Antara tahun 431 – 404 SM Athena mengalami peperangan paling besar dan terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama dengan negara tetangganya, Sparta. Pertempuran tersebut dikenal dengan sebutan perang Peloponesia.

Terlepas keikutsertaan Socrates, perang tersebut menjadi sebuah catatan penting penting bagi kehidupan dan pengadilan Socrates. Hal ini dikarenakan dalam peperangan tersebut, Socrates dianggap sebagai orang yang bersimpati terhadap Spartan dan karenanya dianggap sebagai penghianat Athena.

Simpati socrates terhadap Sparta sama seperti yang terjadi pada keluarga Athena yang lebih bersifat Aristokrat. Mereka cenderung menyukai hierarki kekuasaan kaku dan terbatas seperti yang dianut oleh Sparta, ketimbang kebebasan berbicara dan kekuasaan yang demokratis seperti yang diterapkan Athena.

Dalam Republik, Socrates digambarkan dalam pernyataan bahwa kebanyakan orang menganggap konstitusi Sparta adalah yang terbaik. Rezim tersebut dalam Republik selanjutnya ditandai oleh sekelompok kecil elit yang memimpin warga kota secara ideal.

Ada sejumlah momen penting sepanjang perang menjelang persidangan Socrates. Momen bersejarah tersebut menggambarkan Socrates sebagai penghianat. Peristiwa tersebut terjadi Tujuh tahun setelah pertempuran Amphipolis. Dalam peristiwa ini angkatan laut Athena menyerang pulau Sisilia dengan menghancurkan sejumlah besar patung yang didedikasikan untuk dewa Hermes. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Mutilation of the Herms yang terjadi pada tahun 415 SM.

Peristiwa tersebut tidak hanya menimbulkan ketakutan bagi mereka yang mungkin berusaha melemahkan demokrasi, tetapi juga dianggap sebagai suatu penghinaan terhadap dewa. Selain itu dalam peristiwa ini Athena juga menyaksikan penyingkapan Misteri Eleusinian, yaitu ritual keagamaan yang harus dilakukan hanya didepan para imam.

Diantara mereka yang dituduh karena melakukan kejahatan tersebut, sejumlah rekan socrates termasuk Alcibiades yang saat itu memimpin ekspedisi Sisilia dipanggil kembali ke Athena. Karena Alcibiades dituduh dalam melakukan kejahatan tesebut, Alcibiades melarikan diri dan mencari perlindungan di Sparta.

Meskipun Alcibiades bukan satu-satunya rekan Socrates yang terlibat dalam kejahatan tersebut, namun dia bisa dibilang yang paling penting. Socrates dianggap memiliki hubungan cinta dengan Alcibiades. Hal ini terdapat dalam tulisan Plato yang menggambarkan menggambarkan banyak dialog dalam ungkapan-ungkapan cinta.

Alcibiades biasanya digambarkan sebagai jiwa yang tidak menetap dan tidak memiliki komitmen apapun terhadap cara hidup. Sebagai gantinya dia adalah semacam penghibur yang dapat membentuk dirinya yang awalnya gagah perkasa menjadi orang yang menyenangkan demi untuk mendapatkan kemurahan hati seseorang.

Pada tahun 411 SM, sekelompok warga yang menentang demokrasi Athena memimpin sebuah kudeta dengan harapan dapat membentuk sebuah sistem pemerintahan baru, Oligarki. Meskipun Athena memerintahkan Alcibiades untuk memimpin pasukan dalam menghalangi kudeta tersebut, dia membelot dan membantu pendukung Oligarki.

Hal ini dikarenakan selain bersekutu dengan spartan, Alcibiades juga memiliki kepentingan dengan persia yang juga adalah musuh Athena. Ini mengindikasikan bahwa pemikiran Socrates dalam mendukung Oligarki adalah pengaruh hubunganya dengan Alcibiades. Akibatnya timbul kecurigaan yang menyatakan bahwa socrates adalah simpatisan Spartan.

