Hai teman teman pembaca namaku arum aufanillah aku adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Muhammad Masykur dan ibu Nur Alimah.
Aku juga merupakan cucu pertama di keluarga besarku, mengingat bapakku adalah anak pertama dari kakek nenekku. Menjadi anak perempuan pertama dan juga cucu pertama membuatku di tuntut untuk menjadi panutan bagi adik – adikku.
Dari kecil aku memang sudah di didik dengan keras oleh bapakku agar suatu saat aku menjadi orang yang kuat dan mampu berdiri sendiri. Usiaku sekarang menginjak 19 tahun, dan tak mudah perjalananku untuk sampai di titik ini.
Semasa aku masih duduk di bangku TK aku sudah mulai belajar mengaji dengan guruku yang ndalemnya tidak jauh dari rumahku.
Beranjak lebih besar tatkala duduk di bangku MI aku masih berlanjut mengaji di MADIN dekat masjid rumahku. Paginya aku bersekolah formal lalu sorenya aku TPA di desa sebelah lanjut malamnya aku mengaji lagi di MADIN dekat rumahku. Begitu aktifitas ku yang berjalan selama kurang lebih enam tahun.
Perihal pendidikan bapakku memang selalu mengutamakannya beliau ingin aku menjadi seorang yang alim dan pandai ilmu agama.
Hingga tiba masanya aku duduk di bangku SMP. Bapakku mengirimku ke pesantren, jadilah aku mondok sambil kuliah.
Awalnya aku merasa senang bisa mondok disini karena aku memiliki lebih banyak teman. Tiga tahun pertama bukanlah jalan yang mudah tuk ku lalui. Banyak hal yang membuatku ingin boyong saja dari pondok. Bukan perihal di pondok itu tidak enak atau bagaimana. Tapi perihal hafalan yang terkadang membuatku ingin menyerah.
Di tingkat awal aku sebagai pemula mungkin masih terasa mudah karena belum banyak yang di hafalkan. Dan alhamdulillah di tahun pertamaku aku dapat menyelesaikan hafalan nadhom awamil al-jurjan dalam kurun waktu satu bulan. Ini sudah termasuk lebih unggul dari teman teman yang lain yang dapat menyelesaikan hafalan kurang lebih enam bulan.
Bahagia tak terkira kala itu, hingga aku masuk ke jenjang berikutya dengan pembelajaran kitab bernama al-jurumiyah yang mana di strata itu juga mempelajari kitab tashrif, qowaidusshorfiyyah, dan juga kitab – kitab lainnya.
Disinilah aku mulai merasa berat, karena ustadzku yang mengajar kitab qowaidussorfiyah dan tashrif serta I’lal itu sangat tegas perihal hafalan. Tak jarang aku di suruh berdiri hingga akhir pelajaran dikarenakan aku tidak hafal. Ya mau bagaimana mengingat kemampuan otakku yang seperti ini, padahal aku juga sudah berusaha menghafal setiap hari namun memang kemampuanku segini ya mau bagaimana.
Tak jarang pula diadakan ulangan yang tak tanggung – tanggung langsung beberapa bab. Aku pun dengan kemampuanku yang seperti ini sering mendapat nilai dibawah lima sehingga aku harus di paketkan ke kelas lain untuk mendapatkan hukuman di kelas tersebut. Inilah yang membuatku sering menangis karena selain malu aku juga berfikir kok aku tidak bisa – bisa padahal aku sudah berusaha.
Sampai saat dimana imtihan kenaikan kelas berlangsung alhamdulillah aku bisa menyelesaikan hafalanku dan belajar semaksimal mungkin agar aku bisa menjawab seluruh soal dengan benar. Dan keajaiban sekali aku mendapatkan peringkat tiga waktu itu. Mashaallah dan alhamdulillah aku menjadi semangat kembali.
Di tahun ini aku juga memiliki pengalaman mengikuti lomba cerdas cermat di pondok pesantren, awalnya aku ragu karna yah sadar kemampuan otak tapi santri itu harus siap dalam segala kondisi jadi aku nekat saja mengikuti dan alhamdulillahnya tim ku menang juara satu. Sedikit lucu memang tapi ya inilah kehidupan.
