Melihat adik-adik calon mahasiswa baru yang berbondong-bondong untuk mendaftar di Perguruan Tinggi sesuai yang dicita-citakan sejak berada bangku di Sekolah, kini sidah sampai saatnya untuk melalui langkah awal untuk memasuki dunia yang dinamakan dengan dunia mahasiswa. 

Dengan jalur yang ditempuh seperti jalu SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri) dan SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri) ataupun jalur-jalur lain yang sesuai dengan kebijakan kampus masing-masing. 

Para calon mahasiswa baru tersebut, mayoritas berasal dari kalangan yang minim pengetahuan tentang dunia kampus/mahasiswa yang bisa diibaratkan sebagai botol kosong. Artinya apa adalah bahwa pemikiran para calon mahasiswa baru tersebut masih terbawa dengan kondisi sekolah dan hanya melaksanakan perintah dari birokrasi kampus bahkan para senior mahasiswa yang tak sesuai dengan idealisme mahasiswa.

Para calon mahasiswa baru tersebut akan melalui tahap yang dinamakan masa perkenalan situasi kampus atau bahasa kerennya adalah PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru), dimana dalam PKKMB ini calon mahasiswa baru diarahkan untuk mengikuti segala aturan dari panitia. 

Meskipun denga kondisi yang sekarang masa pengenalan ini tidaklah separah dengan tahun-tahun sebelumnya dimana waktu-waktu itu dikenal dengan istilah OSPEK (Orientasi Study dan Pengenalan Kampus). Dengan OSPEK ini, para senior kampus diberikan wewenang sebagai panitia sekitar satu minggu untuk memberikan arahan dan pengenalan pada adik-adik mahasiswa baru. 

Di sinilah para senior/panitia OSPEK terkadang bertindak diluar dari batasan yang telah ditentukan akibat dari budaya yang sudah tertanam secara turun-temurun akan diberlakukan kepada mahasiswa baru, contohnya saja terkadang ada perlakuan yang tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusian untuk diberlakukan terhadap mahasiswa baru dengan dalil bahwa apa yang dialami mahasiswa baru tersebut tidaklah sebanding dengan apa yang ia rasakan sebelum-sebelumnya. 

Bahkan perlakuan OSPEK ini terkadang membuat para senior kampus menganggap dirinya sok berkuasa terhadap calon mahasiswa baru yang mengakibatkan terjadi sistem feodalisme dengan mengarah pada perbudakan terhadap mahasiswa yang dianggap berstatus rendah terhadap dirinya.

Meskipun sekarang istilah OSPEK sudah dihapuskan oleh Pemerintah karena banyak terjadi kekerasan kepada mahasiswa baru bisa berujung pada kecelakaan fisik. Akhirnya pada tahun 2016 dan berlaku hingga saat ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, telah mengirim surat edaran larangan melakukan ospek dengan kekerasan. 

Larangan tersebut ditujukan kepada perguruan tinggi negeri maupun swasta.Nasir menyebutkan, bagi perguruan tinggi yang tidak menaati peraturan, akan mendapat sanksi akademik dari perguruan tinggi masing-masing. Pasalnya, setiap perguruan tinggi memiliki rambu masing-masing. "Tidak ada ospek menggunakan kekerasan. 

Sudah ada surat edaran. Jika masih melanggar akan terkena sanksi akademik," kata Nasir yang ditemui di usai Rapat Penetapan Perubahan Alokasi RAPBN Perubahan 2016 sesuai pembahasan di Badan Anggaran (Bangar) di Gedung DPR/MPR, Jakarta. Tetapi budaya-budaya pembodohon ospek masih saja mengikut dalam PKKMB untuk membodohi mahasiswa baru.

Para senior kampus harusnya memberikan pendidikan karakter, tetapi terkadang berperilaku balas dendam dengan apa yang didapatkan dari senior sebelumnya. Senior kampus yang terlihat begitu bijaksana/berani terhadap mahasiswa baru tetapi dalam kenyataanya takut pada birokrasi kampus. 

Hal seperti ini sudah menodai esensi dari mahasiswa, dimana mahasiswa adalah sebagai pengontrol kebijakan baik dalam dunia kampus maupun di luar kampus dengan nilai-nilai idealisme yang dimiliki sebagai karakter mahasiswa itu sendiri. Sejarah dari mahasiswa mungkin tidaklah asing ditelinga pembaca, dimana fungsi dari mahasiswa sebagai agen of change, social of control dan moral of cost. 

Fungsi ini sudah dibuktikan dengan para pendahulu kita seperti pada zaman Orde Lama mahasiswa sebagai garda terdepan untuk meruntuhkan pemerintahan Soekarno yang dikenal dalam tuntutannya peristiwa TRITURA (tiga tuntutan rakyat) kemudian peristiwa Orde Baru pada tahun 98, ribuan mahasiswa Indonesia berkumpul di gedung MPR untuk menurukan Soeharto dari kekuasaannya sebagai Presiden akibat terjadiya pelanggaran-pelanggaran dalam mengelola pemerintahan yang tidak berpihak kepada rakyat. 

Dan hingga saat ini mahasiswa masih dipercayakan sebagai garda terdepan untuk mengontrol jalannya kebijakan pemerintah dan tidak semestinya menghilangkan nilai-nilai idealismanya sebagai seorang pejuang.

Namun dari sejarah atau karakter yang sudah ditanamkan para pendulu kita, terlihat terjadi kepudaran dan selalu mau instant dalam berbuat. Kebanyakan mahasiswa sekarang ternodai dengan perkembangan zaman yang tidak mampu untuk menghadapi dengan mempertahankan identitasnya. 

Mahasiswa yang terbawa degan penagaruh perkembangan technologi yang begitu membodohi jika kita tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengannya. Seharusnya mahasiswa sebagai kaum milenial mampu membendung dirinya sebagai penerus bangsa, justru memberikan contoh yang tidak baik terhadap para calon mahasiswa ataupun masyarakat pada umumnya.

Olehnya itu, para senior-senior kampus harusnya mampu memberikan ontoh yang terbaik terhadap calon mahasiswa baru, jangan hanya galak di depan para calon mahasiswa baru tetapi takut pada birokrasi kampus. Jika hal seperti ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan generasi berikutnya akan melakukan hal yang sama atau bahkan lebih brutal daripada yang terjadi sekarang. 

Dalam pengenalan dunia kampus harusnya memberikan pendidikan karakter yang dapat berubah pola fikir/mindset mahasiswa terhadap lingkungan dan sadar dengan taggungjawabnya sebagai mahasiswa yang peka terhadap lingkungan. Bukan malah memberikan pendidikan yang sifatya militerisme yang dapat berakibat pada ambisi kekuasaan. 

Karena jika hal ini terjadi maka, karakter dari mahasiswa sebagai kaum milenial kini hanyalah seekor kuda yang hanya dapat melaksanakan perintah sesuai dengan instruksi tuannya. Janganlah terlihat seperti serigala di depan mahasiswa baru, tetapi berubah seekor kucing ketika berhadapan dengan birokrasi kampus.