"Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan d a s a r. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir : Pendawa lima). Pendawapun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah P a n c a S i l a . Sila artinya azas atau d a s a r , dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.”
Begitulah pernyataan Soekarno atau Bung Karno saat menyampaikan pidatonya di depan peserta sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Di hari itu pula yang sampai saat ini kita kenal sebagai hari lahirnya Pancasila.
Peristiwa bersejarah itu menegaskan bahwa antara seorang Soekarno dan Pancasila adalah dua hal yang tidak terlepas pisahkan. Kalau kita berbicara Pancasila berarti ada percikan pemikiran dan ide beliau yang tersalurkan di dalamnya.
Dalam sejarahnya, selain Soekarno yang menyampaikan pendapat sebuah dasar negara Indonesia merdeka, ada juga beberapa tokoh yang turut menyampaikan pendapatnya yakni Muhammad Yamin dan Soepomo. Artinya, Bung Karno bukanlah tokoh Protagonis dari proses lahirnya Pancasila.
Tetapi dalam pandangan Soekarno penyampaian-penyampaian itu yang dalam istilah saya "belum menyentuh titik nadi semangat kebangsaan dan keindonesiaan menuju kemerdekaan". Karena bagi Soekarno, dasar untuk mendirikan sebuah negara merdeka adalah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.
Dalam pidatonya, Ia hanya menggali kembali nilai-nilai kehidupan yang sudah lama mengakar dalam sejarah Nusantara yang merupakan warisan dari budaya nenek moyang bangsa Indonesia dan kemudian diistilahkan dengan Panca Sila.
Mengenai warisan budaya nenek moyang bangsa kita di zaman dahulu ini, Kuntowijoyo menjelaskan dalam bukunya Identitas Politik Umat Islam (1997) bahwa, Pancasila adalah "nilai-nilai luhur bangsa" yang lahirnya entah kapan dan di mana. Tidak perduli bahwa di masa lalu Indonesia terpecah ke dalam banyak kerajaan yang saling berperang berebut hegemoni, kita percaya bahwa Indonesia sejak dulu sudah "Bhineka Tunggal Ika", sebab ada "Sumpah Palapa".
Itulah sebabnya, Soekarno menolak predikat yang diberikan oleh Prof. Mr. Notonagoro saat pengukuhan Doctor Honoris Causa di UGM sebagai 'pencipta Pancasila', tetapi ia lebih setuju sebagai 'penggali Pancasila'. “Aku bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia. Pancasila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku persembahkan Pancasila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali", kata Soekarno.
Selain itu, dalam menjelaskan Pancasila sebagai Philosofische grondslag (Dasar Negara) Soekarno menjadikan beberapa corak pandangan dunia (Weltanschauung) sebagai contoh sebuah negara merdeka. Seperti ketika Adolf Hitler mendirikan Jerman di atas nasional-sosialisme, Lenin mendirikan negara Soviet diatas materialisme-historis atau Marxisme, dan Ibn Saud mendirikan negara Arab Saudi di atas satu dasar agama, yaitu Islam.
Di depan anggota BPUPKI, saat itu Ia menawarkan lima prinsip dasar atau Pancasila versi Soekarno, yang terdiri atas Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan (lihat buku Risalah Sidang BPUPKI, Sekneg RI 1995).
Usulan Soekarno tentang Pancasila diterima pada saat itu juga dan tentu usulan dari Muhammad Yamin dan Soepomo tetap dijadikan bahan dalam melakukan pembahasan-pembahasan selanjutnya. Alhasil, pada penetapan rancangan pembukaan sekaligus batang tubuh UUD 1945 pada Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau kita kenal dengan sebutan Panitia 9 pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka. Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
Semangat Pancasila adalah memberikan karakter untuk manusia Indonesia dalam berpikir dan bertindak secara etis. Sebab Pancasila ada nilai (values) yang terkandung didalamnya, yakni nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Kemasyarakatan. Bagi saya, ini yang harus dipahami seluruh anak bangsa ditengah perkembangan dan benturan pemahaman yang tak bisa dibendung.
Menafsirkan Pancasila
Seperti ditulis Saafroeddin Bahar dan Nannie Hudawati ketika memberikan kata pengantar pada buku (edisi keempat) Risalah Sidang BPUPKI, di sana ditegaskan: “Walaupun tidak--atau belum--diambil keputusan mengenai dasar negara, namun pidato Soekarno tanggal 1 Juni mempunyai arti penting. Ini bukan saja dapat mengintegrasikan seluruh pandangan para anggota BPUPKI menjadi satu kesatuan utuh, tetapi juga disampaikan dengan retorika yang kuat.
