Saya pernah bertanya kepada beberapa kawan mengenai arti kata “saleh” atau mungkin banyak orang menyebutnya “soleh”. Banyak jawaban yang saya peroleh dari pertanyaan tersebut.
Sebagian kawan mengatakan saleh itu adalah sebutan kepada orang yang rajin beribadah (ibadah ritual); ada juga yang berpendapat bahwa saleh itu adalah sebutan kepada orang yang sering melakukan perbuatan baik; dan lain lain. Di KBBI sendiri, saleh diartikan sebagai “taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah”.
Jawaban-jawaban tersebut memang merupakan jawaban terbanyak yang saya peroleh dari pertanyaan “apa arti kata saleh?”. Sepintas memang terasa jawaban-jawaban tersebut tidak salah, tetapi saya merasakan ada yang kurang pas di hati dari definisi-definisi tersebut. Saya masih sering menemukan contoh-contoh yang ada di sekeliling kita tentang definisi tersebut bertentangan dengan hati nurani saya.
Seperti contohnya, saya melihat banyak orang yang sangat rajin beribadah dan memberikan dakwah-dakwah keagamaan, bahkan dengan atribut keislaman seperti jubah, sorban, jenggot, gamis, dan lain sebagainya. Tapi dalam kehidupan kesehariannya, ada yang kurang pas yang saya rasakan.
Sulit memang saya menjelaskannya, tapi yang pasti ada yang kurang pas yang saya rasakan. Jadi saya meragukan arti kata saleh itu adalah sebutan kepada orang yang rajin melakukan ibadah.
Pencarian ini saya lakukan bukan hanya hitungan hari atau bulan saja, bahkan saya lakukan bertahun-tahun. Sampai pada suatu ketika saya merasa menemukan arti kata saleh tersebut dan sangat pas saya rasakan di hati dan akhirnya saya yakini kebenarannya sampai saat ini.
Pada suatu malam saya mendatangi suatu pertemuan semacam diskusi non-formal di bilangan Jakarta pusat. Kebetulan di pertemuan itu salah satu bahasannya adalah tentang pencarian saya selama ini, yaitu mengenai kesalehan. Pertanyaan yang dilontarkan pembicara saat itu adalah apa arti kata saleh atau apa itu kesalehan. Jawaban-jawaban dari audience tidak jauh dari apa yang sudah saya sering dengar seperti sudah dijelaskan di atas.
Jawaban terbanyak adalah saleh merupakan sebutan kepada orang yang rajin beribadah. Pembicara menjelaskan dengan contoh-contoh yang sangat logis. Dia menjelaskan, apabila dalam suatu komunitas tingkat RT, lalu Pak RT mengumpulkan warganya dan mengajak warga untuk melakukan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan mereka, anggaplah kegiatannya akan dilakukan pada Minggu depan pukul 07.00 – 10.00.
Seandainya ada seorang warga mengangkat tangannya dan berkata, “Maaf, Pak RT, saya tidak bisa ikut kerja bakti, karena itu adalah jadwal saya melakukan salat Duha.” Pembicara mengatakan, bahwa dengan jawaban tersebut, tentu banyak warga berpikir, bahwa orang yang mengangkat tangan tersebut sangat berlebihan dan tidak pas dirasakan di hati atau melukai hati banyak orang. Padahal yang dilakukannya adalah melakukan ibadah.
Lalu dibahas jawaban terbanyak kedua, yaitu saleh adalah sebutan kepada orang yang melakukan perbuatan baik. Pembicara mengambil contoh, misalnya ada seseorang memberikan sejumlah uang kepada orang yang sangat membutuhkan uang, tentu sebagian besar orang sependapat bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan baik.
Lalu pembicara melanjutkan, bagaimana jika si dermawan tersebut memberikan uang kepada yang membutuhkan uang tersebut dengan cara melemparkannya ke muka orang tersebu,. apakah itu masih termasuk perbuatan baik? Pembicara bertanya kepada audience-nya. Serentak mereka menjawab “tidak!”. Perbuatan baik jika dilakukan dengan cara yang tidak baik tidak akan menjadi baik, demikian dijelaskan oleh pembicara.
Akhirnya sebagai kesimpulan, si pembicara menjelaskan bahwa arti kata saleh atau kesalehan itu adalah melakukan perbuatan baik (ibadah non ritual)—di dalamnya termasuk ibadah ritual—dengan cara yang baik, dan tanpa melukai hati seseorang. Kata kuncinya ada di akhir kalimat, yaitu tanpa melukai hati seseorang.
Jadi, segala sesuatu yang dilakukan seseorang baru bisa dikatakan saleh itu apabila tidak ada hati yang terluka. Selama masih ada hati yang terluka, maka itu merupakan indikator bahwa apa yang dilakukan belum dapat dikatakan saleh.
Hati-hati dengan apa yang dinamakan hati manusia. Karena kalau yang namanya hati manusia itu sudah terluka, maka yang membuatnya terluka harus mempertanggungjawabkan sampai di yaumil akhir kalau ternyata belum bisa diselesaikan di dunia. Sangat banyak ayat dalam Alquran yang menjelaskan bahwa kita akan dimintai pertanggungjawaban mengenai apa pun yang kita lakukan di dunia ini.
Jadi pahami apa pun yang kita lakukan di dunia ini, harus kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak. Berhati-hatilah berurusan dengan yang namanya manusia, karena setiap manusia memiliki hati yang bisa terluka.
Orang tua kita sering menasihati untuk kita sering meminta maaf kepada siapa saja, sebenarnya ini alasannya untuk menyelesaikan urusan dengan manusia bisa selesai di dunia. Jangan sampai di bawa ke akhirat. Karena kalau sudah sampai di akhirat, urusannya akan mengurangi amal baik kita jika masih ada yang tersisa urusan dengan manusia.
Itu pun kita harus mencari orang yang bersangkutan dulu sebelum amal baik kita dikurangi. Kalau berbuat salah terhadap Tuhan, cukup kita bertobat dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Tapi dengan manusia, tidak semudah yang dibayangkan. Kalau tidak selesai di dunia, akan tetap kita bawa sampai akhirat.
Cukup lama saya memikirkan penjelasan si pembicara tersebut sampai saya mengakui dan meyakini bahwa apa yang dijelaskan itu benar dan sampai saat ini saya tetap meyakini bahwa segala tindakan baru bisa dikatakan saleh apabila memenuhi semua unsur dalam penjelasannya tadi, yaitu melakukan perbuatan baik, dengan cara yang baik, dan tanpa melukai hati.