Musik sebagai teman.

Dimasa kita masih anak-anak, sering kali kita melihat orang tua kita menyalakan radio di rumah ataupun di dalam mobil dan mereka terlihat sangat enjoy.  Apalagi jika itu sudah menjadi siaran yang ditunggu-tunggu atau menjadi favoritnya. Mereka bisa menjadi sangat senang dan merasa terhibur dengan hanya mendengarkannya. Di mana pun dan kapan pun radio siap menemani mereka.

Tidak dapat dipungkiri, pada zaman modern ini masih banyak sekali orang yang mendengarkan siaran radio. Apalagi pada era ini perkembangan dunia stasiun radio semakin pesat, banyak anak muda memilih penyiar menjadi hobinya dan sekaligus pekerjaannya, sehingga ini membawa dampak positif ke dunia siaran. Banyak acara yang lebih variatif, sehingga seluruh kalangan dapat menikmatinya dan radio menjadi tidak berkesan old vibes atau tradisional.

Namun bagi sebagian milenial, cenderung memilih untuk mendengarkan musik saja daripada radio. Dimulai dari tren vinyl, Bluetooth dan download, dunia permusikan sekarang bergeser kepada online streaming. Di mana kita dapat mengakses lagu yang biasanya ada di radio dengan sesuka hati kita. Salah satu aplikasi yang paling terkenal saat ini adalah Spotify.

Spotify memperkenalkan dirinya sebagai aplikasi alternatif untuk memudahkan kita menemukan musik atau podcast yang tepat untuk setiap momen baik di smartphone, komputer, tablet, dan banyak lagi. 

Ada jutaan lagu dan episode di Spotify yang bisa menemani kita saat sedang berkendara, berolahraga, berpesta, maupun bersantai. Spotify juga menyediakan fitur acak dan memilih sendiri lagu apa yang ingin kita dengar, atau membiarkan Spotify yang memilihnya.

Berdasarkan laporan Business of Apps, ada 365 juta orang yang menggunakan aplikasi streaming musik Spotify tersebut hingga 18 April 2022. SoundCloud berada di urutan kedua dengan 76 juta pengguna. Kemudian, aplikasi streaming musik milik Apple, Apple Music telah memiliki 72 juta pengguna. 

Ini merupakan angka yang cukup besar untuk sebuah aplikasi yang baru berdiri pada 2016. Dilengkapi dengan berbagai fitur-fitur canggih dan banyak pilihan lagu serta podcast menarik, bukan sebuah kebetulan jika Spotify dapat memuncaki dunia streaming musik.

Menariknya orang Indonesia dapat menghabiskan rata-rata 162 menit per hari di aplikasi Spotify dan telah melakukan streaming setidaknya 4 miliar lagu sejak diluncurkan pada tahun 2016. Yang artinya kemudahan dalam streaming ini sangat disukai oleh masyarakat kita. 

Sehingga dapat mencapai rata-rata streaming setinggi itu. Dapat dilihat juga bahwa potensi dunia industri musik mulai berkembang dengan pesat buktinya adalah, sudah banyak masyarakat yang menggunakan musik sebagai “teman” di hari-harinya.

Tentu sudah jelas bahwa ada sebuah keterkaitan sebuah seni musik dengan kehidupan manusia. Bukan berarti hanya para musisi yang mengerti esensi musik saja yang dapat menikmati musik namun mereka yang bukan musisi pun dapat menikmati musik, ditambah dengan kemudahan dalam mengaksesnya. 

Ini akan membuat dunia industri musik juga diuntungkan, dengan kemudahan mengaksesnya melalui online streaming para musisi dimudahkan untuk mengenalkan musiknya ke berbagai kalangan.

Tanpa disadari musik sudah seperti belahan jiwa bagi milenialBanyak meme dan jokes bertebaran di platform digital mengenai musik khususnya pengguna aplikasi Spotify. Mereka sering memperlihatkan bagaimana Spotify mewarnai setiap mood atau perasaan mereka. 

Banyak juga dari mereka yang mengungkapkan bahwa apapun pekerjaannya, perasaannya tetap Spotify. Pernyataan bahwa musik ada kaitannya dengan perasaan ternyata pernah diungkapkan oleh salah seorang seniman asal Indonesia, Pidi Baiq. Beliau pernah mengungkapkan bahwa “ Musik adalah perasaan yang bisa didengar. “.

Pernyataan unik Pidi Baiq ini membuktikan bahwa manusia begitu menghayati sebuah musik. Sampai-sampai perasaannya dapat diungkapkan, dirasakan dan dihidupkan melalui sebuah melodi. Penghayatan dalam musik ini akan sangat menarik jika digali lebih dalam menggunakan teori Seni menurut Arthur Schopenhauer.

