Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia diberi akal budi untuk berpikir, alat indrawi untuk bertindak dan manusia memiliki kemampuan untuk berefleksi guna merenungkan perjalanan hidupnya.
Tentu dengan berefleksi ini manusia menyadari bahwa ia adalah makhluk yang penuh dengan cinta kasih. Manusia tercipta oleh cinta-Nya dan kini dalam perjalanan hidupnya, manusia akan membagikan cinta kasih-Nya kepada sesama.
Kebanyakan orang jika membahas tentang cinta beranggapan bahwa cinta itu berarti sepasang kekasih ataupun suami-istri. Namun jauh lebih itu, kita harus melihat secara mendalam tentang cinta kasih itu sendiri. Kita harus memahami cinta kasih sebagai cinta yang universal.
Manusia yang didasari oleh cinta kasih yang universal, akan merasakan betapa baiknya karya Sang Agung untuk terus berbuat baik. Rasa kemanusiaan yang timbul dari cinta kasih ini menumbuhkan rasa persaudaraan kepada sesama tanpa memandang fisik, agama, ras, budaya maupun bahasa. Mereka dipersatukan atas nama cinta.
Ajaran tentang cinta kasih serta kemanusiaan terus dikumandangkan dimana-mana, entah itu dalam dunia pendidikan, agama maupun lingkungan sosial.
Jika ditarik mundur ke belakang, sejak manusia masih ada dikandungan ibu pun juga merupakan bentuk cinta kasih. Lantas seperti bayi yang terus disayang, diperhatikan, dijaga, maka seharusnya dewasa ini manusia harus berbuat demikian kepada sesamanya.
Lantas, banyak orang bertaya-tanya bagaimana menjadi manusia yang penuh dengan cinta kasih di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus bergejolak. Tentu ini bukan persoalan yang mudah. Di mana untuk saat ini saja, banyak kejahatan-kejahatan yang mencorengkan sisi cinta kasih manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dsb.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mendalami mengenai ajaran cinta kasih manusia khususnya oleh Konfusius, seorang filsuf Cina. Dalam pendalaman ini, penulis juga mengangkat fenomena kaum difabel yang seakan-akan terpojokkan dan sering kali menjadi korban matinya cinta kasih. Oleh sebab itu, anlisis ini dibuat untuk menyadarkan kita sebagai manusia, supaya tetap merangkul sesama kita tanpa adanya sekat perbedaan.
Fenomena
Pada pertengahan Mei 2021 yang lalu telah terjadi kasus pemerkosaan di daerah Pandeglang, Banten dengan korban seorang gadis difabel yang mana di perkosa oleh paman korban dan tetangganya sendiri.
Paman korban berusia 35 tahun itu telah melakukan perbuatan tidak senonoh kepada korban, sebut saja Bunga yang berusia 16 tahun, sejak lima bulan yang lalu. Paman korban melampiaskan hasrat seksualnya kepada Bunga karena ia sudah tidak memiliki istri lagi yang mana ia tinggal serumah dengan Bunga. Persetubuhan itu dilakukan 3 sampai 4 kali dalam seminggu.
Sementara itu, pelaku berikutnya yang adalah tetangga korban, inisal UK dengan usia 30 tahun tealah melalukan persetubuhan dengan korban sebanyak 5 kali yang dilakukannya di perkebunan. Apabila korban menolak, pelaku selalu mengancamnya dengan pisau yang selalu ia bawa saat berkebun.
Namun, jauh sebelum itu, tepatnya tahun 2013, Bunga menjadi korban kebejatan ayah kandungnya sendiri, berinisial JM yang berusia 51 tahun. Hendra Wahyudi, Kepala Desa di tempat tinggal bunga mengatakan bahwa pada kasus 2013 sudah terungkap namun diselesaikan secara kekeluargaan dan ayah korban berjanji akan bertanggung jawab apabila Bunga hamil.
