan malah memainkan narasi people power untuk menolak hasil perhitungan KPU. 

Apalagi ikut omongan Pak Eggi Sudjana yang sampai ada bahasa-bahasa biar Pak Probowo cepat dilantik. Astaghfirullah. Jangan, ya, akhi dan ukhti. Mari utamakan kepentingan bangsa, ya, akhi dan ukhti.

Oh iya, yang saya lihat dalam beranda media sosial juga, bukan hanya KPU yang dituduh curang, tapi juga lembaga survei, kan? 

Jadi begini, akhi dan ukhti sekalian, lembaga survei itu mendasarkan quick count yang mereka lakukan pada suatu metodologi ilmiah. Akhi dan ukhti sekalian bisa mengecek mana lembaga survei yang kredibel dan mana yang tidak. Salah satunya ya lihat saja rekam jejak mereka sebelumnya dalam merilis hasil quick count seberapa akurat data yang mereka rilis sebelumnya.

Yang buat saya heran lagi, ketika lembaga survei memenangkan paslon yang diusung Gerindra dkk seperti saat Pilkada DKI ataupun Sumut, mengapa saat itu lembaga survei tidak dituduh curang dan lain sebagainya? Padahal sebagian lembaga survei yang kemarin merilis hasil quick count yang memenangkan Jokowi adalah lembaga survei yang sama ketika memenangkan Anies di DKI.

Jadi ungkapan jika lembaga survei telah melakukan kecurangan tersebut, karena akhi dan ukhti memang sadar terdapat kekeliruan dalam metodologi ilmiah dalam riset yang mereka lakukan? Atau cuma karena hasil yang dirilis tak sesuai dengan harapan akhi dan ukhti?

Ya, meski saya sadar juga, ada pepatah lama yang menagatakan, “tak ada gunanya menasihati orang yang sedang jatuh cinta buta.” Ya mungkin seperti yang saya lakukan juga tak ada gunanya, kalau akhi dan ukhti mengedepankan rasa cinta berlebih kepada Prabowo atau tokoh yang mendukungnya, ya meski jelas-jelas kubu Prabowo hanya melakukan tuduhan jika lembaga survei telah curang.

Tapi ketika lembaga survei mau buka-bukaan terkait metodologi yang mereka gunakan dan mereka mengundang kubu Prabowo yang pada akhirnya tidak hadir juga, akhi dan ukhti masih ada aja, kan, yang membela Prabowo dan mempertahankan tuduhan itu? Astaghfirullah. Hati-hati, akhi dan ukhti, nanti jatuhnya fitnah.

Yang paling konyol lagi nih, hasil ijtimak ulama hingga pernyataan imam besar Habib Rizieq yang menyatakan paslon 01 untuk didiskualifikasi ataupun anjuran jika Prabowo yang harus dilantik. 

Ingat, ya, akhi dan ukhti, bangsa ini bukan cuma punya satu golongan, gak bisa seenaknya gitu. Negara punya aturan main, punya mekanisme dan prosedurnya. Untuk itu, mari hormati mekanisme dan prosedur yang berlaku. Jangan buat kita-kita merasa geli.

Oh ya, maaf juga, ya, akhi dan ukhti sekalian, jika saya terlalu lancang mengirim surat cinta ini kepada akhi dan ukhti dengan membawa-bawa agama, mengingat akhi dan ukhti sekalian adalah orang-orang yang jauh lebih saleh. 

Saya sendiri cuma sekadar mengingatkan. Karena yang saya tahu, banyak di antara akhi dan ukhti yang memilih Prabowo yang salah satu alasannya berkait dengan agama.

Untuk itu, ya jangan lupakan juga saya mengingatkan sekali lagi jika Allah memerintahan kita berbuat adil bahkan ke golongan yang gak kita sukai, Allah pun melarang kita untuk suudzon, baik ke lembaga survei, ke KPU, atau ke yang lain-lain juga sebelum ada pembuktian lebih lanjut. Bukankah itu juga ajaran Islam?

Di akhir kata, saya seorang yang juga mencintai akhi dan ukhti sebagai sesama anak bangsa, berharap jika ungkapan “tak ada gunanya menasihati orang yang sedang cinta buta” itu tak berlaku bagi akhi dan ukhti sekalian. Semoga akhi dan ukhti mau menggunakan sedikit saja otaknya. Sudah cukup lelah kita-kita melihat kegaduhan dalam ruang publik yang terus berlangsung. 

Semoga bisa kembali waras, ya, akhi dan ukhti. Wassalamualaikum.