Seni menurut Arthur Schopenhauer.

Arthur Schopenhauer adalah pelopor filsafat kehendak buta. Ia menilai setiap dari kita manusia selalu memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk menginginkan sesuatu. Dorongan untuk mengingini sesuatu ini disebut kehendak. Kehendak inilah yang akan mempengaruhi hakikat kita sebagai manusia. 

Hidup manusia sudah terlalu banyak dikuasai oleh sebuah kehendak yang unlimited alias tidak terbatas dan tiada habisnya. Sedangkan kemampuan kita untuk memenuhi kehendak tersebut sangat kurang. Hal ini akan berujung pada ketidakpuasan pada diri sendiri dan membuat kehidupan manusia mengalami penderitaan atau tidak bahagia.

Arthur Schopenhaur memandang hidup sebagai rasa sakit atau penderitaan. Di saat kita merasa senang itu sama saja seperti kita berhenti di lampu merah, yaitu bersifat sementara lalu kita akan merasakannya kembali. Maka dari itu beliau memberikan sebuah terobosan yang disebut dengan kebijaksanaan hidup.

Kebijaksanaan hidup adalah ketika kita manusia dapat menang dari penderitaan jika pengetahuan dan intelegensi mampu menundukkan kehendaknya. Jenis kebijaksanaan hidup menurut beliau ada 4, yaitu; filsafat, agama, jenius dan yang terakhir adalah seni.

Arthur Schopenhaeur mendefinisikan seni sebagai sebuah upaya penghayatan berbagai jenis kesenian, salah satunya musik. Seni dianggap mampu meredakan penderitaan kehidupan, khususnya seni musik. 

Musik dapat mengungkapkan kehendak secara abadi terus bergerak, mengentak-entak, melayang, dan akhirnya kembali secara baru. Efek seni musik jauh lebih kuat jika dibandingkan dengan seni lainnya karena mampu secara langsung mempengaruhi perasaan kita secara langsung.

Musik, Spotify, Perasaan dan Cara Pandang Arthur Schopenhauer.

Musik adalah sebuah susunan nada yang menjadi sebuah melodi. Musik dapat membuat orang release stress sampai dijadikan sebuah prioritas 24/7 , bagaimana bisa?.

Jadi pada dasarnya manusia diberi sebuah kebebasan untuk memilih bagaimana ia dapat mengungkapkan perasaannya. Pengungkapan perasaan ini bisa melalui apa saja, memotong rambut, diet ketat, atau bahkan dengan hanya mendengarkan sebuah musik.

Menurut Arthur Schopenhaeur disinilah sebuah esensi dari seni, di mana seni khususnya seni musik dapat membuat kita bebas, melupakan diri sendiri dan keinginan materialis, merenungkan sebuah hal secara universal, dan menghayati sebuah perasaan yang berasal dari musik.

Dari musik kita dapat mengungkapkan perasaan dan menekan seluruh penderitaan kita. Kita dapat menikmati musik di mana saja dan kita juga mempunyai kebebasan untuk memilih musik apa saja yang ingin kita dengarkan sesuai dengan mood kita pada saat itu. Ketika lagu yang dipilih sesuai dengan apa yang kita rasakan itu dapat benar-benar menekan sebuah stres atau tekanan yang kita miliki.

Tidak hanya mendengarkan namun kalian juga bisa melakukan karaoke atau ikut menyanyikan lagu yang sedang diputar dengan seluruh perasaan yang kalian punya. Di sini Spotify hadir untuk menemani kalian dikala apa saja, mood apa saja dan di mana saja. Dengan akses ke berbagai device, kita semakin diberi kemudahan untuk enjoy bersama musik.

Dari situ manusia dapat merasakan bahwa musik dapat menekan stres mereka dan menjadikan musik sebagai sebuah hal wajib atau priority di masa apa pun. Ketika sudah mencapai puncaknya yaitu ketika musik sudah dapat mewakili seluruh perasaan kita dan kita merasakan euphoria saat mendengarkannya. Di situlah kita bisa menyebut musik sebagai teman dan salah satu platform penyedianya adalah Spotify.

Kesimpulan.

Jika ditarik benang merahnya Filsafat Arthur Schopenhauer tentang seni ternyata berkaitan dengan pengungkapan emosi dan perasaan melalui sebuah musik. Dimana musik sebagai salah satu alternatif untuk menekan sebuah penderitaan dan caranya sebagai milenial adalah menggunakan aplikasi online music streaming yaitu Spotify. Seluruh pembahasan diungkap menurut pandangan filsafati.