Sejak 21 Mei, massa mendatangi Bawaslu dan KPU sebagai bentuk penolakan atas keputusan KPU soal pilpres 2019. 

Dan korban jiwa tak inginkan akhirnya terjadi, demokrasi kita terlalu mahal. Bukan hanya harta yang harus dihabiskan, nyawa pun dihabisi tanpa pihak yang mengaku bersalah. Begitulah perilaku kita, sebagai sebuah bangsa yang katanya berpedoman pada Pancasila.

Aktor intelektual saling adu argumen. Elite politik saling lempar propaganda. Mereka semua nyenyak di atas ranjang yang empuk ketika 'bidak-bidak' saling berseteru di tengah malam hingga pagi. 

Mereka tidak tahu bahwa ranjang empuk mereka, makanan enak mereka, merupakan hasil pajak yang dibayar rakyat Indonesia. Mereka lupa bahwa pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat bukan Presiden, bukan jenderal-jenderal rakus, bukan pula serdadu.

Kealpaan yang disengaja karena mereka sibuk dengan takhta. Sementara rakyat hanya ingin keadilan. Kedua pendukung menjadi 'korban' dari akal bulus para elite. 

Secara politik, Prabowo-Jokowi sukses menaikkan rating demokrasi dengan tingkat keikutsertaaan rakyat dalam pilpres paling tinggi sepanjang pemilu pasca reformasi. Keduanya sukses membuat kita saling adu argumen bahkan argumen tanpa data.

Peristiwa 21 Mei baru awal, siapa sangka bakal berlanjut tumpah darah? Lalu semua mulai tertuju pada Prabowo. Ia harus hentikan gerakan rakyat. Demikian umumnya analis politik mendesak Prabowo bersikap. 

Menurutkah Prabowo yang sudah telanjur menyatakan menolak hasil pilpres dan tidak ajukan ke MK? Ternyata Prabowo patuh. Ia bakal ajukan keberatan ke MK.

Prabowo sepertinya menjilat ludah sendiri demi dihentikannya aksi rakyat di depan Bawaslu dan KPU. Awalnya ia bersikukuh tidak akan ajukan keberatan ke MK sebagaimana beberapa jubirnya mengatakan. 

Tapi itulah politik. Semua bisa berubah asalkan deal-deal dilakukan. Menurut saya, Prabowo sedang bermain 'cantik'. 

SBY dalam pidatonya sudah memuji langkah Prabowo. Tentu saja SBY memuji langkah Prabowo, langkah konstitusional yang sebenarnya hasil pasti Prabowo kalah. Setidaknya Prabowo sukses menenangkan para pendukungnya, dan elite terus memujinya. 

Apa yang kira-kira didapatkan Prabowo selain pujian sebagai negarawan?

Menurut saya, posisi Ketua MPR atau kursi kabinet pantaslah diberikan kepada Gerindra. Dengan catatan bila aksi dapat diredam dalam beberapa hari ke depan. Melalui konsensus politik elite untuk menghentikan propaganda, saya kira Indonesia akan aman-aman saja.

Debat tanpa data masih akan terjadi di media sosial, namun tidak sampai ke jalan. Aksi yang memakan korban (21 Mei) patut dijadikan hari demokrasi Indonesia. 

Meski demikian, urusan korban nyawa harus dilakukan investigasi independen. Pihak BPN dan TKN dilarang keras menjadi tim investigasi apabila mereka sudah melakukan deal politik di belakang.

Prabowo sudah mengakui kemenangan Jokowi dengan mengajukan hasil pilpres ke MK. Rakyat, terutama pendukung Prabowo-Sandi, sebaiknya sudahi aksi. Kalian akan terjebak dalam permainan besar para politisi bila terus berada di jalan. Visi dan misi kalian tak lagi berguna. Darah kalian tak pantas jatuh demi permainan politik.

Lihatlah para jenderal beropini. Lihat pula para elite saling cakar. Bukankah mereka dahulunya satu 'kandang'? Sadarlah, wahai saudaraku se-Iman, se-bangsa, dan se-tanah air. Fanatisme akan membawa kedukaan. Pragmatisme tak pantas dibela. 

Cepat atau lambat, yang kemarin musuh sekarang teman karena deal politik. Lihat PAN dan PKS yang sedang menikmati hasil pilpres. Mereka sukses 'numpang' elektabilitas dari Prabowo-Sandi.

Lihat pula mereka yang kemarin begitu semangat mempropagandakan sesuatu kini malah jilat ludah sendiri. Berjuang itu harus jelas visi dan misinya, harus pantas dengan pengorbanan. Jika tidak, itu bukan perjuangan namun kesia-siaan. 

Jangan mau dijadikan 'martir' mereka-mereka yang tertidur pulas ketika kalian berlumur darah dan keringat. Kita harus menjadi umat yang bermanfaat untuk kebaikan bukan kesia-siaan.

Benar bahwa beberapa kalian ingin memperjuangkan sesuatu, tapi apa itu? 

Ingatlah, berjuang demi kebenaran jangan menghalalkan segala cara. Ketika Prabowo mengajukan gugatan ke MK, harusnya aksi di Bawaslu tidak lagi penting. Toh keputusan ada di tangan MK. Ayo, cerdaslah melihat gerak-gerik elite, termasuk Prabowo. Saya menilai Prabowo sudah dalam genggaman SBY sebagaimana pilpres 2014.

Prabowo sudah ikut arahan SBY, tak pantas lagi turun ke jalan. Kini saatnya menatap isu-isu produktif lainnya. 

Misalnya, 'hukuman' apa yang akan diberikan kepada PAN dan PKS yang sedang asyik merayakan angka di atas 4 persen. Mereka yang dahulu mempropagandakan tagar 2019 gantipresiden kini ke mana, bukankah mereka yang ikut menghasut agar bangsa ini terpecah? Mengapa mereka diam ketika korban berjatuhan?.

Tidak pantas kursi Presiden ditukar dengan perpecahan bangsa. Mengapa tidak kita gunakan energi tersebut untuk ramai-ramai menolak ketidakadilan hukum? 

Masih banyak kasus hukum yang tebang pilih. Masih banyak kasus-kasus hukum yang hingga kini belum dituntaskan. Sebut saja kasus Novel, kasus korupsi Kemenag, Kemenpora, dan lain-lain. 

Ya, sejauh ini, strategi Prabowo cukup sukses, dianggap negarawan oleh elite dan dukungan grass-root yang militan.