Identitas Buku

Judul : Bila Malam Bertambah Malam

Penulis : Putu Wijaya

Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya

Tebal : 141 halaman

Cetakan Pertama : 1971

Edisi Elektronik  : 2018

ISBN : 978-623-221-293-0


Tentang Penulis

I GUSTI NGURAH PUTU WIJAYA dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali, 11 April 1944. Mulai menulis sejak di SLTP, dan sejak di SMA Singaraja mulai terjun ke dalam kegiatan drama. Karya-karyanya ketika itu banyak dimuat dalam harian Suluh Indonesia, Bali, dan dalam majalah Mimbar Indonesia. Ia melanjutkan studinya pada Fakultas Hukum UGM dan Akademi Seni Drama & Film (ASDRAFI) di Yogyakarta.

Tahun 1964 studi di ASRI jurusan seni lukis. Selain turut menyelenggarakan berbagai pementasan drama, di kota ini ia pun bergabung dengan Bengkel Teater pimpinan Rendra. Tahun 1970 ikut bermain drama dalam Teater Kecil pimpinan Arifin C. Noer dan Teater Populer pimpinan Teguh Karya. Pernah menjadi redaktur majalah Ekspres, Tempo, dan Zaman. Tahun 1973, selama lebih-kurang tujuh bulan, tinggal bersama Masyarakat Komunal di Ittoen, Jepang

la banyak menulis cerita pendek, drama dan esai, dimuat terutama dalam majalah kebudayaan Horison dan Budaya jaya. Banyak pula hasil karyanya yang telah diterjemahkan antara lain ke dalam bahasa Belanda dan bahasa Rusia. Kecuali Bila Malam Bertambah Malam ini, dramanya yang lain, Aduh (1975) dan Dag Dig Dug (1976), serta roman-romannya Telegram (1973), Pabrik (1975), Stasiun (1977), dan Keok (1978), telah diterbitkan pula oleh Pustaka Jaya.


Sinopsis

Cerita dimulai dengan munculnya seorang tokoh bernama Gusti Biang. Dia adalah seorang wanita biasa yang kemudian menikah dengan seorang bangsawan dan dengan cepat naik derajat. Tokoh ini diceritakan memiliki sifat egois yang tinggi dan telah berusia lanjut. Dengan demikian, kedua pembantunya yaitu Nyoman (gadis muda) dan Wayan (pria tua) menjadi objek gejolak emosi Gusti Biang yang tidak pernah stabil.

Sifat kejam Gusti Biang dapat terlihat karena dia selalu menyalahkan semua hal yang dilakukan oleh Nyoman. Gadis muda ini selalu nampak salah karena dianggap sebagai seorang yang jahat dan menyusahkan. Salah kejadian Gusti Biang menganggap Nyoman seorang yang jahat ketika Nyoman ingin memberikan obat atau jamu hasil racikannya, Gusti Biang menganggap bahwa obat atau jamunya buatan Nyoman adalah racun. Gusti Biang juga merasa cemburu kepada Nyoman karena menurutnya kemudaan serta kesegaran yang dimiliki oleh Nyoman seperti menyindirnya.

Karena Gusti Biang selalu menjadikan Nyoman sasaran murkanya. Nyoman pun lelah dan sudah benar-benar ingin keluar. Namun, dia selalu menyabarkan hatinya karena merasa masih berhutang budi. Tetapi, selama Nyoman masih tampak segar, selama itulah kecemburuan Gusti Biang akan terus mengajak berselisih. Walaupun pada akhirnya Nyoman menjadi tidak sabar dan emosional dengan perlakuan Gusti Biang padanya, sehingga ia pun pergi.

Ketika Ngurah pulang dan mengatakan bahwa dia akan menikahi Nyoman sebagai ganti Sagung Rai yang merupakan anak bangsawan, Gusti Biang sangat marah mendengarnya. Gusti melarang Ngurah untuk menikahi seorang perempuan yang bukan berasal dari bangsawan, untuk menghindari ejekan.

Bagi Ngurah, pernikahan bukan hanya soal kasta, bangsawan atau kehormatan, melainkan atas dasar cinta. Hidup menjadi harmonis dan bahagia karena berawal dari cinta. Namun tidak demikian bagi Gusti Biang yang sejak awal memang hanya ingin gelar bangsawan dan tidak berdasarkan kecintaan pada suaminya. Ini membuatnya menjadi sosok yang terobsesi dengan harta, yang suka menghitung untung rugi biaya hidup yang dihabiskan sebagai senjata pada pelayan yang tidak patuh.

Namun, insiden tidak terduga terjadi saat Gusti Biang, Ngurah, dan Wayan bertengkar. Ngurah menyadari bahwa almarhum ayahnya yang tewas dalam peperangan, bukanlah ayah kandungnya. Ayah kandungnya adalah Wayan. Kebenaran tersebut dapat diketahui karena akhirnya Wayan berpikir bahwa Ngurah sudah cukup besar dan pantas untuk mendengarnya. Gusti Biang hanya malu untuk mengakui bahwa dia menikah dengan pria rendahan. Dia menolak Wayan karena dia merasa dihormati. Karena pengakuan tersebut, akhirnya Gusti Biang merestui pernikahan antara Nyoman dan Ngurah.


Kelebihan dan Kekurangan Novel

Novel ini memiliki kelebihan yaitu adanya pemakaian bahasa daerah (bahasa Bali) yang menurut saya sebagai pembaca dengan adanya bahasa daerah tersebut saya dapat menemukan kosa kata baru yang belum pernah saya pelajari sebelumnya dan juga suasana yang ada di novel dapat saya rasakan saat membacanya terutama saat suasana sedih yang terjadi pada saat Nyoman diusir dan diberitahu mengenai pencatatan keuangan yang dilakukan oleh Gusti. Suasana menegangkan dan haru juga dirasakan saat Ngurah mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah Wayan.

Namun, novel ini juga memiliki kekurangan yaitu membutuhkan lebih dari sekali untuk memahami situasi yang terjadi karena penggunaan bahasa yang sedikit berbelit-belit.