Pemilihan umum atau pemilu merupakan salah satu bagian atau agenda dari negara yang menganut sistem demokrasi. Pemilu itu adalah cara mengaplikasikan konsep demokrasinya Abraham Lincoln secara ril yakni demokrasi itu dari rakyat, oleh dan untuk rakyat. Rakyat sebagai pengambil keputusan atas hak politiknya dengan memilih (memberikan suara) di pemilu.
Setahun lagi, tepatnya tahun 2024 Indonesia sebagai negara demokrasi yang sudah dikatakan maju dari segi proseduralnya akan melaksanakan agenda pemilu. Dimana pelaksanaan pemilunya dilakukan secara serentak.
Pemilu secara serentak karena tahapan pemilunya untuk memilih semua unsur pemerintahan (eksekutif-legislatif) dari pusat sampai ke daerah-daerah. Dari pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan sekaligus memilih wakil-wakil rakyat: DPR-RI, DPD-RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Merujuk pada pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dapat diketahui bahwa pemilu yang dilaksanakan di Indonesia meliputi pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Selaras, Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 juga menjelaskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden diselenggarakan secara langsung. Sehingga penyelenggaraan pemilu-pun dianggap sebagai manifestasi supremasi demokrasi.
Supremasi demokrasi sederhananya adalah pembagian kekuasaan (pemerintah) disuatu negara. Menurut Montesqiu, bahwa tegaknya negara demokrasi memerlukan pemisahan kekuasaan negara ke dalam organ-organ eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Kekuasaan eksekutif bertugas melaksanakan undang-undang, kekuasaan legislatif bertugas membuat undang-undang, serta kekuasaan yudikatif bertugas mengadili terhadap pelanggaran atas pelaksanaan undang-undang tersebut.
Lewat pemilu pada 2024 akan datang inilah ketiga lembaga dan organ negara kemudian akan dipilih. Pada poin itulah hendak tulisan kecil ini dibuat sebagai suatu ikhtiar serta upaya menciptakan pemilu demokratis demi tercapainya pemerintahan yang baik (good goverment) untuk Indonesia di masa depan.
Pemilu Demokratis
Apa arti pemilu yang dilaksanakan dengan memakan anggaran begitu banyaknya jikalau pemilu hanya sebuah ajang bersifat seremonial dan menjadi simbol demokrasi tanpa meninggalkan jejak dan substansi pemilu yang bermutu. Pemilu kita di Indonesia mesti akrab dengan hal-hal baik dalam rangka menciptakan atmosfer politik yang ideal dengan mengedepankan persaingan politik berbasis argumen. Politik sebagai ruang adu argumen.
Pemilu menjadi bagian terpenting dalam kehidupan demokrasi, sebab itu, pemilu harus dilaksanakan dengan prinsip yang demokratis secara jujur, terbuka dan adil. Dari proses pemilu inilah, berbagai visi tentang membangun Indonesia digagas ulang (restarted). Beraneka ragam pemikiran dilahirkan lewat momentum lima tahunan ini.
Para pemimpin bangsa akan terpilih dan selanjutnya akan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya atas nama rakyat. Sejatinya pemilu merupakan suatu keniscayaan politik untuk membentuk pemerintahan yang demokratis.
Mengutip Sarbaini (2014) dalam Demokratisasi dan Kebebasan Memilih dalam Pemilu bahwa tujuan pemilu adalah terpilihnya wakil rakyat dan terselenggaranya pemerintahan yang benar-benar sesuai dengan pilihan rakyat. Pemilu yang tidak mampu mencapai tujuan itu hanya akan bersifat formalitas sebagai pemberian legitimasi bagi pemegang kekuasaan negara, pemilu demikian adalah pemilu yang kehilangan demokrasi.
Samuel P. Huntington (1997: 5-6) menegaskan suatu sistem politik sudah dapat dikatakan demokratis jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilu yang adil, jujur, dan berkala. Dari proses pemilu demikian akan dapat menghasilkan struktur pemerintahan yang jauh dari segala problem yang nanti berdampak pada kehidupan sosial disuatu negara.