Berlanjut di kelas berikutnya dengan kitab al-imrithy, disinilah fase terburuk menurutku. Aku yang juga duduk di kelas sembilan, membuatku harus berpikir keras dalam ujian sekolah dan juga madrasahku di pondok. Karena mungkin saking pusingnya aku sehingga aku mulai tidak taat peraturan, seakan mencari pelarian kesana kemari padahal hal yang aku lakukan itu salah besar.
Hingga di penghujung tahun itu aku meminta maaf kepada keamanan pondok dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dan berubah menjadi lebih baik. Namun sayangnya pada tahun itu aku tidak menyelesaikan hafalanku.
Berlanjut di kelas berikutnya dengan kitab alfiyah ibnu malik. Dan disinilah titik terberatku, di masa itu aku memang sudah tidak lagi kejar kejaran dengan keamanan. Tapi masalah ekonomi keluargaku di uji.
Selama dua tahun aku belajar kitab alfiyah aku sudah hampir ingin berhenti karena biaya dan uang saku yang bisa di bilang kurang mencukupi. Perasaan campur aduk ingin berhenti mondok dan sekolah dan beralih bekerja untuk membantu ekonomi kedua orang tua. Namun beliau selalu mengingatkanku bahwa sekarang itu masih masaku untuk belajar bukan untuk bekerja.
Orang tuaku bersusah payah bekerja agar aku dan adikku masih bisa melanjutkan pendidikan. Alhamdulillah nya pada saat aku SMA aku mendapatkan beasiswa sehingga selama 3 tahun bersekolah itu tidak bayar sama sekali.
Aku sangat bersyukur allah begitu baik terhadap hambanya yang seperti aku, yang sering melakukan dosa. Berlanjut di tahun ke dua alfiyah ekonomiku masih belum stabil tapi aku masih berusaha bertahan dengan uang saku seadanya.
Hingga di pertengahan tahun itu aku memiliki niat hati ingin menghafalkan al-qur’an. Selang beberapa hari aku memantapkan hati untuk sowan ke bu nyai untuk bisa ikut menghafal al-qur’an. Beliau mengizinkan lalu aku meminta doa restu dari kedua orang tuaku dan alhamdulillah mereka ridho.
Di awal awal aku menghafal rasanya mashaallah sekali. Disamping aku juga menghafal al-qur’an aku juga menghafal alfiyah. Terkadang ada ayat yang sulit di hafal beserta nadhomnya juga sulit untuk di hafal disertai ekonomi yang belum membaik.
Mulailah aku hampir patah semangat tapi dengan meyakinkan diri sendiri aku harus tetap bertahan dan alhamdulillah bisa terlewati walaupun ya dengan banyak keluh kesah dan hampir ingin menyerah.
Di samping itu alhamdulillah aku mendapat peringkat lagi sehingga aku tidak perlu membeli kitab untuk tahun berikutnya, sehingga biayanya agak ringan.
Lanjut di tahun ke enam alhamdulillah ekonomi keluargaku mulai membaik. Duduk di bangku kelas tiga SMA dan di pondok belajar kitab jauharul maknun.
Di tahun ini alhamdulillah tidak terlalu banyak hambatan. Awalnya di tahun itu aku memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dan ingin mondok saja setelah SMA ku selesai. Tapi guru BK di sekolahku menganjurkan aku untuk kuliah karena yang nilainya yang sudah ku usahakan.
Aku berdiskusi dengan bapak dan ibuku, mereka bilang kalau bisa aku berhenti dulu satu atau dua tahun karena pada saat itu adikku waktunya masuk SMP dan masuk ke pondok juga, aku pun tidak masalah tapi aku bilang ke kedua orang tuaku bapak ibuk saya mau mencoba mendaftar dulu kalau di terima nanti saya lanjut kuliah tapi kalau tidak berarti memang jalannya saya hanya mondok. Kedua orang tuaku mengiyakan.
