Sebenarnya dia bukan ahli menggali sumur. Orang ini hanya seorang buruh bangunan biasa.

Dia terpaksa meninggalkan kerjaannya sehari, dua hari, dan meninggalkan upah Rp. 70.000/hari untuk memenuhi kebutuhan air bersih anak istrinya, bukan hanya anak istri bahkan kebutuhan air tetangganya-pun bisa dia penuhi.

Panggil dia Aco'. Dengan menggali sumur dia mencoba mengambil tanggung jawab negara/pemerintah untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat sekitar kampungnya, yah minimal tetangganya.

Awalnya Aco' memahami negara dengan sangat ideal yaitu memiliki peran dan tugas konstitusional untuk melindungi warga negara dalam kondisi apapun.

Negara harus memenuhi hak-hak dasar rakyatnya sehingga bumi, air, dan segala sumber daya yang ada mesti dikuasi oleh negara untuk dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian bunyi UUD Pasal 33.

Tapi miris bagi Aco' dan beberapa tetangganya, sebab sudah beberapa bulan ini tidak mendapatkan pasokan air bersih dari Pemerintah, jangankan air bersih, air untuk membersihkan kotoran dubur saja sangat sulit diperoleh.

Awalnya aco' dan para tetangga berbaik sangka pada negara, hingga mereka dengan telaten tetap bersabar berminggu-minggu lamanya.

Sampai akhirnya fase kesadarannya naik pada level kesadaran kritis, dia melihat ketidakbenaran, ketidakadilan dari negara mengenai distribusi air bersih di daerahnya.

Diorganisirlah gerakan-gerakan protes dan aksi boikot terhadap uang jasa air bersih yang memang sudah lama tidak mereka nikmati.

Ketidakpercayaan pada negara, Aco' tunjukkan dengan mengambil tugas negara yakni menyediakan air untuk tetangganya, dengan menggali sumur tanah, aksi ini juga banyak ditiru oleh warga lainnya, mereka tidak percaya lagi pada otoritas politik negara untuk mengatur keputusan politik termasuk ketersediaan air bersih.

Aco' dan beberapa warga merebut kemerdekaannya, merebut hak-hak kemanusiaanya.

Aco saat ini adalah seorang anarkis, tetapi bukan anarkis yang banyak disalahpahami oleh orang-orang. "Without a Rule" jika aturan itu memang menindasmu.

Mungkin bagi kebanyakan orang istilah anarkis itu sendiri sudah terlanjur menimbulkan kemarahan dan secara luas dipahami sebagai yang jahat. 

Orang-pun tanpa pikir panjang percaya bahwa anarkisme adalah negatif, meminjam istilah bang Rahmat SN mungkin otaknya sedang berlibur kelutut, sehingga tanpa berpikir mereka taklid pada kejumudan bahwa anarkisme itu berbahaya.

Anarkisme dijahatkan oleh penguasa karena gerakan ini merusak kemapanan penguasa, anarkisme dilabeli buruk karena kuasa media dan kekurangpahaman kita pada kata ini.

Ayo bersegera mengembalikan otak kita pada tempatnya, sudah saatnya otak kita menyudahi jatah libur panjangnya dan kembali beraktivitas untuk betul-betul berpikir, betul-betul memahami persoalan sebelum berkata, apatah lagi bertindak karena pemahaman yang keliru niscaya menghasilkan tindakan-tindakan yang keliru pula.

Pada kondisi seperti yang dirasakan Aco', anarkisme adalah jalan lain untuk mendapatkan hakmu.

Mari kita refleksi bagaimana negara kita ini, seberapa rusak mentalitas pemimpinnya, seberapa efektif roda pemerintahan jika praktik mark up atas belanja barang terus bergelora, jika mengurus kartu identitas saja mesti berminggu-minggu (kecuali jika kau punya uang Rp. 50.000,- untuk melicinkannya).

Mari kita bersungguh-sungguh merefleksinya, apakah senang dirimu melihat para kontraktor proyek yang berlaku tidak jujur terhadap bangunan proyek yang akan dinikmati oleh masyarakat?

Apakah senang dirimu membayar beban air sementara nikmatnya air yang kau bayar tidak kau nikmati?

Senangkah dirimu jika tanah warisan leluhurmu direbut oleh industri Pembangkit listrik?

Praktik-praktik seperti ini tumbuh subur di negara kita, karena terjadi pembiaran oleh otoritas politik, ada yang mendapat sepersepuluhan dari aktivitas-aktivitas yang tidak benar ini.

Mikhail bakunin dalam pan destructionism-nya percaya jika sistem masyarakat sudah sangat korup, rusak, dan munafik hingga sudah tidak layak lagi bisa untuk diperbaiki maka yang harus dilakukan adalah pembersihan secara total.

Lakukanlah perlawanan mulai dari hal yang paling kecil, tidak taat bayar air itu bagian dari anarkis dan itu hebat sebab kau sadar hakmu telah dirampas.

Coretan-coretan protes di dinding instansi yang korup itu juga hebat, sebab dibutuhkan keberanian untuk mau melakukan protes.

Sebaliknya ada kaum-kaum komprador yang tahu ketidakbenaran terjadi pada negara, namun berupaya berkomplot untuk menutup-nutupinya, dan mengamini semua baik-baik saja.

Mengatakan pembangkit listrik tak berlimbah, itu kebohongan besar, dan itu juga komprador sebab suatu keniscayaan industri demikian berlimbah, penggunaan teknologi semacam boiler hanyalah mengurangi limbah bukan menghilangkan.

Akhirnya, jika negara tak berpihak kepadamu, jika aturan yang dibuat oleh otoritas politik mengambil hakmu, katakan "without a rule" dan tempuhlah jalan-jalan anarki sebagai jalan lain.