Soekarno berhasil membuat pemikirannya diterima semua orang yang menjadi peserta sidang dengan kapasitas intelektual mereka di atas rata-rata. Mereka semua merupakan founthing father Indonesia. Pada kesempatan itu Soekarno berupaya menerjemahkan setiap sila yang dibuat dengan jelas untuk dipahami secara bersama.
Pada sila pertama, Soekarno mengingatkan penting persatuan untuk menjadi kebangsaan Indonesia berdasar satu national state. Sila kedua Soekrno katakan, "Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa." Sila ketiga, mufakat atau demokrasi, bahwa negara yang ingin dibangun bukan hanya untuk satu orang/kelompok. Tapi untuk seluruh rakyat.
Sila keempat, kesejahteraan sosial, bahwa prinsipnya tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Kesejahtraan harus diwujudkan berdasar keadilan sosial. Serta Sila kelima, menyusun Indonesia merdeka dengan prinsip Ketuhanan yakni bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dan di hadapan sidang, sang proklamator itu bukan saja menunjukkan kemahiran berfilsafat dalam menerjemahkan setiap butir yang ada, tapi berhasil membumikan tiap-tiap butirnya dengan argumentasi yang mengagumkan. Memukau hadirin persidangan yang menyambutnya dengan tepuk tangan riuh.
Satu hal yang perlu disampaikan bahwa dalam diri Soekarno ada tertanam semangat Pancasila, dalam Pancasila ada pemikiran besar Soekarno.
Pemikir-Pejuang, Pejuang-Pemikir
Selain sebagai penggali Pencasila, Soekarno sangat dikenal karena pemikiran dan perjuangan demi bangsa Indonesia. Bahkan jauh sebelum pemikiran besar mengenai Pancasila ini disampaikan, Ia dengan penuh ikhtiar juga telah membuat satu risalah sebagai keinginan untuk menjadi negara merdeka. Itu ditulisnya 12 tahun sebelum Indonesia merdeka, risalah itu diberi nama "Mencapai Indonesia Merdeka". Soekarno juga dikenal sebagai pemimpin yang sangat aktif dalam menulis.
Dan semasa hidupnya dalam mendedikasikan diri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Soekarno telah membuat berbagai macam tulisan dan buku untuk mengabadikan pikiran-pikirannya. Diantaranya, Indonesia Menggugat (1930), Mencapai Indonesia Merdeka (1933), Sarinah (1951), Dibawah Bendera Revolusi (1959-1960), serta karya-karyaya yang lain.
Dalam semangat perjuangan Soekarno, Ia berprinsip bahwa sebuah perjuangan membutuhkan yang namanya konsep berjuang. Tidak sedikit konsep yang digagas dari buah pemikirannya yang kritis, terstruktur, dan sistematis. Sebut saja konsep Marhaenisme, Trisakti, dan Nasakom.
Konsep Marhaenisme sebagai ideologi atau pandangan hidup dalam perjuangan kaum tertindas (proletar). Marhaenisme merupakan impian Soekarno untuk meghilangkan susunan masyarakat adil dan makmur tanpa imperialisme dan kapitalisme. Konsep Trisakti berisi tiga pokok yakni berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dari segi budaya. Sedangkan konsep Nasakom adalah upaya Soekarno untuk menyatukan tiga kekuatan yakni Nasionalisme, Agamais, Komunisme.
Akhirnya, kalau saya mau jujur katakan, sejak Indonesia merdeka sampai sekarang, dan telah berganti Presiden selama beberapa kali, Soekarno masih tetap menjadi sosok Presiden yang penuh kharismatik. Sosok Soekarno mewakili nilai etis seorang pemimipin bangsa. Meminjam istilah Fadrik Aziz Firdausi dalam tirto.id, Soekarno adalah pesona sejarah yang tak akan habis dibicarakan.
Bukan bermaksud untuk mengkultuskan seorang Soekarno, karena pada dasarnya Ia hanya manusia biasa. Tetapi kita juga tak harus memungkiri bahwa sungguh besar jasa dan perjuangan Presiden Pertama Republik ini dari sebelum, saat, dan sesudah bangsa Indonesia merdeka baik pemikiran maupun tindakannya.