“Apa yang harus kulakukan di tahun baru yang akan datang?” Inilah pertanyaan yang kerap muncul di dalam benak kita menjelang tahun baru. Biasanya kita menanyakan pertanyaan tersebut karena kita ingin melakukan “resolusi tahun baru.” Bentuk resolusi tersebut bisa jadi bermacam-macam harapan, mulai dari diet, lulus ujian, dapat kerja, dapat jodoh baru, dan sebagainya.

“Mengapa kita ingin melakukan resolusi dalam hidup kita?” Hal itu dilakukan karena kita belajar dari masa lalu yang telah lewat di tahun lalu. Kita ingin memperbaiki apa yang bisa diperbaiki. Kita ingin mengantisipasi agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Kita ingin upgrade diri kita menjadi lebih baik lagi.

Pernahkah Anda menyadari mengapa Anda selalu menanyakan pertanyaan-pertanyaan di atas? Pertama, manusia adalah makhluk pembelajar. Inilah yang membuat kita selalu belajar dari kesalahan. Selain itu, manusia juga memiliki kecenderungan alami untuk meningkatkan kemampuan kita. Dengan kata lain, sebagai makhluk pembelajar, kita memiliki kecenderungan untuk mengembangkan diri.  

Kedua, manusia memiliki kesadaran akan waktu. Kesadaran akan waktu ini membuat manusia sadar bahwa ia terbatas. Manusia tidak kekal dan suatu saat, manusia pasti akan meninggal. Untuk itulah manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, manusia ingin mengisi waktunya sebaik-baiknya.

Dengan demikian, manusia sebagai makhluk pembelajar dan sekaligus makhluk yang memiliki kesadaran akan waktu saling terkait. Manusia ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dengan mengembangkan dirinya. Pengembangan diri itu dapat terwujud entah dalam belajar, karir, hingga resolusi-resolusi yang ingin kita buat setiap tahun baru.

Kiat-kiat apa saja yang bisa kita lakukan agar resolusi-resolusi kita dapat terwujud? Ada banyak buku dan artikel yang telah menuliskan jawabannya. Akan tetapi ada baiknya kita menengok lebih dalam mengenai cara melakukan resolusi tahun baru dari seorang filsuf yang hidup kurang lebih 17 abad silam, yaitu Agustinus. Agustinus sebenarnya tidak membahas secara khusus mengenai cara melaksanakan resolusi tahun baru. Kendati demikian, Agustinus menawarkan jawaban bagaimana kita seharusnya hidup atas dasar kesadaran akan waktu yang ia tuangkan dalam buku The Confessions.

Pertama, Agustinus menyarankan agar kita untuk tidak terlalu fokus dengan apa yang telah terjadi di masa lalu atau terlalu berpikir muluk-muluk tentang masa depan. Bagi Agustinus, masa lalu itu sudah tidak ada dan masa depan itu belum ada (11.14.17). Kita tidak bisa memperbaiki masa lalu. Kita juga tidak bisa mengetahui masa depan. Kendati demikian, masa lalu adalah bagian dari ingatan (memory) kita dan masa depan adalah bagian dari penantian (expectation) kita (11.20.26).

Kedua, kita seharusnya fokus pada apa yang benar-benar di hadapan kita (11.29.39). Ini adalah mengenai perhatian (attention) kita. Kita diajak untuk fokus pada apa yang sedang kita hadapi “kini” dan “di sini”. Dengan fokus pada apa yang sedang kita hadapi, permasalahan kita akan dapat diselesikan satu persatu. 

Resolusi-resolusi kita akan dapat diselesaikan satu persatu. Perhatian yang kita berikan untuk mengerjakan apa yang sedang kita lakukan itu bukanlah perhatian yang terbagi, melainkan penuh keinginan (11.29.39). Penuh keinginan itu berarti kita benar-benar melakukanya dengan gairah, antusias, dan ketekunan.  

Kerap kali kita hanya sampai pada resolusi tahun baru. Kita hanya sampai pada berharap bahwa sesuatu yang baik akan terwujud di masa depan. Kita hanya sampai pada daftar hal-hal yang ingin dilakukan. Masa depan tidak akan terwujud jika kita tidak memulainya saat ini dan di sini. Masa depan tidak akan terwujud jika kita tidak pernah menghadapi apa yang ada di hadapan kita, segala persoalan, segala suka dan duka, segala pengalaman.

Di kondisi yang bertolak-belakang, kita sulit melangkah dari masa lalu kita. Kita sulit untuk move on. Kita diingatkan bahwa masa lalu itu sudah lewat. Kita perlu mengikhlaskan masa lalu kita. Kita perlu berdamai dengan masa lalu yang kerap kurang mengenakkan. Kita perlu belajar dari masa lalu agar kesalahan yang sama tidak terulang.

Kita tidak pernah tahu apa yang ada di depan kita. Kita tidak bisa mengubah apa yang ada di belakang kita. Kita bisa mengubah masa depan dengan apa yang kita lakukan saat ini dan di sini. Kita bisa belajar dari masa lalu dengan memaknai masa lalu saat ini dan di sini. Selamat ber-resolusi menjadi pribadi yang lebih baik.


Sumber : Augustine, The Confessions of Saint Augustine, Toronto, Signet Classic, 2009.