Belakangan ini, tepatnya pada 16 November 2021, melalui kanal YouTube, Kang Dedi Mulyadi mengunggah satu video dengan judul “Kang Dedi Saat Bersih-bersih Pasar, Mahasiswa Datang Tanya Dasar Kewenangan”. Video tersebut kemudian tersebar ke berbagai media sosial, mulai dari YouTube, Facebook, Instagram, TikTok, Twitter, serta berbagai media sosial lainnya.
Video tersebut ramai diperbincangkan netizen Indonesia dan menjadi viral. Banyak dari berbagai masyarakat kita yang menanggapinya dengan melontarkan berbagai bullyan untuk si mahasiswa.
Mahasiswa itu bernama Yuda, seorang organisatoris yang telah memberanikan diri menanyakan perihal dasar kewenangan kepada Kang Dedi Mulyadi. Lalu fakta di lapangannya seperti apa? Apakah mahasiswa hanya seperti itu?
Menurut hemat saya, tentu saja tidak. Fakta di lapangannya adalah mahasiswa tersebut bertanya kepada Kang Dedi Mulyadi tentang peranan DPR selaku legislatif. Sedangkan kita tahu bahwa Kang Dedi Mulyadi sedang menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI Komisi IV.
Bicara mengenai perihal membersihkan sampah yang berserakan. Itu sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi setiap warga negara dalam manjaga lingkungan agar tetap bersih dan rapi. Namun apakah salah ketika Wakil Ketua DPR RI Komisi IV menjerembab dan rela mengotori tangannya untuk membersihkan sampah? Sudah barang tentu tidak ada yang salah dari hal tersebut.
Akan tetapi, masing-masing Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, sudah memiliki tupoksinya masing-masing. Bukankah seharusnya terkait tata kelola kota Purwakarta itu sudah menjadi tugas dan kewajiban dari Bupati Purwakarta, yaitu Ibu Anne Ratna Mustika yang merupakan istri dari Kang Dedi Mulyadi?
Lalu pertanyaan sederhananya adalah, jika hanya sekadar membersihkan sampah di Pasar Wakil Ketua DPR RI Komisi IV turun tangan, di mana dan bagaimana dengan Bupati Purwakarta? Atau mungkin itu adalah bentuk kasih sayang seorang suami kepada istri?
Tidak ada yang salah kok, Kang. Maaf sebelumnya. Jika boleh saya analogikan, kira-kira seperti ini analoginya:
“Mahasiswa A dan B duduk di bangku kelas yang sama, kemudian sang Dosen memberikan tugas. Dengan kerendahan hatinya, mahasiswa A mengerjakan tugas si mahasiswa B terlebih dahulu. Padahal, tugas mahasiswa A sendiri pun belum dikerjakan, ia mengerjakan tugas mahasiswa B atas dasar pertemanan.
Ketika telah mendekati batas waktu pengumpulan, mahasiswa A belum juga menyelesaikan tugasnya karena mengerjakan tugas mahasiswa B. Kemudian datang mahasiswa C menegur mahasiswa A; daripada mengerjakan tugas mahasiswa B, alangkah baiknya mengerjakan tugas mahasiswa A terlebih dahulu. Mahasiswa A marah kepada mahasiswa C karena ini adalah dasar pertemanan antara mahasiswa A dengan mahasiswa B.”
Dari analogi di atas, sekarang mari kita lihat tupoksi Kang Dedi sebagai Wakil Ketua DPR RI Komisi IV yang tertera pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014. Pada pasal 81 menjelaskan bahwa Komisi IV membidangi tentang Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan; serta Kelautan.
Menurut hemat saya, mengenai tugas dan tanggung jawab Kang Dedi Mulyadi sebagai Wakil Ketua DPR RI Komisi IV, ada urgensi yang lebih penting ketimbang membersihkan sampah di Pasar yang menjadi tata kelola Pemerintah Daerah Purwakarta. Bukankah akan lebih mudah untuk berkomunikasi kepada Bupati Purwakarta yang kebetulan istri sendiri?
