Ibukota dicirikan sebagai kota multifungsi yang menekankan perwakilan diplomatik, institusi pemerintahan, dan pusat ekonomi yang mencerminkan karakter negara. Apalagi mengelola ibu kota merupakan tanggung jawab besar karena peran utama politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Oleh karena itu, kebijakan yang tidak komprehensif dan salah urus akan menyebabkan masalah perkotaan. Masalah yang timbul dari mismanajemen antara lain sentralisasi ekonomi dan politik, ketimpangan ekonomi, sistem transportasi yang buruk, tingkat kemiskinan yang tinggi, pengangguran, dan konflik horizontal. Ibu kota Indonesia saat ini, Jakarta, dan pusat ekonomi nasional juga menjadi subyek perselisihan tersebut.

Akibatnya, beban berat Jakarta yang panjang dianggap sebagai salah satu argumen relokasi yang rasional, diikuti oleh argumen lain seperti laju urbanisasi, pembangunan ekonomi, dan pemerataan pembangunan. Argumen ini juga sejalan dengan penelitian Ilma (2015) yang menunjukkan 5 alasan di balik pemindahan ibu kota adalah pembangunan nasional, penyebaran pembangunan daerah, masalah ibu kota, pengurangan ancaman, dan keputusan pemimpin.

Selanjutnya, Jakarta kemudian akan direlokasi dengan jarak sekitar 1200 km di pulau nusantara lainnya dari Jakarta (Pulau Jawa) ke Penajem Pasar Utara (Kalimantan). Lokasi ibu kota baru tersebar seluas 3.333 km2 dengan jumlah penduduk 166.554 (Farida, 2021). Dari aspek geostrategis, Kalimantan ditunjuk karena beberapa aspek seperti lokasi sentral, asal komponen energi utama untuk tujuan nasional, sumber air utama, kepadatan penduduk terendah, dan tingkat gempa dan ekonomi yang rendah.

Pemindahan ibu kota sangat mempengaruhi komponen intangible sebagai kekuatan Indonesia dalam hubungan internasional. Komponen intangible menekankan pada unsur-unsur yang saling berhubungan seperti pemerintah, warga negara, militer (keamanan), dan reputasi. Sekilas, konsistensi proses relokasi akan menunjukkan bagaimana kompetensi administrasi dan kapasitas pemimpin untuk menangani ketidakpastian pemindahan ibu kota akan dilihat sebagai titik penentu kekuatan nasional dan mengarah pada kepercayaan atau reputasi internasional.

Dalam relokasi ini, salah satu cerminan birokrasi Indonesia dapat ditampilkan. Jika keadaan dalam negeri ditangani dengan baik oleh pemerintah atau birokrasi, Indonesia akan dianggap mampu dan mendapat kepercayaan internasional. Kepercayaan ini akan meningkatkan soft power Indonesia, karena menimbulkan preferensi terhadap aktor asing lainnya dan mengarah pada reputasi baik Indonesia.

Keterkaitan antara kepercayaan dan reputasi ini akan dijabarkan pada poin keempat (reputasi). Kedua, orang-orang dan cara hidup mereka juga memainkan peran yang berpengaruh. Karakter dan kepribadian bangsa merupakan fondasi karakter masyarakat madani. Tindakan memalukan dari tokoh politik dan pemangku kepentingan yang akan menghambat relokasi adalah kebijakan yang tidak efektif, korupsi, nepotisme, dan kolusi. Oleh karena itu, harus berhasil dituntut.

Selain itu, budaya politik ini dapat dilihat pada relokasi dan menimbulkan citra negatif, dan ketidakpercayaan publik internasional. Sehingga menurunkan daya tawar Indonesia dalam politik dan diplomasi internasional. Demikian pula, keamanan proyek ini dapat dilihat dari peran aktif institusi kepolisian dan militer untuk mengamankan proyek tersebut. Fakta tambahan, lokasi baru bisa berasal dari berbagai aspek dan perspektif di wilayah yang berbeda seperti laut, udara, dan lapangan.

Berdasarkan kajian terorisme, lokasi ibu kota baru dekat dengan zona segitiga transit terorisme yang menekankan Sulu, Sabah, dan Poso. Apalagi, Pulau Kalimantan dilalui jalur kejahatan transnasional yang berujung pada perdagangan manusia, obat-obatan terlarang, dan penyelundupan senjata.

Hal itu terjadi karena letak Kalimantan, khususnya zona Nusantara, yang dianggap sebagai choke point berdasarkan jalur laut internasional. Selain itu, zona ini sendiri juga masuk dalam radar aliansi keamanan internasional seperti The Five Power Defense Arrangements (FPDA) dan AUKUS Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Karena keadaan ini, keamanan akan menjadi prioritas utama. Publik domestik dan internasional akan melihat bagaimana mengamankan lokasi ibu kota baru untuk menangani ancaman lebih lanjut. Ketiga, peralatan dan mekanisme militer baru di ibu kota baru akan dilihat sebagai peningkatan kekuatan Indonesia.

Namun demikian, tidak hanya TNI yang bertanggung jawab atas aspek keamanan, tetapi warga negara juga ikut andil untuk memastikannya. Unsur keempat dan terakhir, keberhasilan relokasi ini mempengaruhi reputasi Indonesia di kancah politik internasional. Disampaikan Presiden, relokasi ini merupakan bagian dari transformasi besar-besaran di dalam negeri.

Transformasi itu sendiri menekankan inovasi kota, berbasis teknologi, lingkungan hijau, dan ekonomi digital. Mengingat transformasi besar-besaran ini, reputasi baik Indonesia dalam masyarakat hubungan internasional dipertaruhkan. Kepercayaan global dan persepsi aktor asing (sebagai pengamat) perlahan akan turun jika relokasi tidak berjalan sesuai rencana.

Selain itu, keberhasilan tersebut akan menimbulkan kepercayaan global dan persepsi yang baik sehingga meningkatkan prestis dan nilai keberhasilan Indonesia. Prestis dan kesuksesan suatu negara merupakan dua aspek politik internasional yang menjadi dua daya tarik bagi aktor asing sebagai acuan dan mau mengikuti keinginan bangsa tersebut. Daya tarik lain yang menyebabkan peningkatan soft power adalah ideologi dan budaya.

Secara berkesinambungan, komponen intangible yang menekankan pada pemerintah, warga negara, keamanan, dan reputasi menjadi penentu soft power Indonesia. Keberhasilan relokasi ini akan memberikan ruang bagi aktor asing untuk percaya dan menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia.

Ini bukan kebetulan karena daya tarik seperti prestis dan keberhasilan suatu negara (disebutkan sebelumnya) memainkan peran utama dalam soft power suatu negara. Selain itu, atraksi tersebut juga sejalan dengan definisi sumber utama soft power Nye yang bersumber dari budaya, nilai politik, dan kebijakan (Nye, 2005).

Keberhasilan relokasi dapat dihadirkan sebagai nilai tawar dalam praktik diplomasi. Sejalan dengan itu, pemindahan ibu kota akan dihadirkan sebagai kemampuan internasional Indonesia dan dapat menjadi contoh bagi masyarakat internasional. Ini memberikan kesempatan untuk membangun preferensi untuk negara lain atau badan internasional.

Dalam forum global, kemampuan Indonesia dalam membuat pernyataan dengan contoh situasi domestiknya akan menghasilkan kepercayaan dan posisi strategis di forum tersebut. Hal ini akan membantu Indonesia untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Memang, kapabilitas internasional (dipengaruhi oleh pemindahan ibu kota) akan memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

Kepentingan nasional dalam situasi domestik (khususnya dalam topik pemindahan ibu kota) dan internasional ini sejalan dengan tujuan suatu negara yang mewujudkan empat tujuan suatu bangsa yaitu keamanan, otonomi, kesejahteraan, status dan prestis.

Keberhasilan relokasi akan membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang aman dengan mekanisme atau peralatan pertahanannya, negara otonom yang membangun ibukota ini berdasarkan ekonomi dan ilmu pengetahuan, negara kesejahteraan yang dicerminkan oleh ibu kota baru, dan merupakan prestis dari pengakuan internasional. Oleh karena itu, keberhasilan pemindahan ibu kota akan memperkuat politik luar negeri Indonesia.