Hidup merupakan suatu perjalanan panjang yang di dalamnya ada bermacam- macam kejutan. Tidak dapat yang mendefinisikan kejutan tersebut ialah perihal yang baik, ada pula yang mengatakan kebalikannya.

Tetapi, pada hakikatnya perihal baik serta perihal kurang baik senantiasa berjalan beriringan. Saat kita sanggup bertahan dalam seluruh perihal yang kurang baik, hingga kita hendak menikmati sesuatu pencapaian yang tidak ternilai harganya. Orang- orang sering berkata pencapaian tersebut dengan kata sukses.

Saya mempunyai seorang tetangga yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri, panggil saja beliau R. Beliau merupakan perempuan yang sangat hebat dan pantang menyerah. Kenapa bisa dikatakan begitu? Ya kerena beliau bisa dikatakan perempuan yang langka. 

Kok bisa begitu? Karena beliau hanyalah seorang anak dari keluarga brokenhome. Karena sikapnya yang santun, beliau membuat orang terkagum kepada dirinya.

Satu hal yang membuat saya kagum dengan dirinya, yaitu kemandiriannya. Saya sering mendengarkan curhatan beliau terutama tentang kondisi ekonomi keluarganya. 

Orang tuanya adalah orang yang berkarir dan bermasa depan terjamin, bagaimana tidak? Mereka berprofesi sebagai PNS yang pasti akan mendapatkan gaji setiap bulan tanpa ada rasa khawatir menentu.

Tetapi apa yang membuat saya tertarik untuk menceritakannya? Yaitu kisah perjalanan hidupnya yang berjalan hingga sekarang.

Saya terbiasa memanggilnya kak R. Sepanjang perjalanan hidupnya, ia sudah melalui banyak rintangan, salah satunya adalah keadaan ekonomi. Walaupun orang tuanya adalah seorang terdidik dan bergaji, tetapi semua itu tidak menjamin kehidupan kak R. 

Selama ini, ia bersekolah harus melalui lika-liku kesulitan. Orang tuanya bisa dikatakan terlilit utang piutang yang banyak, sehingga gaji mereka habis untuk menutupi hutang-hutang tersebut.

Namanya juga tetangga, pasti kumpul dikit langsung gibah.

“Lha ya, cewek-cowok pegawai gaji besar, punya anak cantik dan patuh. Tapi kok ya utangnya banyak gak harmonis lagi hubungannya mereka berdua!” Itu yang pernah kudengar dari salah satu tetanggaku ketika mereka berkumpul di pos ronda dekat rumahku, sudah kutebak pasti ditujukan untuk keluarga kak R.

“Iya. Itu orang tuanya gak baik untuk anaknya. Amita-amit jangan sampailah kita kayak mereka,” kata salah satu dari mereka dengan nada sengit.

Aku terkejut ketika ada salah satu dari tetanggaku yang berkumpul di situ mengatakan, “Heh udah jangan bahas urusan orang lain. Mungkin orang tuanya mbak R kayak gitu karena ada alasannya juga, jadi kita jangan asal ngomong! Mesakke mbak R.” Alhamdulillah, masih ada orang yang positive thinking di antara mereka (batinku dalam hati).

Kak R bercerita, bahwa banyak orang yang mencelanya karena ia ingin bersekolah favorit. Padahal keadaan keluarganya saja tidak menentu dan tidak mendukung. Orang-orang itu berpikir kalau kak R tidak bisa memahami keadaan keluarganya yang sedang terombang-ambing karena utang, sedangkan kak R hanya bisa menuntut untuk hidup enak dan bisa bersekolah di sekolah favorit.

“Itu semua padahal SALAH!!! Mereka itu hanya bisa mengomentari negatif saja tetapi tidak bisa memberi SO-LU-SI!!!” jawab saya spontan, ketika kak R menceritakan hal itu.

“Hhhh kamu memang galaknya, tak kusangka kau akan berteriak seperti ini,” kata kak R dengan senyum pasi.

“Mereka memang hanyak bisa mengkritik, dek. Mereka gak pernah tahu kenapa aku selalu menuntut ke orang tuaku untuk sekolah di sekolah yang favorit. Semua itu karena ada alasannya. Yang pertama karena aku selalu juara kelas walaupun keadaan keluargaku tidak harmonis. Yang kedua, karena aku ingin mengejar cita-citaku agar aku bisa membagakan kedua orangtuaku,” jawabnya dengan wajah sendu.

Kedua orang tua kak R bisa dikatakan tidak harmonis sama sekali, karena keduanya memang sering bertengkar, adu mulut, bahkan hampir bercerai karena utang piutang yang mereka alami. Tapi ada satu hal yang ingin aku tanyakan hingga sekarang dan aku tidak pernah mendapatkan jawabannya karena aku tidak pernah berani tanya kepada kak R, yaitu:

”Kenapa orang tua kak R bisa mempunyai utang sebanyak itu? Padahal, kan, mereka PNS dan hanya punya satu anak?”

Tetapi pertanyaan itu hanya saya simpan dalam benak. Karena menurut saya itu adalah salah satu bumbu dapur keluarga mereka.

Pernah sewaktu saya kumpul karang taruna kampung, waktu itu kak R tidak ikut kumpul entah alasannya kenapa ia tidak ikut waktu itu. Lalu di perkumpulan ada mbak-mbak julid yang sedang membicarakan kak R, “Heh ngerti gak sih, R i gak tahu diri banget ya. Padahal wongtuane tukang utang. Sedangkan dia sok-sokan sekolah apik,” kata mbak julid sebut saja B.

“Lha ya to B kamu bener, wis to ke depanne dia gak bakal sesukses yang dia bayangkan. Apalagi wongtuane gak pernah harmonis, pastikan dia kurang kasih sayang otomatis dia gak bakal berhasil. Percuma dia berusaha keras, kalau orang tuanya gak punya duit! ya gak??” imbuh salah satu dari mereka.

Saya yang mendengar pembicaraan mereka saat itu langsung muntab.

”Woi, mbak-mbak julid! Hidup kalian emang gak berguna banget ya, bisanya ngurusin urusan orang. Daripada kalian mendingan mbak R kali! Dia itu pinter, rajin, pantang menyerah, gak neko-neko lagi, daripada kalian bisanya cuma ngehina aja!,” kata saya spontan dan langsung meninggalkan mereka tanpa permisi.

Saya selalu mengagumi kak R karena dia orangnya cuek tidak pernah menggubris omongan orang lain, palingan ia hanya sekadar mendegarkan saja. Yang dia lakukan hanya berusaha, berusaha, dan berusaha.

Suatu ketika, saya pernah mendengar kak R berbicara kepada mama saya seperti ini, “Bulik, emang anak brokenhome gak boleh berkembang ya? Kok katanya anak brokenhome apalagi kayak saya orang tuanya banyak utang gak bakal bisa jadi orang sukses.”

Seketika mama saya kaget dan menjawab,

“Eh, cah ayu, sopo kuwi sing ngomong? Kuwi salah yo nduk. Mereka berbicara seperti itu, karena iri sama kamu. Kamu itu orangnya sopan, pinter, ndak nakal, dan pekerja keras. Otomatis banyak yang iri sama kamu karena kamu bisa sekuat ini. Udahlah jadikan omongan-omongan mereka itu untuk motivasi kamu kedepannya, jangan sampai impianmu goyah karena mereka, paham???”

“Siap, paham, bulik. Saya akan ingat terus nasihat bulik,” jawab kak R dengan senyum sumringah gigi ratanya.