Selain menjadi aktivitas, akhir-akhir ini olahraga menjadi tren baru di kalangan anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua. Semua mendadak menjadi suka olahraga, apalagi semenjak diberlakukannya new normal.

Sejak diberlakukannya new normal, kegiatan-kegiatan olahraga mulai dibuka kembali setelah diberhentikan beberapa saat karena pandemi. Larangan-larangan dalam peraturan pada masa pandemi turut dihapuskan, seperti kehadiran penonton, dan masih banyak lagi.

Itulah salah satu dari sekian banyak alasan mengapa antusiasme masyarakat terhadap olahraga meningkat drastis setelah diberlakukannya new normal.

Bicara tentang olahraga, pernahkah kalian mendengar istilah “main sabun”? Apa sih yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar istilah itu? Memainkan detergen? Atau memainkan sabun penyuci piring untuk dijadikan gelembung?

Eitsss ternyata bukan itu loh! Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah main sabun dapat diartikan menjadi tiga hal, yaitu :

1. Makan suap

2. Bertindak tidak jujur (dalam permainan karena adanya suap)

3. Onani (bagi laki-laki)

Dalam dunia olahraga, istilah “main sabun” atau yang kerap kali disebut “nyabun” berarti bermain secara curang, dengan kata lain bermain secara tidak fair. Biasanya, pertandingan tersebut sudah di setting untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada pertandingan-pertandingan kecil saja loh teman-teman, bahkan di pertandingan-pertandingan tingkat dunia pun juga sering terjadi. Tindakan main sabun sudah seolah menjadi hal wajar untuk menyelamatkan posisi atau kepentingan-kepentingan lain.

Tindakan ini sering dijumpai pada beberapa cabang-cabang olahraga bergengsi seperti sepak bola, bulutangkis, tennis, baseball, dan masih banyak lagi. Pada cabang olahraga sepak bola, pernah terjadi suatu kasus yang terbukti melakukan tindakan “main sabun”.

Dikutip dari yahoo.com kasus tersebut terjadi pada Piala Tiger 1998. Peristiwa ini terjadi pada pertandingan Indonesia melawan Thailand di stadion Thong Nat, Ho Chi Minh City, Vietnam, di pertandingan akhir babak penyisihan di grup A.

Baik dari tim Indonesia maupun tim Thailand khawatir jikalau mereka menang dan menjadi juara grup, harus berhadapan dengan tuan rumah Vietnam di semi final. Hal ini dikarenakan kesebelasan Vietnam merupakan yang terkuat se-asia tenggara pada saat itu.

Kedua tim bermain seperti gajah yang tak tahu di mana gawang lantaran ingin kalah agar berada di urutan kedua grup dan berhadapan dengan Singapura di semi final.

Pertandingan pun berakhir dengan skor 3-2 untuk Thailand, setelah pemain Indonesia, Mursyid Effendi dengan sengaja melesakkan bola ke gawang sendiri.

Federasi Sepakbola ASEAN (AFF) menghukum Mursyid untuk tidak boleh ikut pertandingan internasional seumur hidup. Kedua tim pun kena denda masing-masing 40 ribu dollar AS setelah mempertontonkan sepak bola ala gajah.

Tidak hanya itu, Tindakan main sabun juga kerap dilakukan di cabang olahraga bulutangkis. Negeri Tirai Bambu terkenal sering melakukannya. Sebagai contoh yang terbaru yaitu dilakukan oleh ganda putra unggulan china Liu Yu Chen/Li Jun Hui .

Pasangan ganda putra yang akrab disapa Duo Tiang/Duo Menara ini terbukti bermain secara tidak sungguh-sungguh pada saat berhadapan dengan rekan satu negaranya sendiri, yaitu He Ji Ting/Tan Qiang. Peristiwa tersebut terjadi pada babak perempat final China Open 2018.

Pertandingan berakhir rubber game dengan skor 21-15 14-21 dan 21-19 untuk pasangan He Ji Ting/Tan Qiang hanya dalam waktu 40 menit. Kekalahan pasangan Liu/Li memicu kecurigaan dari beberapa pihak lantaran pasangan Liu/Li sedang berada di puncak karir mereka pada saat itu.

Kecurigaan berawal dari wasit yang bertugas pada pertandingan tersebut, yaitu Pencho Stoynov. Ia mengatakan bahwa keempat pemain unggulan China tersebut tidak serius ketika bertanding. Mereka terkesan malas untuk sekedar melakukan rally panjang.

Mereka cenderung melakukan rally-rally pendek sehingga poin terkesan mudah didapat. Bahkan, kedua pasangan tersebut melakukan sebanyak 20 unforced error. Hal tersebut membuat wasit melaporkan keempat pemain tersebut pada pihak BWF untuk dilakukan investigasi lebih lanjut.

Setelah melakukan investigasi dan kecurigaan tersebut terbukti benar. Melalui siaran resminya, Badminton World Federation (BWF) menegaskan bahwa empat pemain itu melanggar pasal 3.1.2 BWF Code of Conduct 2017. Pasal itu mengatur soal perjudian, taruhan, dan hasil pertandingan yang mencurigakan.

BWF menetapkan hukuman skors selama 3 bulan dengan masa percobaan 2 tahun. Masa percobaan ini dimulai sejak 25 januari 2022. Apabila dalam 2 tahun masa percobaan keempat pemain tersebut melanggar kode etik, maka keempatnya tidak boleh terlibat dengan semua aktivitas bulutangkis selama 3 bulan.

Tidak berhenti di situ, kedua pasangan ganda putra tersebut juga diminta mengembalikan hadiah berupa uang yang mereka terima dari pertandingan tersebut.

He Ji Ting/Tan Qiang yang keluar sebagai runner up mengembalikan hadiah berupa uang masing-masing sebesar 12.250 dollar AS (setara Rp175,56 juta). Sedangkan, Liu Yu Chen/Li Jun Hui juga wajib mengembalikan uang binaan mereka sebesar 2.187 dollar AS (setara Rp31,34 juta).

Walaupun terdapat konsekuensi yang tidak main-main, hingga kini tindakan buruk tersebut masih saja dilakukan. Hal tersebut tentu menodai citra olahraga yang terkenal sportif. Untuk itu, sudah selayaknya kita sebagai generasi muda ikut serta memberantas segala bentuk tindakan kecurangan.

Salam Olahraga!