Maka, sekali lagi proses pemilu yang dilaksanakan haruslah memiliki standar pemilu yang demokratis. Standar pemilu demokratis itu dalam hemat saya diantaranya:
Pertama, sejatinya pemilu harus tetap dilaksanakan dengan prinsip kejujuran, keadilan, dan keterbukaan. Kejujuran artinya tidak ada pembohongan publik dari penyelenggara maupun peserta pemilu.
Keadilan artinya apa yang menjadi visi pada pra pemilu untuk rakyat harus ditunaikan pasca pemilu dan hasil dari pemilu dikatakan baik standarnya adalah adanya kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan bisa terlihat. Sedangkan keterbukaan adalah adanya sikap berbesar hati menerima segala keputusan pemilu oleh semua stakeholder bangsa ini.
Kedua, adanya tukar tambah gagasan atau terjadinya transaksi ide. Momentum pemilu atau politik pada umumnya baiknya menjadi ruang antar sesama kita menyampaikan berbagai pemikiran konstruktif demi kemajuan demokrasi. Sebut saja politik gagasan.
Politik gagasan bukan politik yang mengedepankan persamaan identitas, faktor kedekatan, atau aspek-aspek nonrasional lainnya. Politik gagasan juga tidak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan, tetapi alat untuk meraih tujuan.
Ketiga, mementingkan politik substansial di tengah pelaksanaan demokrasi secara teknis. Politik berbasis nilai itu cenderung membuat kita menjauhkan diri dari politik praksis hanya untuk kepentingan individu maupun kelompok tertentu saja. Dan itu baik bagi perjalanan dan proses kepemiluan.
Peran Penyelenggara-Pemilih
Mewujudkan pemilu yang demokratis tentu bukan hal yang mudah mengingat sepanjang pengalaman pelaksanaan pemilu kita di Indonesia sering diwarnai dengan berbagai macam pelanggaran dan permasalahan. Sebut saja perhitungan suara ulang sampai ke resistensi konflik.
Pengalaman-pengalaman demikian tidaklah baik terhadap tumbuh kembangnya demokrasi kita. Sehingga memerlukan peranan baik dari semua stakeholder yang berhubungan langsung selama proses pemilu berjalan.
Peranan yang paling krusial dan menjadi urat nadi pemilu itu ada dua, yakni lembaga yang menyelenggarakan pemilu yaitu komisi pemilihan umum (KPU) dan lembaga yang mengawasi pemilu yaitu badan pengawas pemilu (BAWASLU) serta peranan non lembaga yaitu RAKYAT yang bertindak sebagai pemilih.
Pertama, KPU sebagai lembaga negara yang didirikan pasca orde baru dengan spirit reformasi yang tugasnya untuk penyelenggara pemilu mesti berperan independent dan objektif. Independent artinya KPU tidak harus melakukan keberpihakan kepada siapapun. Sedangkan objektif adalah KPU baik KPU-RI maupun KPU tingkat Provinsi/Kota/Kabupaten dituntut untuk selalu objektif dalam membuat keputusan akhir.
Kedua, Bawaslu yang fungsinya untuk mengawasi prosesi jalannya pemilu dengan tujuan untuk memastikan bahwa yang namanya kesalahan sampai ke kecurangan dalam pemilu haram untuk menampakkan rupanya. Misalkan, tidak boleh ada lagi money politic karena kebiasaan politik kita yang masih purba. Bersikap kritis, berani, dan konsisten sebagai badan pengawas dalam mengawal agenda pemilu.
Ketiga, Rakyat sebagai pemilih dalam pemilu yang dengan hak suaranya akan menentukan siapa yang akan memimpin dan mewakili rakyat mesti cerdas dan bijaksana. Cerdas dengan tidak menerima suap, tidak termakan black campaign (kampanye hitam), tidak terpengaruh isu SARA dan berita hoax. Kemudian bijak dalam memilih kandidatnya.
Momentum pemilu ini akan berjalan secara baik dan benar apabila ada kesadaran dari kita sebagai warga negara, sebagai anak bangsa, agar kita akan tiba pada nawacita Indonesia.
Para pendiri bangsa kita meninggalkan tradisi berpolitik yang kokoh dengan mengedepankan kekuatan pikiran dari pada kekuatan-kekuatan yang lain. Poin ini yang harus dipertahankan, diteruskan, bahkan mesti dikembangkan untuk masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik.