Penjelmaan kayu berdiameter menjadi material berdayaguna telah membawa manusia menembus peradaban baru. “Kertas”, ya dialah bank nya semua informasi. Mulai dari sejarah, diary, hingga coretan-coretan rahasia terbungkus rapih oleh lipatan-lipatan putihnya.
Walaupun peradaban baru sudah lahir, tidak mengkontaminasi produksi produk berbahan kertas kearah penurunan, bahkan yang ada peningkatan permintaan produk derivat kertas (seperti tisu dan pembungkus barang/packaging).
Kini perusahaan-perusahaan besar menggarapnya, industri kertas dan pulp adalah sasaran tembaknya.
Apa daya sebuah kertas hanyalah sewujud lembaran tipis yang lemah dan tidak mungkin melawan penguasanya. Tanpa disadari populasi kertas menyisakan jejak-jejak limbah tidak terpakai yang ditinggal oleh pemiliknya entah kemana.
Terbiasa bertemu serasah-serasah dinegeri sendiri laksana bertemu mentari disiang hari (setiap hari berjumpa). Penantian lama negeri yang terlepas dari kekangan sampah perlu menunggu waktu panjang.
Kini telah berganti zaman, tetap sama negeri tersohor nan indah ini masih berkerabat dekat dengan sampah. “Kapankah kami terbebas darimu “sampah”?” khayalan menembus langit.
Sangat disayangkan jika negeri tercinta ini masih saja menabung banyak sampah. Sampah jenis lain saja masih tahap perampungan, tidak disangka-sangka sampah jenis kertas berdatangan menyelimuti negeri. Kapan usainya permasalahan sampah di Indonesia?
Tidak cukup dikatakan sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar keempat didunia (Indonesia Investments, 2017), Indonesia juga menyandang gelar negeri berhutan di planet ini. Berdasarkan informasi FAO (2011) Indonesia salah satu negara paling berhutan di bumi sekitar 94 juta ha, yang setara dengan 52% dari total luas daratan.
Industri kehutanan menyumbang 1,7% terhadap gross domestic product (GDP) Indonesia lebih spesifiknya industri pulp dan kertas menjadi sektor kunci dan merupakan salah satu produsen terbesar di dunia. Automatically, hasil sektorisasi ini memiliki andil terhadap penimbunan limbah.
Disini kita masih berfokus pada “kertas”, walaupun keberadaan media digital telah membuntuti peran kertas selama ini. Lebih dari pada itu, kertas dan pulp adalah entitas yang masih saja dibutuhkan masa kini.
Bercerita tentang dunia kertas pastinya akan berbeda perdekadenya. Berjayanya kertas di zamannya adalah masa spektakuler yang dirasakan oleh penggunanya kala itu. Yang pasti dunia kertas belumlah menyandang gelar history maker selaku medium transfer informasi yang pernah ada.
Penggunaan kertas dan derivatnya (turunan) masih blooming ditengah-tengah kesibukan hidup manusia.
Masih akan banyak cerita yang akan ditulis di dalam sebuah kertas. Cerita kertas masa kini adalah gagasan masa mendatang yang perlu dicermati penguasanya.
Inilah penggalan ceritanya...!
Berdialog Bersama Sang Penggagas “Limbah Kertas”
Bercerita masalah kertas memang tidak akan ada hilirnya, berburu fakta dilapangan aksi nyata yang bisa kita lihat dan dengar sendiri dari pelakunya. Sama halnya ketika saya berkunjung pada sebuah tempat di daerah Bogor, “Salam Rancage (Sekolah Alam Rancage)”, identitas tempat itu. Tempat sejuk, indah nan hijau saya jumpai ketika berkunjung.
Kang Yana adalah orang yang menerima saya ketika masuk kesalah satu ruang koleksi barang hasil rajutan ibu-ibu rumah tangga yang berdomisili didaerah itu. “Silakan duduk, mas Jendri!” ajakan santun kang Yana. Gelombang argumen pun terbentuk dalam dialog.
Obrolan santai bersama kang Yana membuat saya kagum kepada beliau. Saat di penghujung diskusi saya bertanya, “bagaimana pendapat akang tentang kertas?” sontak kang Yana menjawab, “kertas itu anugerah bagi kami de jendri.”
Kertas membuat saya dan ibu-ibu di tempat ini lebih mencintai lingkungan, kemandirian kami pun terbentuk. Hasil produk kertas membantu perekonomian rumah tangga ibu-ibu disini. "Sambung kang Yana" saya sedikit menghela nafas, hening pandangan 0 derajat.
Sungguh tempat ini menjadi miniatur pengolahan limbah berbasis kertas yang ada di Indonesia, terutama limbah kertas koran. Prestasi membanggakan diperoleh salam rancage tahun 2017 menerima penghargaan International Handicraft Trade Fair (Inacraft) ke-19 dengan kategori others (http://www.journeyofindonesia.com/news/item/159-inacraft-award-2017-hasilkan-karya-inovatif-perajin). Pekerjaan luar biasa yang dilakukan oleh komunitas salam rancage menjadi inisiator gerakan mengolah limbah kertas.
Berawal dari berdirinya sekolah alam hingga terbentuknya salam rancage. Kami bersama anggota lainnya bersepakat untuk merawat lingkungan melalui pemanfaatan limbah kertas koran. Kehadiran kertas membuat kami terampil dan mandiri, mengajak banyak orang untuk merangkai kertas yang terbuang menjadi produk bernilai ekonomis, “ungkap kang Yana.”
Rancage dalam bahasa sunda yang berarti “giat, terampil”, saat ini salam rancage telah memperkerjakan sekitar 90 orang ibu-ibu rumah tangga disekitar kampung, “kata kang Yana”
Rata-rata pekerja adalah mantan pekerja serabutan diberbagai perusahaan swasta, karena alasan gaji yang minim maka mereka memilih menjadi tenaga terampil untuk memproduksi produk kreatif dari limbah kertas koran. Salam rancage telah beroperasi selama 5 tahun terhitung tahun 2012 berdirinya.
Tiga misi utama salam rancage yang diutarakan oleh kang Yana adalah bermanfaat, terampil dan bersosial. Bukankah ini misi yang sangat mulia untuk banyak orang dan lingkungan?
Kini kertas berkeluarga akrab dengan warga sekitar. Sampah kertas koran bukanlah lagi momok sebagai sampah tapi penambah modal nafkah.
Ratusan hingga ribuan lembaran-lembaran kertas lewat tangan terampil disulap menjadi barang-barang bernilai ekspor. Selain memperoleh kertas koran dari hasil pengumpulan komunitas ini juga bekerjasama dengan pihak penerbitan koran untuk memberikan korannya yang tidak terpakai dan terproduksi.
Gambar. (1) Ibu rumah tangga sebagai pekerja (Dok. Didik purwanto), (2-3) Koleksi barang hasil rajutan (Dok. pribadi), (4) Foto bersama kang Yana (Dok. pribadi)
Dialogis Yang Berujung Nilai ekonomis
Banyak pelajaran yang saya petik lewat obrolan santai bersama kang Yana. Beliau menceritakan awal mula merekrut ibu-ibu rumah tangga tunakarya akibat kehilangan lapangan pekerjaan dan yang nihil pekerjaan.
Awalnya membentuk kelompok kecil untuk dilatih membuat anyaman kertas koran, sembari tim salam rancage mempromosikan produk kepada masyarakat umum hingga perusahaan-perusahaan. Produk-produk kreatif yang dihasilkan antara lain; vas bunga habibah dan mini habibah, wadah aksesoris, ENIN (egg laundry basket), dan souvenir.
Pemasaran produk pun tidak mudah, karena sistem kompetitif pasar yang cenderung tinggi dan saling sikut. Namun, bahan produk yang ditawarkan salam rancage bersifat catch one’s eyes. Ketika orang melihat produk kami, mereka akan langsung jatuh cinta. Apalagi orang-orang bule yang mencari produk kami “cerita kang Yana”.
Hingga akhirnya nilai barang tidak lagi menjadi masalah bagi para konsumennya. Nilai jual produk bervariasi dari Rp 60.000 harga terendah sampai Rp 2.000.000 paling mahalnya. Tercatat produk sudah dikenal pasar internasional seperti italia, kanada, dan jepang (sumber data: kang Yana).
Optimalisasi Prematur Menjadi Miniatur
Penulis berpandangan bahwa cerita dari komunitas salam rancage bisa dikatakan sebagai suatu bentuk industri yang kreatif dan adaptif. Tidak banyak industri berbasis limbah kertas yang mampu mendobrak pasar internasional.
Kreatif, bahan yang digunakan adalah limbah kertas koran teranyam rapih dan indah. Sedangkan adaptif, industri bergerak cepat untuk membuntuti produk berkelas lainnya.
Berkaca dari stori ini, jelas bahwa industri masih saja menjadi senjata ampuh untuk menaikkan taraf perekonomian nasional. Seperti yang digemakan oleh bapak Agung Ngurah Puspayoga (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) “talenta kreatif Indonesia mendunia”. Beraruskan talenta yang kreatif, Indonesia akan membuka pintu bagi investor-investor asing untuk masuk dan memasang modalnya.
Industri kertas dan pulp salah satu dari ribuan corak mahakarya alam Indonesia yang menekankan koneksi manusia dengan alamnya. Alam begitu setia menunggu manusia untuk berkomunikasi bersama, walaupun tak seia sekata ending nya alamlah yang menangis.
APP (Asia Pulp & Paper) Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2009 APP memproduksi sekitar 7 juta ton pulp dan kertas (2,7 juta ton pulp serat murni dan 4,4 juta ton kertas), menghasilkan pendapatan lebih dari $ 4 miliar (Greenpeace Indonesia).
Meskipun terjadi kompetisi alot yang terhilirisasi ke arah versus dengan perangkat elektronik (yang memangkas kebutuhan akan kertas), permintaan global kertas tetap saja tumbuh subur setiap tahun.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia saat ini begitu militan memperluas kapasitas produksi Nasional pulp dan kertas industri.
Diketahui saat ini kapasitas produksi pulp dan kertas meningkat hingga 7.93 juta ton/tahun, perusahaan industri kertas memiliki visi untuk menaikkannya menjadi 10.53 juta ton (Indonesia Pulp and Paper Association, 2017). Bisa dijadikan acuan bahwa tingginya produksi industri kertas dan pulp tentunya diikuti oleh besarnya koleksi limbah kertas dan pulpnya.
Sumber: Yamashita dan Suzuki (2014)
Sangat disayangkan, pendaurulangan limbah sisa pengolahan kertas masih dianggap sebelah mata saja. Hal ini tersaji jelas dalam sebuah data yang dirilis oleh Yamashita dan Suzuki pada tahun 2014, bahwa Indonesia hanya memanfaatkan hasil daur ulang kertas sebesar 52.5% sangat kontras dengan negara Jepang yang menggunakan kertas daur ulang sebesar 78%.
Meskipun demikian, Indonesia tetap bangga karena berada diatas negara Cina. Karena Cina memakai produk kertas daur ulang hanya 44.6%.
Berbeda dengan negara Finlandia rasio produksi daur ulang serat lebih kecil dibandingkan dengan Eropa Tengah (Kujala, 2012). Penyebabnya adalah sebagian karya daur ulang limbah kertas perusahaannya diekspor ke negara-negara lain, sehingga jumlah limbah relatif semakin rendah.
Mentransformasi aktivitas ini dengan mengupayakan pemanfaatan limbah perlu melewati fase adaptasi waktu. Saat ini pandangan industri kertas dan pulp terhadap optimalisasi limbah produksi kertas dan pulp masih terlihat prematur, pengolahan limbah kertas dan pulp masih termarginalkan.
Pengajuan argumen penulis adalah perlunya pertajaman perancangan dan pengupayaan manajemen limbah kertas. Lewat pengupayaan ini akan tercipta produk industri kertas berkelanjutan dengan tanpa mengabaikan limbah-limbah kertas dan pulpnya. Yang nantinya dapat dijadikan sebagai miniatur ecosmart industries masa depan.
Sketsa Perusahaan Kertas dan Pulp Yang Cerdas
Tidak hanya individu ataupun segelintir komunitas saja yang bisa melakukan hal-hal berbau kreativitas. Menurut penulis, perusahaan kertas dan pulp juga perlu melirik cara kreatif dengan mengedepankan dampak positif disekitar lingkungannya.
Lepas dari menjaga ekosistem hutan, reboisasi dan melindungi biodiversitasnya yang sudah seharusnya dilakukan. Yang kini merupakan bagian roadmap vision 2020 Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas. Perusahaan industri kertas dan pulp juga perlu mengadopsi aktivitas 3R (Recycle, Reproduction, dan Resocialization)
Recycle: mengolah kembali limbah sisa kertas untuk diproduksi sebagai produk industri unggul. Reproduction: produksi kembali produk pulp hasil daur ulang. Resocialization: adanya tim delegasi perusahaan yang terlibat langsung dalam mensosialisasikan kembali kepada masyarakat tentang pendayagunaan limbah-limbah kertas dari perusahaan percetakan menjadi produk kreatif.
Selain itu juga, perusahaan kertas dan pulp menjadi mediator penghubung antara masyarakat penggiat produk industri kreatif dengan perusahaan yang akan menjadi konsumen produk.
Ketiga keywords ini sebagai acuan konkret untuk meningkatkan angka produksi kertas dan pulp yang diikuti dengan turunnya persentase limbah kertas atas pertimbangan menaungi keseimbangan siklus ekosistem dan menciptakan harmonisasi kehidupan sosial dan ekonomi manusianya.
Tumbuh suburnya industri kertas dan pulp di Indonesia harus melalui siklus ini. Limbah kertas sebagai satu “DNA” baru yang akan membantu mengekspresikan karya kreatif dalam memenuhi kebutuhan konsumen secara universal.
Sehingga limbah bukan hanya sekedar limbah, melainkan limbah akan menjadi bagian dari sebuah berkah.
Referensi
Kujala A. 2012. Papermaking sludges and possibilities of utilization as material. Lappeenranta University of Technology, Bachelor Seminar of Environmental Technology.
Yamashita M, Suzuki K. 2014. Human Society Viewed from the Perspective of 3R-Eco Activities and Environmental Measures: Part II - Relationships between the Use of Waste Paper, Recycling of Used Paper, and Environmental Burden. World Environment 4(2): 67-74.