Walaupun mengalami trauma yang cukup berat, korban mau buka suara dan melaporkan aksi bejat ketiga pelaku tersebut ke polisi. Pihak kepolisian pun terus mendalami kasus pemerkosaan ini.
Kasus ini ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pandeglang dan ketiga pelaku dianacm Pasal 81 jo 76D atau Pasal 82 jo 76E UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Riwayat Hidup Konfusius
Konfusius merupakan filsuf besar yang pernah dimiliki oleh Cina yang lahir pada 27 September 551 SM. Konfusius lahir pada saat Dinasti Zhou berkuasa. Penamaan dari Konfusius ini sebenarnya nama yang diberikan oleh para pengikut dan ilmuan yang mendalami ajarannya. Mereka menyebut Konfusisus dengan berbagai macam nama.
Semasa hidupnya, situasi sosial di sekitar Cina sangat chaos yaitu adanya disinteraksi sosial-politik serta moral masyarakat semakin bobrok. Hal ini berdampak pula terhadap Konfusius, ia mengalami kemiskinan dan banyak orang lain yang senasib dengannya.
Pada masa-masa seperti ini, Konfusius harus menerima kenyataan pahit bahwa orang tuannya meninggal dunia. Namun dengan situasi serba sulit, bukan berarti Konfusius berdiam saja, malahan semakin tergerak untuk dapat bangkit dari kenyataan pahit ini dan ia mulai membaca banyak buku dan membawanya pada sebuah impian yang amat mulia yaitu membarui tata tertib masyarakat dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Setelah adanya mimpi seperti itu, Konfusius mulai mengajar masyarakat dari apa yang telah ia baca dan pahami selama ini dan proses pengajarannya secara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Dari proses pengajarannya itu, ia menekankan akan pentingnya filsafat sosial yang humanis.
Lantas ia menjelaskan bahwa filsafatnya mengedepankan kemanusiaan serta masyarakat dan manusia dipandang sebagai sumber nilai-nilai manusiawi dan sosial. Konfusius selalu memandang bahwa kemanusiaan sebagai sumber tertinggi nilai-nilai dari pada alam dan dunia adikodrati.
Pengajaran Konfusius kepada masyarakat dipengaruhi oleh 5 buku klasik yang ia miliki yaitu: Buku Puisi (Shih Ching) yang berisikan koleksi syair dari dinasti Chou, buku sejarah (Shu Ching) berisikan kumpulan cerita, pidato dan dokumen negara dari tahun 2000-700 SM, buku perubahan (I-Ching) berisikan formula untuk menjelaskan tabiat alamiah untuk meramal, buku upacara (Li-Chi) berisikan peraturan tingkah laku sosial serta buku terakhir kronik musim semi dan gugur (Ch’un Ch’iu) berisikan perisitiwa-peristiwa sepanjang tahun 722-464 SM.
Dari 5 buku yang menjadi insprirasinya dalam pengajaran dan sellau menekankan pentingnya bertindak sesuai kodrat manusia, maka ia slelau mengembangkan kodrat manusia (Jen) demi kebaikan bersama masyarakat dan menyejahterakannya.
Akhirnya, Konfusius wafat pada usia 73 tahun pada tahun 472 SM setelah berkeliling sekian lama dan ribuan orang mengaku sebagai pengikut Konfusius dan ajarannya telah tersebar kemana-mana.
Ajaran Jen
Sedari awal, Konfusius mengajarkan soal pentingnya kemanusian bukan hanya sebatas teori tetapi juga dalam laku prakteknya pula dan setiap manusia dijiwai oleh Jen.