Lalu apa yang lebih urgen dari tugas dan tanggung jawab pada Kang Dedi sebagai Komisi IV DPR RI pada saat ini. Di antaranya adalah Kita dapat melihat, pada 2021 pupuk mengalami kenaikan harga. Seperti diketahui harga pupuk non-subsidi mengelamai kenaikan 70 persen hingga 120 persen beberapa waktu lalu. Disinyalir kenaikan tersebut disebabkan dari beberapa faktor, mulai dari kenaikan bahan baku tersebab kondisi pandemi pada saat ini.
Lalu bagaimana dengan lingkungan hidup? Kita semua tahu bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang luar biasa di Indonesia, dan saat ini ternyata pada dalam pengelolaannya masih belum mampu menghadirkan tata kelola hutan yang baik. Beberapa faktor yang melatarbelakangi, masih maraknya pertambangan ilegal, tingginya laju deforestasi yang mencapai 1,4 juta ha pertahun.
Bahkan, menurut data dari FAO, Indonesia masuk pada tiga besar negara penghancur hutan tercepat. Setiap tahun sekitar 1,8 juta hektare hutan dihancurkan.
Seperti yang telah saya sebutkan tadi, itu adalah beberapa hal yang seharusnya Kang Dedi Mulyadi tangani jika dilihat dari tupoksi Komisi IV DPR RI, ketimbang memungut sampah dan membuat konten.
Sekali lagi tidak salah, menurut saya, apa yang dilakukan oleh Kang Dedi itu adalah bentuk edukasi kepada masyarakat agar lebih peka terhadap lingkungan. Namun, dengan gaya blusukan, Kang Dedi tidak sepenuhnya dapat dibenarkan karena masih ada instansi yang berwenang secara teknis dalam menangani masalah penertiban pedagang di Pasar.
Di dalam video tersebut, Kang Dedi memasuki gelanggang perdebatan kepada mahasiswa tersebut. Kita dapat melihat dan membandingkan dengan video singkat Boris Johnson Perdana Menteri Britania yang tenang dalam menghadapi kritikan.
Berbanding terbalik kepada Kang Dedi yang selalu mematikan argumentasi dari mahasiswa tanpa diberi celah untuk bicara, seharusnya sebagai orang yang menjabat sebagai pejabat publik tidak hanya pandai bicara melainkan pandai mendengarkan.
Meneruskan postingan video sebelumnya, tidak hanya berhenti sampai di Pasar. Keesokan harinya Kang Dedi Mulyadi memasuki Sekretariat HMI Cabang Purwakarta tanpa konfirmasi. Di situlah di mana tempat Yuda berdiskusi. Padahal, bicara mengenai sekretariat organisasi itu sudah masuk ke ranah privasi. Tapi apakah masyarakat dapat semudah itu masuk ke dalam gedung DPR RI yang faktanya adalah gedung PERWAKILAN RAKYAT.
Maka dari itu, akan lebih bijak jika Kang Dedi segera mengevaluasi dan mengklarifikasi atas apa yang dikatakan. Apa mungkin hanya demi rating konten YouTube, lantas Kang Dedi mengabaikan peran dan fungsi pejabat eksekutif atau instansi terkait untuk menangani masalah tersebut.
Atau mungkin dari analisis asal-asalan saya, Kang Dedi justru “Belum puas” menjadi Bupati dua periode menilai apa yang dilakukan oleh Bupati saat ini kurang greget dalam membedah persoalan? Seperti masa kepemimpinannya dulu pada Tahun 2009-2019.
Daftar Pustaka
- Penadata, Indonesia Masuk Tiga Besar Penghancur Hutan Tercepat di Dunia
- DPR, Kunjungan Kerja Komisi IV
Dahono, Yudo. 2021. Ini Penjelasan PIHC Terkait Kenaikan Harga Pupuk Non-Subsidi