Definisi “saksi ahli” saat ini sudah rusak. Saksi ahli saat ini sudah terdegradasi maknanya oleh tindakan-tindakan yang dikerjakan orang-orang yang dipanggil kuasa hukum BPN 02 untuk memberikan keterangan kecurangan pemilu 2019 silam.

Semuanya saksi ahli - setidaknya nyaris semuanya - menjadi sosok yang sama sekali tidak kompeten. Jawabannya berbelit-belit dan tidak langsung menghunus ke jantung pertanyaan. Seolah ada rekayasa di antara semua ini. Apakah benar?

Sebelumnya, mari kita lihat segala sesuatu dengan objektif terlebih dahulu. Semuanya harus dilihat dari pandangan yang lebih luas agar kita tidak dengan mudah terjebak dengan apa yang menjadi opini yang beredar liar saat ini.

Semua dimulai dari peristiwa sebelum pemilu. Sebelum pemilu, narasi-narasi kecurangan yang dikerjakan oleh KPU dan Bawaslu sudah dihembuskan oleh kubu Prabowo. Ini bukan opini. Ini fakta yang beredar.

Mereka sudah memberikan narasi-narasi pemilu curang, bahkan sebelum pemilu itu dikerjakan. Kubu pendukung Prabowo ini menarasikan bahwa KPU dan Bawaslu ini berpihak kepada Jokowi dan Ma’ruf Amin.

Padahal, secara struktural, KPU dan Bawaslu adalah produk bersama antara DPR dan Pemerintah. DPR dengan berbagai fraksinya justru yang lebih dominan dalam memilih para komisioner daripada pemerintah yang ada di bawah kepemimpinan Joko Widodo.

Seluruh fraksi partai pun ikut berbagian dalam menyaring, memilih, dan menentukan para komisioner dan siapa-siapa saja yang mengatur. Jadi dari struktur dan sejarah pembentukannya, KPU dan Bawaslu sudah sulit dianggap curang.

Kemudian, ketika berlangsungnya pemilu, semua saksi dihadirkan di semua TPS. Setiap saksi dihadirkan dari kubu 01 maupun kubu 02. Semua saksi ada di setiap TPS. 7 ratus ribu lebih TPS dikawal oleh kedua pihak kompetisi pilpres 2019 ini.

Setiap TPS ada petugas KPU dan saksi. Semua komplet. Bahkan seluruh perhitungan suara dikawal oleh TNI dan Polri agar semua berlangsung dengan aman tenteram. 

Intinya, pemilu berlangsung secara LUBER: langsung, umum, bebas, dan rahasia. Semua sudah direncanakan dengan sangat baik. Tidak ada potensi kecurangan yang ada.

Tapi terus-menerus narasi ini dimunculkan oleh kubu oposisi. Mereka terus menghembuskan isu kecurangan yang dikerjakan secara masif. Mereka tahu bahwa narasi ini sulit dibuktikan dan mustahil terjadi. Ini adalah sebuah hal yang sangat mustahil terjadi.

Maka itu, mereka mengulang-ulang narasi tersebut. Karena setiap narasi yang diulang-ulang biasanya akan dipercaya, meski awal-awalnya sulit. Ini adalah cara yang dikerjakan. Terus-menerus mengulanginya di berbagai tempat, baik dari kantor, rumah-rumah ibadat dan setiap radio yang berpihak.

Inilah yang berbahaya. Kebenaran itu sudah dianggap semu. Kebohongan dan narasi-narasi kecurangan itu sudah ngelotok dan mendarah daging di pikiran mereka.

Kemudian, ketika KPU memutuskan kemenangan Joko Widodo atas mereka, semua yang sudah dinarasikan ini menjadi sebuah pil pahit yang mereka anggap sebagai sebuah kecurangan.

Pemikiran mereka sudah rusak dan sudah sulit untuk diperbaiki lagi. Maka yang ada di pikiran mereka adalah pemilu curang. Tapi mereka tidak bisa membuktikan kecurangan itu satu per satu.

Satu pun tidak bisa dibuktikan. Mereka pun mengubah narasi mereka. Narasi kecurangan, dibumbui dengan narasi perjuangan seperti Bung Karno. 

Bambang Widjojanto pun menarasikan hal ini dengan menembusi pagar kawat berduri di depan gedung MK. Padahal kita tahu bahwa ada akses lain. Ini adalah cara-cara narasi yang bagi saya cukup cerdik dikerjakan oleh Mas Bambang Widjojanto.

Maka tidak heran jika saksi-saksi mereka ini tidak kompeten. Mengapa tidak kompeten? Sederhana jawabannya.

Mereka hanya percaya bahwa ada kecurangan, tapi tidak bisa membuktikan. Mereka sudah tertawan dengan setiap narasi yang diciptakan sejak awal. Sudah nyaris setahun narasi itu diembuskan.

Saksi-saksi yang ada pun beberapa bermasalah. Ada seorang yang ternyata adalah tahanan kota. Kok tahanan kota luar Jakarta bisa ke Jakarta? Kenapa? Apa yang terjadi?

Pembangkangan terhadap hukum pun terjadi dan dikerjakan secara terstruktur, sistematis dan masif. Seolah mereka bisa berkata dalam bahasa yang tidak terlihat: "Saya tahanan kota, tapi saya bisa ke sini. Maka hukum tidak berlaku bagi saya."

Dan orang-orang seperti ini bisa dianggap sebagai saksi ahli atau saksi lapangan? Rasanya terlalu jauh. Semoga saja pemaparan saya mengenai saksi yang tidak kredibel dan alasannya bisa menjawab setiap rasa penasaran kita terhadap inkompetensi dari para saksi. 

Jadi, menurut prediksi saya, MK tentu tidak akan mengabulkan gugatan kecurangan yang dibawa-bawa oleh Mas Bambang dan beberapa ahli hukum. 

Ada beberapa alasan. Pertama, gugatan di MK ini sangat prematur. Karena apa? Karena kubu 02 tidak siap di MK. Tidak ada narasi ke MK dari awal. 

Kedua, BW dan beberapa ahli hukum, ternyata pernah bermasalah dengan hukum. Ketiga, saksi ahli dan lapangan pun beberapa berpihak dan ternyata melakukan pelanggaran hukum.