Pada tahun 404 SM, hanya lima tahun sebelum Socrates di eksekusi, Spatan mengalahkan Athena. Dengan tameng demokrasi, Sparta menunjuk kelompok kecil bertujuan untuk menjadi penguasa di Athena. Kelompok itu sering disebut dengan kelompok Tiga Puluh Tiran. Kelompok ini dipimpin oleh seorang rekan Socrates yang terkenal, Critias.

Critias membuat sebuah peraturan yang melarang Socrates melakukan aktifitas filsafatnya bersama dengan murid-muridnya. Meskipun demikian, Socrates tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan Athena dan tetep bertahan dibawah kepemimpinan Critias. Karenanya Socrates akhirnya dinilai mendukung kebijakan sparta dan dianggap menentang cita-cita demokrasi Athena.

Tiga Puluh Tiran memerintah Athena dengan tangan besi. Mereka mengeksekusi orang-orang kaya Athena dan merampas harta benda mereka. Selain itu mereka juga menangkap dan menyiksa orang-orang yang memiliki simpati dengan demokrasi. Pada tahun 403 SM, kelompok-kelompok yang menjadi simpatisan demokrasi menggulingkan kekuasaan Tiga Puluh Tiran.

Critias dan keponakanya yang juga adalah anggota Tiga Puluh Tiran terbunuh. Dengan kematian pemimpin Tiga Puluh Tiran, Spartan melakukan kesepakatan damai dengan Athena. Para pendukung demokrasi Athena memberlakukan peraturan yang mencegah masyarakat melakukan tuntutan hukum yang bermotif politik.

Dalam Meno, Plato menggambarkan percakapan antara Socrates dan Anytus. Anytus adalah salah seorang pendukung demokrasi yang pernah dibuang oleh kelompok Tiga Puluh Tiran. Dalam dialog plato terebut, digambarkan Anytus berpendapat bahwa setiap warga Athena dapat mengetahui segala kebajikan.

Menurutnya pandangan demokratis membawa pemahaman kepada masyarakat bahwa hidup yang baik bukanlah suatu hal yang dibatasi dari elit atau orang yang berstatus istimewa. Socrates menolak pandangan Anytus tersebut. Menurutnya jika seseorang ingin mengetahui tentang kebajikan, maka seseorang harus bertanya kepada ahli kebajikan.

Banyak dari rekan-rekan Socrates yang dapat membuktikan bahwa socrates bukanlah pendukung tiran. Ini adalah bukti sejarah disamping dinas militernya yang sangat kontroversial, Socrates bukan hanya pasif tetapi juga sebagai pendukung aktif Demokrasi. Bukti tersebut berimbang dengan bukti Socrates memiliki banyak rekan Oligarki.

Salah seorang rekan yang menyatakan bahwa Socrates adalah pendukung aktif demokrasi adalah Chaerephon. Chaerephon adalah salah seorang teman socrates yang mengabarkan bahwa peramal Delphi telah mengatakan bahwa tidak ada orang lain yang lebih bijaksana daripada socrates.

Bukti lainya adalah penolakan Socrates ketika diperintahkan oleh kelompok Tiga Puluh Tiran untuk menjemput seorang pendukung demokrasi yang bernama Leon untuk dieksekusi didepan umum. Penolakan tersebut dilakukan socrates bukanlah sebagai pembangkangan terhadap pemerintahan yang sah, melainkan itu adalah bukti kesetiaanya terhadap cita-cita demokrasi yang sebelumnya di anut di Athena.

Dalam Crito, Plato menggambarkan socrates menolak untuk melarikan diri dari penjara dengan alasan bahwa dirinya menjalani keseluruhan hidupnya dibawah hukum demokrasi. Akan tetapi, terlepas dari bukti-bukti yang ada, kecurigaan mendalam terhadap socrates sebagai ancaman bagi demokrasi tak dapat dihindarkan.

Meskipun demikian, Anytus dan rekan-rekan socrates yang menyatakan bahwa socrates adalah pendukung oligarki, melarang masyarakat memberikan tuduhan mengenai hal tersebut dan lebih memilih menuntut socrates dengan alasan merusak kaum muda Athena serta menghina dewa-dewa Yunani.