Jen diartikan dengan banyak macam isitilah seperti kebajikan, kemanusiaan, kemurahan hati, manusia yang benar, karakter moral, cinta kasih, kebaikan manusiawi dan belas kasih. Oleh sebab itu, ajaran tentang Jen bahwa jalan kemanusiaan bersifat personal yang mana terletak disetiap diri manusia dan harus diwujudkan dalam kehidupan keseharian kepada sesamanya. Akan hal ini Konfusius pernah berkata:
"Kekayaan dan kehormatan adalah apa yang dirindukan setiap manusia. Namun jika mereka dicapai dengan cara melanggar prinsip-prinsip moral, maka mereka tidak perlu dipertahankan. Kemiskinan dan sikap rendah hati adalah apa yang tidak disukai oleh setiap orang. Namun jika mereka bisa dihindari hanya dengan cara melanggar prinsip-prinsip moral, maka mereka tidak perlu dihindari. Jika seorang unggul terputus dari kemanusiaannya (jen), bagaimana ia bisa mewujudkan nama itu? Seorang manusia unggul tidak pernah mengabaikan kemanusiaan (jen), malah ketika ia kekurangan makanan sekalipun. Dalam saat-saat yang gawat itu, ia perlu bertindak menurut kemanusiaan itu. Dalam saat saat kesulitan atau kebingunan, ia juga bertindak menurutnya."
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa jen sebagai prinsip utama dari tindakan manusia dan jen tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Maka apabila manusia tidak memiliki jen, maka hidupnya tidak akan bermanfaat dan karena jen, membuat kita menjadi manusia sesungguhnya.
Sekali lagi, Konfisius mengingatkan kepada semua orang kala itu dengan perkataannya: "Berbuatlah bagi orang lain sebagaimana engkau inginkan mereka berbuat bagimu." Perkataan Konfusius tersebut merupakan hasil permenungannya atas kondisi yang diperlukan untuk sebuah masyarakat yang ideal yang mana harus memandang kemanusiaan secara moral tertinggi.
Analisis
Topik pembahasan mengenai kemanusiaan tampaknya menjadi sebuah hal yang menarik untuk dibahas dan direnungkan. Manusia pada dasarnya ialah makhluk sosial yang mana manusia saling membutuhkan satu sama lain.
Manusia memiliki hubungan yang erat dengan manusia lain bukanlah terjadi secara tiba-tiba, melainkan manusia sedari awal sudah hidup berdampingan. Hakikatnya manusia memiliki akal budi dan juga perasaan yang mana digunakan untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan. Rasa kemanusiaan ini tampaknya selalu yang didamba oleh setiap manusia.
Kita dapat melihat dari filsuf Konfusius, filsuf yang mengajarkan cinta kasih kepada sesama manusia. Namun sebelum itu, pandangan dari Konfusius ini yang dibesarkan dalam perkembangan filsafat Timur yang membuatnya filsafat sebagai the way of life. Konfusius pun mengajarkan akan pentingnya nilai filsafati dalam kehidupan sehari-hari terlebih mengenai cinta kasih.
Ajaran mengenai cinta kasih atau jen oleh Konfusius sebenarnya sama halnya dengan filsuf Yunani Kuno yakni Aristoteles. Aristoteles mengajarkan tentang eudamonia atau hidup bahagia.
Dalam ajarannya itu, Aristoteles mengajarkan bahwa manusia dapat mencapai hidup yang baik apabila ia telah mencapai tujuan terakhirnya yakni mencapai kebahagiaan. Dengan adanya kebahagiaan, manusia sudah tidak membutuhkan keperluan lainnya lagi.
Aristoteles menegaskan bahwa untuk dapat mencapai kebahagiaan tersebut, haruslah ada aktualisasi dari adanya akal budi manusia, Akal budi membantu manusia untuk melakukan tindakan praktis.
Penulis memasukkan filsuf Aristoteles adalah sebagai pembanding dari ajaran jen yang sebenarnya sama-sama membahas sisi kemanusiaan. Tetapi penulis pikir, bahwa apabila manusia hanya berteori melulu, tanpa memperhatikan wujud nyatanya itu sama saja dengan berbual semata.
