Mendengar kata “senja” rasanya setiap orang pasti memiliki makna yang berbeda, dari segi pandangan yang beragam. Siapa yang bisa mendefinisikan senja? Perihal yang indah nan di tunggu-tunggu namun hanya datang sementara.

Suasana yang indah namun hanya mengobati luka sementara, suasana yang menarik namun tak abadi. Senja terlalu indah untuk di rasakan dengan berlarut-larut. Senja terlalu nyaman untuk dinikmati sepanjang waktu.

Bila senja dikaitkan dengan perjalanan hidup rasanya hampir seluruh perjalanan memiliki makna yang sama dengan senja. Indah, suka, duka, ekspetasi, realitas hingga cinta. Apa lagi? Luka. Senja rasanya terlalu indah untuk disandingkan dengan luka.

Namun nyatanya sebagian mendefinisikan senja dengan luka. Senja yang saat itu indah bersama orang yang di cinta. Moment dimana bersama saat moment senja itu tiba, banyak kisah saat itu. Banyak rasa yang tak bisa di ungkapkan namun dipaksa untuk mengikhlaskan.

Senja memang terlalu indah untuk disandingkan dengan luka, namun suasana senja selalu sejalan dengan luka. Indah yang sementara, tenang yang cepat berlalu, hingga perasaan yang tak bisa di ungkapkan melalui kata-kata.

Setiap perjalanan yang diiringi pengorbanan selalu menyisakan sebuah makna, dari kebahagiaan hingga luka, setiap pilihan yang di ambil pasti memiliki konsekuensi di dalamnya. Baik suka maupun duka yang datang pada akhirnya.

Senja dan luka mendasari sebuah pilihan, baik dalam hal cinta maupun pilihan hidup lainnya. Rasanya cinta terlalu indah bila selalu dianggap sebuah sebab dari datangnya luka. Namun sebagian yang terjun pada hakikat cinta mengalami makna yang kian usai dalam keindahan.

Cinta adalah sebuah rasa, yang memiliki banyak makna. Begitu banyak para tokoh-tokoh yang mencoba mendefinisikan cinta namun memilik arti dan makna yang berbeda. Ada yang beranggapan cinta adalah sebuah pengorbanan.

Namun bila cinta adalah sebuah pengorbanan, lalu apa arti dari ketulusan cinta itu? Bukankah cinta adalah sebuah ketulusan dalam mengekpesikan rasa. Ada yang bilang cinta itu indah, namun mengapa tak sedikit yang terbunuh karna cinta?

Cinta layaknya senja, ia rumit namun candu untuk di coba. Ia indah namun akhirnya hanya mendatangkan kehilangan yang harus dipaksakan dalam ikhlas. Maka, sebenarnya apa makna dari cinta dan senja itu?

Ada yang mengatakan cinta adalah ruang dalam sebuah rindu, sebab cinta kurang pandai dalam menunggu. Waktu berjalan jauh lebih lambat ketika seseorang merindukan yang di cintai.

Kaceem Madd pernah berkata, “Kebenaran yang menyedihkan adalah kita merindukan seseorang dan kita berharap mereka juga merindukan kita”. Bila cinta adalah sebuah keindahan lantas mengapa sebagian merasakan rasa kecewa.

Kembali pada senja, banyak yang mengaitkan senja dengan rindu, saya lumayan setuju dengan ini. Bila waktu senja tiba, maka selalu terlintas dalam pikiran hakikat dari sebuah rindu. Terkadang sebagian beranggapan senja adalah waktu yang terlalu indah dalam mengabadikan sebuah moment.

Hingga hadirlah sebuah makna dari senja dan rindu itu sendiri. Saya beranggapan bahwa senja bukan hanya sebuah soal waktu dan moment, namun lebih dari itu. Hingga rindu merupakan korelasi dari sebuah senja.

Senja adalah sepi, melintas jejak dengan dia yang mencuat dibatas kalbu yang mencoba mengurai rindu yang membelitku. Waktu kian singkat untuk merangkai bagaimana rindu ini tersampaikan dalam sunyi ini, mengecap dia dalam imaji. Dia yang membuatku tersenyum setengah mati kata orang.

Tidakkah kau tersiksa dalam sepi? Sepi itu menyakitkan. Namun bagiku, sepi itu terkadang indah, sepi tidak selamanya kelam. Karena, dia mengisi ruang hati dan pikiran ini hingga menjadikannya berwarna. Karena nya aku tak pernah merasa sepi membunuhku. Sebab terkadang sepi adalah tempat ketenangan kehidupan dan bersama sepi justru diri bernyawa dan benderang.

Terkadang senja menurutku adalah situasi yang merefleksikan suasana hati. Dasar hati adalah inti organ yang peka katanya, jika diisi dengan hal-hal yang baik, maka akan menjadi pribadi yang baik, namun, jika diisi dengan hal buruk, akan buruklah pribadi diri.

Senja soal waktu pun bisa dikatakan adalah perpindahan dari waktu siang ke malam. Hari siang kini beralih ke malam. Malam-malam seperti malam kemarin. Sesungguhnya tidak ada perayaan khusus tentangnya, entahlah mungkin hanya aku saja yang kegirangan menyambutnya. Ku maknai perayaan malam ini kalau boleh dikata sebagai rasa syukurku atas nikmat yang amat dalam.

Aku masih bernafas, jariku masih lincah dan aku masih berbagi tawa tuk orang-orang baik di sekelilingku. Sebab, setiap akhir menuju awal yang baru. Di setiap masa, selama bumi berputar.

Dari sekian luasnya makna senja hingga dikaitkan dengan ruang rindu, semoga kerinduan ini membawaku pada rasa syukur. Dari banyaknya pengagum senja juga salah satunya adalah diriku. Satu hal yang kuharap, semoga setiap senja menjadi pengantar diri kepada manisnya ketaatan bukan sebagai sesembahan.