Alienasi bisa diartikan suatu cara pengalaman hidup yang mana seorang mengalami dirinya sebagai sosok terasing. Alienasi adalah teori yang dikeluarkan oleh Karl Marx tentang munculnya sebuah keadaan di mana buruh atau proletar mendapatkan sebuah keadaan yang terasing dari kehidupannya. Ia percaya bahwa alienasi adalah hasil dari eksploitasi kapitalisme terhadap buruh dengan mengartikannya sebagai modal.

Alienasi di era digital ini kini berubah wajah, tapi pada hakikatnya sama yaitu mengalami keterasingan dalam kehidupannya. Alienasi pada era millenium ini bukan lagi disebabkan kaum kapitalis, tapi lebih karena faktor teknologi yang dilahirkan oleh manusia itu sendiri. Banyak sekali manusia-manusia modern yang mengalami keterasingan diri, meskipun hidup dalam keramaian.

Penyakit manusia modern ini kini kian tambah parah dengan hadirnya era smartphone yang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia. Smartphone kini tak lagi menjadi barang mewah (tersier), tapi telah menjelma menjadi barang sekunder atau bahkan primer bagi sebagian orang.

Sebenarnya cikal bakal keterasingan manusia modern sudah mulai tampak semenjak hadirnya internet (cyber world), rupanya kondisi ini kian kronis setelah smartphone hadir dan smartphone telah berhasil mencuri perhatian setiap individu mulai dari bayi hingga usia senja.

Tak sulit kita dapatkan orang-orang asyik masyuk dengan smartphone-nya di mana pun berada, baik di rumah, sekolah, ruang rapat, gerbong kereta, kendaraan umum, ruang sidang bahkan di tempat pemakaman. Tak hanya bagi masyarakat yang berada di perkotaan, tapi juga di pedesaan bahkan di pedalaman.

Kini hampir semua orang kecanduan barang antik ini. Bahkan sebagian orang menilai smartphone lebih penting dari teman, atau pacar bahkan orang tua sekalipun.

Bagaimana tidak! smartphone selalu dibawa-bawa ke mana pun dan di mana pun berada, bahkan saat tidur pun menjadi teman setia. Jika lowbat atau mati baterai atau ketinggalan di rumah saat bepergian, apalagi jika hilang dari kepemilikian, rasanya bagaikan kehilangan segalanya. Smartphone telah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.

Saat tak berada bersama smartphone-nya atau tak memiliki lagi, maka di saat itu tak bisa eksis di dunia maya, tak bisa tersenyum bahkan ketawa dengan smartphonenya, dan tak bisa lagi kirim pesan dan telpon sana sini. Hidup terasa asing dan hambar.

Manusia modern benar-benar telah teperdaya dengan smartphone-nya, sulit rasanya melepaskan barang sejenak dari genggamannya. Akibatnya, mungkin kini kita merasa sulit untuk mendapatkan kehangatan saat bersama, dan keakraban saat kumpul sanak keluarga. Karena tak sedikit orang yang hadir di suatu tempat dalam pertemuan, baik itu dengan keluarga, teman maupun rekan kerja masing-masing malah asyik dengan smartphone-nya.

Kondisi seperti ini mudah kita temukan di sekitar kita bahkan mungkin kita sendiri pernah mengalaminya. Memang smartphone bisa membuat yang jauh menjadi dekat tapi smartphone juga bisa membuat yang dekat menjadi jauh.

Jangan Kalah dengan Smartphone 

Smartphone benar-benar membuat manusia modern teralienasi dalam jurang keterasingan yang dalam. Hanya manusia sendirilah yang bisa menolongnya keluar dari keterasingan, bukan smartphone.

Karena smartphone adalah barang mati, dia bisa berfungsi dengan baik atau tidak, bisa memberi manfaat atau tidak, mencerdaskan atau tidak, itu tergantung user-nya alias yang empu-nya sendiri.

Mari kita sadar diri dan bijak diri dalam memanfaatkan teknologi, jangan sampai teknologi yang mengendalikan kita apalagi memperbudak kita. Jangan sampai hadirnya teknologi malah menjauhkan kita dari Sang Pencipta, Allah SWT. Karena seyogianya hadirnya smartphone itu bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT bukan sebaliknya.

Melalui media sosial misalnya, kita bisa berbagi hal-hal positif, mengajak kepada kebaikan bukan mengajak kepada kemungkaran, mempererat tali silaturahmi bukan saling memaki hingga putus silaturahmi, berbagi kebahagiaan bukan menambah penderitaan orang lain.

Smartphone diciptakan untuk memberi manfaat sebesar-besarnya kepada manusia. Maka, Smartphone harusnya memudahkan manusia dalam menggali ilmunya Allah untuk meraih cinta-Nya. Jangan sampai justru smartphone membuat kita makin jauh dari-Nya dan membuat kita lupa siapa hakikat diri kita sebagai manusia.

Jangan sampai lupa bahwa di saat kita berada dalam kerumunan dan perkumpulan yang seharusnya kita manfaatkan untuk berinteraksi dan berdiskusi untuk saling mengenal dan saling memahami sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun warga bangsa malah asyik dengan smartphone kita dan mengabaikan lawan bicara.

Tentu kesadaran ini harus kita mulai dari diri kita sendiri, lalu kepada keluarga kita, anak-anak kita, pasangan kita dan saudara terdekat kita. Jika keluarga sebagai benteng terakhir bisa memahami esensi dari kegunaan smartphone, maka tidak mustahil kita akan terhindar untuk tidak menggalami apa yang dinamakan teralienasi.

Mari kita mulai bijak dalam menggunakan smartphone, kita harus sadar tempat dan waktu dalam menggunakannya. Misalnya di saat kita sedang berkumpul dengan sanak keluarga, terlebih saat berkumpul dengan kedua orang tua, janganlah kita malah asyik masyuk dengan smartphone kita. Manfaatkan pertemuan dengan mereka untuk saling bertukar cerita, bertukar pengalaman dan saling berkomunikasi untuk menguatkan rasa cinta dan kasih sayang.