Hal ini tampak dalam fenomena yang penulis angkat dalam makalah ini yakni mengenai seorang gadis difabel yang diperkosa oleh keluarga dan tetangganya. Sebuah tragedi yang sungguh menyayat hati.
Remaja perempuan yang seharusnya mendapat perlindungan dari keluarganya malah dijadikan objek pemuas hasrat, apalagi gadis tesebut difabel, tidak masuk akal sekali. Setega itu berbuat kepada anak kandungnya sendiri.
Namun sebelum memasuki lebih dalam analisis ini, penulis akan jelaskan mengenai difabel. Kata difabel berasal dari kata Inggris different ability yang mana digunakan untuk menyebut orang-orang yang memiliki kemampuan berbeda dengan yang lainnya. Dalam hal ini bukan berarti bahwa teman-teman difabel tidak memiliki kemampuan (ability), tidak! mereka tetap memiliki kemampuan namun dengan cara yang berbeda.
Pemahaman tentang difabel ini, mengajak manusia untuk semakin berpikir bahwa siapa itu manusia dan bukan siapa yang difabel serta mengapa mereka seperti itu, maka dengan pemikiran seperti ini kita dapat membangun relasi harmonis antar sesama manusia tanpa memandang fisik atau apapun itu.
Ajaran cinta kasih dari Konfusius ini mengajarkan semua orang bahwa manusia itu adalah person yang mana manusia membutuhkan penerimaan dan pengakuaan keberadaannya. Sedari awal, manusia dibesarkan dari lingkungan manusiawi. Maka tidak mungkin bisa terbentuk manusia apabila tidak ada sisi manusiawinya.
Selain itu manusia terpanggil untuk semakin menemukan dirinya sendiri sebagai manusia untuk orang lain. Manusia harus memandang sesamanya sebagai subjek bukan sebagai objek. Hal ini timbul karena adanya jen yang ada di dalam diri manusia.
Dengan jen itulah membuat manusia menjadi manusiawi yang sebenarnya sehingga jen merupakan bentuk dari pengorbanan hidup untuk sesama manusia.
Namun, kita harus memahami hakikat dari cinta. Cinta dalam bahasa Yunani dibedakan menjadi 3 macamnya: eros, philia dan agape. Eros merupakan cinta seksual yang berdasarkan nafsu semata dan eros lebih ke mengobjekkan seseorang. Cinta jenis eros ini ditujukan kepada orang lain namun demi pemuasan nafsu pribadi.
Sedangkan philia ialah jenis cinta berdasarkan persahabatan yang bersifat relasional. Cinta jenis ini tidak dibatasi oleh jenis kelamin dan memandang orang sebagai pribadi yang memiliki keunikan dan kekhasan.
Dan jenis cinta yang ketiga ialah agape, jenis cinta yang tertinggi, tulus, tanpa memandang ataupun membedakan sesorang. Hakikatnya, cinta agape ini cinta yang mau berkorban dan ia keluar dari zona nyamannya untuk bonum commune (kebaikan bersama) dan cinta agape ini mengalahkan segala-galanya.
Dalam konteks ini, hakikat cinta yang dibutuhkan manusia ialah yang ketiga yaitu agape. Cinta agape adalah cinta yang tidak bersyarat, mereka melakukan suatu kebaikan atas dasar cinta kasih dan tanpa pamrih.
Ajaran konfusius yang mengedepankan bahwa kemanusian merupakan sumber tertinggi dari segala macam nilai-nilai. Hal ini tampak dalam pengajarannya: “Seorang cendekiawan yang penuh teguh dan seorang yang memiliki kemanusiaan (jen) tidak pernah berusaha hidup melukai kemanusiaan (jen).”
Penulis rasa bahwa dewasa ini cinta kasih sesama seperti mati. Dapat dilihat dari fenomena tersebut dan masih banyak fenomena-fenomena yang mematikan cinta manusia yang tidak terliput oleh media.
