Setiap menjelang awal tahun, sebagian dari kita membuat resolusi baru. Bagi yang lagi menyusun tesis atau skripsi di tahun ini, 2019 berharap di tahun depan, 2020, tesis dan skripsinya sudah selesai dan segera diwisuda.

Bagi pemerhati lingkungan, di tahun depan, mungkin beresolusi benar-benar stop menggunakan plastik, dengan diet plastik. Untuk yang sudah melamar pujaan hatinya tahun 2019 ini, berharap tahun depan, 2020, sudah menikah dengan pujaan hatinya tadi.

Kepada yang lagi berjuang mendaftar CPNS di tahun ini, 2019, berdoa semoga di tahun 2020 dapat diterima menjadi PNS. Pekerjaan menjadi PNS memang masih menjanjikan masa depan yang lebih cerah.

Aku sendiri, misalnya, di tahun 2018 lalu, resolusiku untuk tahun 2019 adalah aku mau lebih banyak membaca, menulis, dan membuat buku. Walau kemudian ini belum tercapai di tahun 2019, setidaknya aku telah mencanangkan sesuatu untuk menjadi lebih baik.

Selain membuat resolusi membuat buku, aku juga terlalu bermuluk-muluk. Misalnya, tahun 2019, bertemu dengan seorang pangeran tambatan hati. Walau akhirnya, ketemu banyak orang juga (baca laki-laki). Namun, tidak ada satu pun yang nyangkut di "pancingan".

Sehingga, kata temanku; di tahun 2020, jangan memakai pancingan lagi yang bisanya cuma dapat ikan hanya seberapa itu pun kalau terkait. Tapi memakai jala yang besar yang otomatis membuat ikan banyak yang masuk.

Iya, kalau banyak yang masuk ke jala, kalau enggak?

Sehingga, resolusi tahun ini tidaklah yang muluk-muluk lagi. Aku ingin mengalir saja apa adanya. Misalnya, walau tidak mempunyai alat pancing atau jala, tapi tombak, yang siap menombak seseorang yang akan "menghalalkanku" (eaaa).

Bahagia itu diciptakan

Resolusiku di tahun 2020, aku mau yang "biasa-biasa" saja. Mungkin terdengar biasa, namun, menurutku, penting banget. Aku cuma mau hidup lebih bersih, lebih sehat, dan lebih bahagia.

Aku mau bersih-bersih di kehidupan nyata dan maya. Di kehidupan nyata, aku mau membersihkan rumah. Selama ini, membersihkan rumah bukan menjadi prioritas yang penting karena berbagai kesibukan.

Padahal, ketika rumah kotor, berantakan, banyak barang yang berserakan, pikiran pun jadi sumpek. Coba lihat lemari pakaianmu yang bajunya bertumpuk-tumpuk, berapa banyak pakaian yang tidak terpakai. Sepertiku, aku melihat, saatnya baju-baju yang tidak dipakai dibagikan dan diberikan kepada orang lain. Misalnya, keluarga yang membutuhkan atau orang yang tidak mampu.

Belum lagi kertas-kertasku, berkas-berkasku yang tidak digunakan karena aku berpikir akan dipakai lagi. Mending aku kasih ke warung penjual makanan atau bahan campuran yang bisa dijadikan sebagai pembungkus (karena sekarang orang sudah malas menggunakan kertas bekas untuk orat-oret). Daripada itu bertumpuk-tumpuk di meja, bikin barang yang lain, semisal buku jadi tertutupi.

Menghapus di Dunia Maya

Jika di dunia nyata, aku lebih ingin berbagi. Di dunia maya, aku lebih mau berbersih ria dengan mau menghapus pertemanan yang tidak sehat di beberapa media sosial seperti Facebook (FB).

Di FB, ada beberapa teman yang tidak jelas sering menghubungi melalui mesenjer. Tidak tahu, maksudnya apa, kenal juga tidak hanya karena melihatnya punya teman bersama.

Di platform tempatku menulis pun telah menerapkan hal itu. Dulu mereka hanya punya dua opsi, antara menyimpan tulisan dan kirim ke editor. Sekarang, mungkin resolusinya Qureta menyambut tahun 2020, mereka pun opsi untuk menghapus tulisan. Aku punya banyak tulisan yang baru mau kutulis (beberapa ide) dan tulisan yang dikembalikan berkali-kali yang kuperbaiki berkali-kali juga (Ups!).

Dan terakhir, aku mau menghapus dia dari hidupku. Hapus dia yang tidak seide, tidak segagasan, tidak sevisi, dan tidak semisi. Ngapain mempertahankan pertemanan atau dan hubungan yang tidak sehat? Bikin sakit kepala saja, kan?

Jadi, di tahun 2020 ini, ayo ramai-ramai "meng-uninstall" (baca: menghapus) sesuatu atau dan seseorang yang membuat hidup kita tidak nyaman, aman, dan tenang. Walau itu cem-ceman, gebetan, TTM-an, yang tidak pernah menganggap kita ada.

Atau sampai keluarga dekat kita sendiri yang sukanya menebarkan hoaks, berita-berita bohong dan berita-berita jelek di grup WhatsApp atau mereka yang ketika kita bertemu di ruang-ruang terbuka dunia nyata suka membincangkan"agama" (Islam) dengan cara radikal.

Padahal, kata Prof.  Dr. Ahmad Syafii Maarif dalam Islam dan Politik, upaya membingkai peradaban bahwa; 

Ciri penting terakhir dari sebuah masyarakat Islam ialah agar ia memancarkan wajah damai selaras dengan the very root (dasar akar-Red) perkataan Islam itu sendiri: s-l-m, bermakna damai, sejahtera, selamat. Wajah-wajah mengerikan yang berlindung di balik label Islam adalah suatu pengkhianatan dan pencerobohan terhadap maksud Islam itu sendiri. Memperbaiki citra diri ini perlu dijadikan program utama oleh seluruh gerakan Islam. Hanya sewaktu menghadapi musuh yang garang saja Islam perlu bersikap tegas dan pasti (hal. 280).

Setuju, Buya. Kita mau menciptakan hidup yang berkualitas, bermutu, dan bernilai. So, kita harus berani mengambil langkah dengan "Gerakan bersih-bersih" tadi sebagai cara memperbaiki citra diri, diri yang baru dan baik. Apalagi simple life, pola hidup minimalis makin dikedepankan di tahun depan nanti.

Selamat tahun baru 2020. Happy New Year!