Sistem pendidikan di Indonesia dari dulu memang sedang dikaji. Pasalnya, materi yang diberikan adalah materi yang sudah kedaluwarsa termasuk juga sistem ajarnya. Guru-guru di Indonesia belum diberikan arahan yang klop untuk tata cara mengajar yang tepat bagi siswa.
Terkadang, guru sendiri yang menentukan cara mengajar, walaupun dipaksakan. Inilah kenapa saya sebut sebagai "gaya amburadul" karena ketidakjelasan sistem yang ditetapkan.
Karakter siswa-siswi di Indonesia juga tergantung dari cara mengajar guru di kelas, dan aktivitas mereka di luar sekolah. Tanpa mereka sadari, tiga faktor yang memengaruhi cara mereka belajar yakni lingkungan, rumah, dan sekolah, juga memengaruhi karakter siswa di hari esok.
Contohnya, jika siswa ini memiliki keluarga yang otoriter dan lingkungan bermain yang bebas, maka dapat dimungkinkan bahwa karakter siswa ini adalah siswa yang memberontak, termasuk di dalam kelas. Entah itu pemberontak positif atau negatif, dilihat lagi dari sisi keluarga dan lingkungannya.
Guru sebagai pengarah siswa juga kebingungan jika dihadapkan pada beragam sifat atau karakter murid-muridnya. Apalagi ditambah dengan kurikulum yang njelimet (membingungkan) dan jam masuk sekolah yang tidak efektif.
Menurut penelitian sendiri, otak manusia akan bekerja baik mulai jam 9-10 pagi, tapi kebanyakan sekolah (bahkan hampir semua) menerapkan jam pagi yang "terlalu pagi" yaitu jam setengah 7 pagi. Jika pulang sekolah jam 1 siang, maka otak yang bekerja dengan baik tersebut hanya dipakai selama 3 jam.
Saya sebagai mantan anak sekolah, sangat keberatan dengan sistem jam pagi dan tata cara mengajar guru yang amburadul (tidak jelas dan tidak efektif). Siswa hanya dihadapkan pada buku dengan tulisan yang harus dihafal, bukan dimengerti.
Sementara itu, pemerintah hanya bisa memberi buku-buku yang memiliki isi yang hampir sama, hanya beda sampul, tanpa memberi siswa kesempatan untuk memberikan suara dan pendapat agar sistem pendidikan di Indonesia tidak ambrol.
Pemerintah seharusnya bertindak secara lebih cepat, seperti survei ke sekolah-sekolah swasta dan negeri, meminta pendapat siswa demi memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Saya kira, selama puluhan tahun, sistem pendidikan Indonesia hanya itu-itu saja, alias tidak ada perubahan kecuali sampul dan judul buku.
Sistem buku elektronik dibiarkan mangkrak tanpa sosialisasi ke sekolah-sekolah perihal cara menggunakannya. Malah lagi-lagi disuruh beli versi cetaknya, padahal versi digitalnya sudah ada. Inilah kenapa guru-guru harus dididik lagi, menerima perkembangan media sebagai sarana untuk memajukan pendidikan di Indonesia, bukan malah melarang siswa membaca buku dari gawai (gadget) mereka.
Semoga sistem pendidikan Indonesia bisa bergaya jelas dan membentuk karakter siswa yang lebih baik. Untuk saat ini, sistem pendidikan di Indonesia masih acak-acakan, dan hasil didikan guru yang membentuk karakter siswa masih belum tentu bisa baik dan bisa buruk.