Teman-teman difabel sering menjadi korban, seakan tidak mendapatkan perlindungan maupun kasih sayang. Padahal akan hal ini sudah diatur dalam undang-undang sebagai bentuk perhatian untuk teman-teman difabel.
Dengan jelas bahwa Undang-undang RI No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas khususnya dalam Bab 1 Pasal 1 alinea 4 “Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.” Dan alinea 5 “Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandnag Disabilitas.”
Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak teman-teman difabel yang dikucilkan, di-bully bahkan haknya tidak terpenuhi. Untuk diterima dan diakui saja masih sulit, apalagi nanti soal pendidikan maupun pekerjaan.
Seharusnya ini menjadi pekerjaan rumah bersama bagaimana dapat memanusiakan manusia. Kita hidup dalam Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI), seharusnya bisa untuk mengatasi masalah seperti ini, masalah persatuan. Sebenarnya dalam undang-undang tersebut sudah menggambarkan bahwa teman-teman difabel adalah manusia sama seperti yang lainnya.
Undang-undang tersebut berupaya untuk mengangkat martabat teman-teman difabel yang mana mereka juga memiliki akal budi, prinsip dan rasa kemanusiaan.
Teman-teman difabel saja memiliki kepekaan dan rasa kemanusiaan yang tinggi, mengapa kita sebagai manusia yang normal masih belum bisa untuk menunjukkan rasa kemanusiaan kepada sesama kita?
Seharusnya sisi kemanusiaan inilah yang harus diperkuat dalam diri manusia. Memanusiakan manusia sama halnya dengan menghargai dan menghormati secara khusus teman-teman difabel.
Kita harus memahami dengan benar untuk mengerti ajaran jen ini. Sekarang timbul pertanyaan seperti ini: “Apakah ajaran jen oleh Konfusisus mampu menjawab tantangan sosial dewasa ini?” Jika dilihat lebih dalam lagi, sebenarnya ajaran ini masih relevan dan mampu untuk menjawab tantangan sosial dewasa ini.
Ajaran ini begitu mendalam dan menekankan bahwa nilai kemanusiaan adalah yang tertinggi. Namun kembali lagi ke manusiannya itu sendiri, apakah ia tahu dan mau untuk memperjuangkannya atau tahu tetapi hanya membiarkan saja ataupun juga tidak tahu-menahu.
Sehingga, manusia tidak boleh menganggap sebelah mata manusia lainnya. Kita harus menjamin hak semua manusia. Perlu adanya sinergi satu sama lain untuk mampu memperjuangkan ini khusunya terhadap teman-teman difabel. Perlu adanya kesadaran dari tiap-tiap pribadi manusia akan pentingnya nilai cinta kasih. Dukungan moral terhadap teman-teman difabel merupakan salah satu bentuknya, tidak mengesampingkan mereka.
Hal ini juga senada dengan Dokumen Konsili Vatikan II Ensiklik Caritatis In Veritate (Kasih dalam kebenaran). Dalam pengantar artikel 2, Paus Benediktus XVI menjabarkan dengan gamblang bahwa kasih merupakan inti dari ajaran sosial Gereja. Ajaran kasih ini berasal dari Yesus sendiri dan memberikan pemahaman bahwa ajaran tersebut memberi hakikat pada relasi personal dengan Allah dan sesama. Sehingga kaish ialah anugerah terbesar dari Allah bagi manusia, kaish adalah janji-Nya dan harapan kita.
Dari keseluruhan analisis ini dan dari sudut pandang Konfusius, Aristoteles, Undang-undang Republik Indonesia dan Ensiklik Caritatis In Veritate mengajarkan adanya dan pentingnya cinta kasih. Cinta kasih sudah melekat dalam diri manusia dan tidak bisa dilepaskan dari manusia. Mengapa manusia seakan mati rasa terhadap cinta kasih, sebab mereka masih memiliki sifat egois yang tak mau peduli terhadap sesama.