Akhirnya aku iseng untuk daftar kuliah dan alhamdulillahnya aku di terima di UIN Salatiga ini di jurusan tafsir akhirnya aku berkuliah, mashaallahnya pada tahun itu bertepatan di waktu aku membayar uang kuliah adikku juga membayar uang sekolah dan masuk pondok tapi ndelalahnya alhamdulillah pada waktu itu bapak dan ibuk mendapatkan rejeki yang tidak disangka – sangka. Subhanallah kuasa Allah atas makhluknya, aku dan adikku bisa melanjutkan pendidikan formal maupun pondok.
Di tahun ini aku juga mendapat peringkat alhasil aku juga tidak perlu membeli kitab di tahun ke tujuhku.
Berlanjut di tahun ke tujuh dengan kitab uqudul juman. Dan aku sudah mulai mengikuti kajian kitab ihya’ ulumuddin sebenarnya sudah dari tahun keenam sih. Biasanya pada saat pengajian kitab ihya’ abah yai itu memberikan pertanyaan seputar nahwu shorof dan tak jarang juga diminta untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Alhamdulillah aku termasuk salah satu santriwati yang sering di beri pertanyaan beliau. Entah mungkin ini yang di sebut barokah dari usaha dan juga kehendak allah mungkin aku bisa menjawab pertanyaan nahwu shorof tersebut. Padahal di tahun keduaku aku sangat sering di suruh berdiri karena tidak hafal dan di paket ke kelas lain karena nilaiku jelek.
Tapi di tahun tahun akhirku ini aku bisa sedikit memahami nahwu shorof yang pernah di ajarkan. Mashaallah tabarakallah mungkin karena barokah dari guru – guru ku terdahulu dan juga doa dari orang orang sekitar yang menyayangiku. Dan akhirnya tahun ketujuh usai, masuklah aku ke tahun kedelapan yaitu tahun terakhir.
Sedikit cerita lagi di tahun ketujuh ini aku sering sekali tertidur atau mengantuk pada saat madrasah. Karena aku masih menyesuaikan jadwal kuliah dengan berbagai tugas dan juga aku sempat nyambi bekerja jadi tenagaku sudah terkuras untuk aktivitas siang, malamnya hanya tinggal sisa sisa tenaga tak jarang aku di suruh pak ustadz untuk berwudhu agar tidak ngantuk.
Padahal di tahun ini aku juga sudah masuk ke dunia kepengurusan pondok yang tak jarang mendapat komentar atau kritikan kurang baik dari teman teman yang lain, tidak mudah juga untuk mengurusi 250 orang santri dengan hanya 16 orang pengurus. Biidznillah semua bisa dilalui walau dengan banyak warna duka lara di dalamnya.
Disyukuri saja masih bisa bertahan hingga titik ini. Dan alhamdulillah juga di tahun ini aku masih bisa mendapatkan peringkat dan hafalan mencapai target.
Untuk tahun ke delapan yang belum terlampaui ini semoga aku bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya. Di tahun terakhirku aku ingin mengabdikan diriku untuk pondok dan juga para masyayikh.
Perihal pengabdianku di tahun tahun sebelumnya aku Cuma ikut mengabdi saat liburan pondok saja. Ketika mbak mbak pondok pulang untuk liburan aku tetap di pondok dan ikut mengabdi di ndalemnya masyayikh. Tapi alhamdulillah di waktu liburan yang singkat aku bisa ikut ngalap barokah dan bisa menjadi dekat dengan ndalem.
- Sekian sedikit cuplikan kisah jatuh bangunku sebagai santri. Mungkin ada sedikit pesan yang bisa diambil dari sekelumit kisahku ini, yaitu seberat apapun tanggung jawab dalam perjalanan hidup kita harus tetap terus berjalan dan jangan sampai menyerah di tengah jalan, capek boleh lelah boleh istirahat sebentar boleh tapi jangan sampai menyerah.
- Everything will be okay ketika kita melibatkan Allah di setiap langkah. Semangat dalam menjalani semua hal ya teman – teman kalau ada kemauan pasti Allah akan memberikan jalan.